Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA – Pengembangan produk hilir nikel mulai berfokus pada besi dan baja. Penghiliran nikel ini juga ditarget dapat mencapai komponen baterai.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa penghiliran produk nikel telah berjalan dan menuju integrasi produksi end to end.
Produk olahan nikel telah menghasilkan nickel pig iron, ferro nickel, hingga ferro chrome. Produk tersebut kemudian dapat diolah menjadi beberapa produk besi baja, seperti cold rolled steel, steel slab, dan hot rolled steel.
“Integrasi produksi end to end salah satu yang membantu ekspor besi dan baja,” katanya dalam Bisnis Indonesia Business Challenges 2021, Rabu (15/12/2021).
Proses penghiliran itu disebut membantu pemerintah menurunkan defisit transaksi berjalan Indonesia. Kementerian mencatat ekspor produk besi dan baja hanya US$1,1 miliar pada 2014. Angka itu mengalami peningkatan signifikan sejak 2019.
Ekspor produk besi dan baja menyentuh US$7,4 miliar pada 2019, dan naik menjadi US$10,9 miliar pada 2020. Tahun ini, ekspor produk tersebut mencapai US$16,6 miliar hingga Oktober 2021.
“Tahun ini akan sampai US$21 miliar [ekspor besi dan baja]. Anda bisa bayangkan dampaknya. Kami menghitung kalau sampai 2024, ini semua berjalan proses penghiliran ini kita bisa sampai US$34–US$45 miliar,” terangnya.
Penghiliran mulai digalakkan setelah pemerintah menghentikan ekspor raw material berupa nickel ore pada 29 Oktober 2019. Pelaksanaan penghentian ekspor ini lebih cepat dari rencana sebelumnya, yakni 1 Januari 2020.
Luhut mengaku, dirinya sempat mendapat kritikan atas kebijakan tersebut. Namun, pemerintah tetap komitmen menerapkan kebijakan tersebut. Pasalnya, penghentian ekspor material mentah atau raw material akan memperkuat industri hilir dalam negeri.
Upaya itu disebut memberi nilai tambah bagi sumber daya dalam negeri, membuka lebih luas lapangan kerja, transfer teknologi, hingga memberi dampak sampai ke pengusaha kecil.
Adapun, industri hilir untuk produk baterai masih belum berjalan optimal. Alasannya, sejumlah industri olahan nikel menjadi konsentrat dan nickel metal masih belum tersebut. Industri itu akan mendukung adanya produksi baterai dalam negeri.
Sementara itu, penghiliran di dalam negeri masih mengalami sejumlah hambatan. Salah satunya adalah ketiadaan atau masih minimnya industri antara sebagai penyambung ke industri hilir.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mendorong pemerintah turut membangun industri antara untuk menyerap produksi olahan smelter.
Selama ini, industri antara menjadi penghubung antara hasil mineral logam olahan smelter dan industri produk jadi. Terputusnya rantai industri itu membuat penerimaan negara tidak optimal.
Faisal menilai pemerintah perlu melakukan pemetaan ulang terhadap industri yang ada. Data itu kemudian dikoordinasikan bersama oleh Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian.
Senada, Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mendorong pertambangan untuk menghasilkan produk antara agar dapat diolah kembali oleh industri hilir.
“Industri end product berbasis stainless steel maupun baterai mobil listrik, belum berkembang di Indonesia, sehingga produk tersebut lebih banyak diekspor, terutama ke China dan beberapa negara lain,” katanya kepada Bisnis, Kamis (9/12/2021).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.