Hutan, xkonservasi, xLingkungan Hidup
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) merilis luas lahan terbakar 1 Juli-20 Oktober 2015 mencapai 2.089.911 hektar, 618.574 hektar lahan gambut dan 1.471.337 hektar non gambut. Kebakaran ini setara 32 kali luas Jakarta atau empat kali Pulau Bali!
Parwati Sopan, Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan mengatakan, data ini dari Terra Modis, didukung densitas hotspot satelit Terra&Aqua dan satelit SNPP dengan sensor modis.
“Hasilnya kita verifikasi dengan data resolusi menengah landsat 8. Ada data high resolution spot 5,6 dan 7 yang bisa mendeteksi hingga 1,5 meter. Juga pakai peta lahan gambut Kementan untuk perhitungan dan data administrasi BIG,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (30/10/15).
Dari luas terbakar itu, Sumatera 832.99 hektar (267.974 hektar gambut, 565.025 non gambut), Kalimantan 806.817 hektar (319.386 hektar gambut, 478.431 hektar non gambut), Papua 353.191 hektar (31.214 hektar gambut, 321.977 hektar non gambut).
Sedang provinsi lain, lahan terbakar non gambut, seperti Sulawesi 30.912 hektar, Bali dan Nusa Tenggara 30.162 hektar, Jawa 18.768 hektar dan Maluku 17.063 hektar. “Hasil penginderaan akan terus diperbaharui setiap 10 hari.”
Meski begitu, katanya, luas terbakar bersifat estimasi karena ukuran terkecil yang bisa dideteksi Terra&Aqua 6,25 hektar. Metode ini, tidak dapat mendeteksi lahan tertutup asap tebal. Hasil penginderaan Lapan juga tak mengungkap siapa pemilik lahan terbakar. Lapan sedang menghitung berapa emisi dari kebakaran ini.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, luas lahan terbakar setara 1.935.103 luas lapangan bola, 32 kali luas DKI Jakarta dan empat kali luas Bali. Kerugian diperkirakan lebih dari Rp20 triliun.
“Kebakaran ini lebih parah dari 1997, dilihat dari masyarakat terpapar dan aktivitas ekonomi terdampak.” Kalau luas terbakar lebih banyak 1997, sebesar 9,8 juta hektar.
Paparan asap, tahun 2014 juga sampai ke Thailand dan Pilipina, serupa tahun ini. Dampak terhadap satwa besarm, seperti di Taman Nasional Tanjung Puting, dan Sebangau.
Untuk penanganan, katanya, pemerintah berupaya mengerahkan pesawat water bombing maupun hujan buatan. “Pesawat sekarang disewa dari Rusia, Ukraina, Amerika, Australia dan lain-lain.”
Saat ini, pemerintah berusaha menambah pesawat guna water bombing antara10-15 unit. Pemerintah menjajaki bantuan Kanada dan Austrlalia.
Dalam waktu dekat, ada tambahan lima pesawat water bombing di Papua maupun Jawa. Pesawat Rusia yang memiliki kemampuan ambil air di sungai dan danau 13.000 ton juga beroperasi. “Biaya operasional ditanggung Sinar Mas. Jadi pemerintah instruksikan dunia usaha bertanggungjawab.”
Sutopo mengatakan, ke depan pemerintah mewacanakan perusahaan besar mempunyai helikopter atau pesawat water bombing. Sebab, bertanggungjawab menjaga daerah mereka tidak terbakar.
“Presiden menyatakan akan beli pesawat water bombing. Bukan hanya untuk kebakaran hutan bisa multifungsi, misal operasi SAR.”
Dia mengatakan, biaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan sudah dikeluarkan BNPB Rp500 miliar untuk sewa pesawat, water bombing, pengerahan personil, aktivasi posko dan lain-lain.
“Dana dari alokasi on-call BNPB. Kami memiliki dana on-call Rp2,5 triliun untuk semua bencana tahun ini. Dana masih mencukupi,” katanya.
24 meninggal dunia
Mengenai korban kebakaran ataupun terpapar asap setidaknya ada 24 orang sejak Juni 2015. Sebanyak 12 orang terdampak kebakaran atau asap langsung dan langsung di Kalimantan dan Sumatera. Lalu, meninggal terjebak kebakaran di Gunung Lawu delapan orang, di Ponorogo, masyarakat bersama mandor Perhutani mencoba memadamkan kebakaran dan terjebak api empat meninggal.
Kondisi terkini
Kini keadaan membaik. “Jarak pandang membaik. Laporan tadi pagi cuaca cerah. Ini signifikan karena hujan selama tiga hari berturut-turut. Banyak awan, tetapi kalau tidak kita semai kemungkinan tak pasti hujan. Jadi kita manfaatkan untuk hujan buatan.”
Hujan buatan terus dilakukan. Menurut prediksi BMKG hujan turun hingga akhir November, kemudian masa kering kembali. Jadi, peluang awan langsung diintervensi jadi hujan buatan agar api benar-benar padam.
Pada Jumat (30/10/15), titik api di Sumatera 156 dan Kalimantan (4). Jarak pandang di Pekanbaru 3.000 meter, Jambi 1.400 meter dan Palangkaraya 1.200 meter. “Penerbangan otomatis dibuka kembali.”
Data sebaran api Greenpeace
Sedangkan Greenpeace Indonesia merilis data sebaran titik api dalam kebakaran tahun ini. Menurut data Greenpeace Indonesia, terbanyak di konsesi Asia Pulp & Papper (APP).
“Ini tidak mengherankan. APP mempunyai luas konsesi terbesar dengan warisan deforestasi besar, terutama di Sumatera bagian selatan. APP satu-satunya perusahaan yang mempublikasikan peta akurat mengenai konsesi-konsesi mereka, termasuk para pemasok,” kata juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia Teguh Surya, Kamis (29/10/15).
Dia mengatakan, APP harus didorong bertanggungjawab secara hukum. Perusahaan ini sedang mengupayakan berbagai perlindungan kawasan, seperti mengistirahatkan 7.000 hektar lahan gambut untuk restorasi. “Fakta titik api terbanyak di konsesi mereka,” katanya.
Teguh menyayangkan, sikap pemerintah tak terbuka mengungkap perusahaan yang terbakar. Di konsesi perkebunan sawit, ada 1.990 perusahaan terlibat. Hanya beberapa saja diungkap.
“Ketika pemerintah tak terbuka, inilah yang terjadi. Analisisnya menggunakan data sama di lokasi sama, tapi hasil beda. Ini karena ketidaklengkapan data yang kita miliki akibat pemerintah tak transparan.”
Menurut dia, transparansi merupakan indikator penting memerangi kebakaran hutan juga korupsi pengelolaan sumberdaya alam.
“Pemerintah mulai menunjukan itikad baik terkait transparansi melalui rencana one map policy. Justru menolak membuka data perizinan dan pengusahaan lahan kepada publik agar dapat dianalisa. Perusahaan juga sangat sedikit membuka informasi terkait kepemilikan tanah dan konsesi yang memasok mereka.”
Untuk itu, Greenpeace Indonesia menerbitkan daftar lengkap semua konsesi di Indonesia yang terbakar, termasuk jumlah titik api pada konsesi itu.
Berdasarkan data Greenpeace, dari 112.000 titik api sepanjang 1 Agustus hingga 26 Oktober 2015, hampir 40% di konsesi penebangan dan pengembangan perkebunan, 20% di konsesi bubur kertas, dan 16% dalam sawit.
Menanggapi rilis Greenpeace Indonesia, dalam keterangan tertulis Managing Director Sustainability APP Aida Greenbury mengatakan, kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan isu nasional. Daerah sama di Sumsel, yang terbakar juga terbakar El-Nino 1997-1998.
“APP dan para pemasok berusaha melindungi lebih dari 500.000 hektar kawasan konservasi dan hutan alam,” katanya.
Saat ini, fokus mereka bekerja sama dengan pemangku kepentingan, masyarakat lokal dan bisnis lain mendukung pemerintah mencegah kebakaran.
Ia juga mengatakan, pemasok APP menerima izin untuk kembangkan HTI di lahan yang sudah benar-benar terdegradasi akibat kebakaran El Nino tahun 1997-1998. Pihaknya juga sudah menerapkan zero burning sejak tahun 1996.
“Dalam kebakaran ini tak ada data kami sembunyikan. Kami menyerahkan peta seluruh pemasok kami kepada unit kerja perubahan iklim pemerintah Indonesia pada 2014. Kami juga mendukung inisiatif one map policy.”
Data lengkap mengenai sebaran titik api berdasarkan rilis Greenpace Indonesia bisa diunduh di dua link berikut: Link satu dan link dua.
Facebook
Twitter
Instagram
RSS / XML
© 2023 Copyright Mongabay.co.id