Nikel Indonesia, Elon Musk, dan Peluang Bioekonomi
Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).
“NICKEL talks” (bahas nikel), begitu judul pers internasional melaporkan pertemuan Presiden Joko Widodo dan Elon Reeve Musk di kantor SpaceX, Boca Chica, Texas, Amerika Serikat (AS), Sabtu (14/5/2022). Dengan harta pribadi senilai 265 miliar dollar AS (atau sekitar Rp 3.898 ribu triliun) per Mei 2022, Elon Musk, pendiri usaha dirgantara SpaceX dan co-founder industri mobil listrik Tesla Motors (Tesla Inc) dilabel ‘tokoh wirausaha’ awal abad ini.
Akhir-akhir ini, nikel menjadi isu-topik hangat. Sebab nikel sangat berharga untuk beragam produk, misalnya 68 persen baja tahan karat, 10 persen nikel-tembaga, 7 persen campuran baja, 3 persen pengecoran, 9 persen pelapisan (plating), dan 4 persen aplikasi lain khususnya baterai (Nickel Institute, 2017 ) dan kendaraan listrik (electric vehicles/EV).
Di seluruh dunia, produk berbahan nikel sangat berguna untuk engineering sekitar 27 persen total produksi nikel dunia, 10 persen persen ke bangunan dan konstruksi, 14 persen ke produk tubular, 20 persen barang logam, 14 persen ke transportasi, 11 persen ke barang elektronik, dan 5 persen lainnya (Nickel Institute, 2017).
Baca juga: Bertemu CEO Google hingga Boeing, Jokowi: RI Penghasil Bijih Nikel Terbesar di Dunia…
Campuran nikel sangat beragam, misalnya kuningan-nikel, perunggu-nikel, nikel tembaga, kromium, aluminium, timbal, kobalt, perak, dan emas (JR Davis, 2000:7-13).
Banyak poduk industri dan konsumsi membutuhkan bahan nikel, misalnya baja tahan karat, magnet alnico, koin, baterai isi ulang (baterai nikel-besi), senar gitar listrik, kapsul mikrofon, pelapisan pada perlengkapan pipa, dan paduan khusus seperti permalloy, elinvar, dan invar (Engineering Record, 1896:119).
Direktorat riset dan inovasi Komisi Uni Eropa (European Commision) merilis kajian 11 ahli tentang 100 inovasi radikal saat ini yang memengaruhi masa depan umat manusia dan planet Bumi. Kajian itu juga mengulas inovasi teknologi berbasis nikel (Philine Warnke, et al., 2019).
Boeing 737 MAX terbang perdana kira-kira 2 jam 47 menit dengan dukungan aplikasi 3D printing untuk industri dirgantara. Uji-coba itu tanpa kesulitan. Boeing 737 MAX menggunakan sepasang mesin CFM International LEAP-1B dengan suku cadang bilah kompresor paduan nikel, komposit matriks keramik ringan (CMC), dan 19 nozel bahan bakar 3D printing yang terbuat dari campuran nikel-kobalt (Warnke, et al., 2019:179).
Jejak manfaat nikel sangat lama dalam sejarah peradaban manusia. Misalnya, tahun 3.500 SM, perunggu dari orang di zona Suriah (Timur Tengah abad 21), mengandung kira-kira 2 persen nikel. Manuskrip kuno Tiongkok menyebut ‘tembaga putih’ (baitong) kira-kira tahun 1.700-1.400 SM. ‘Tembaga putih’ ini diekspor ke Inggris awal abad 17 M; kandungan campuran nikel ini ditemukan tahun 1822 (McNeil, 1990:96-100). Koin campuran nikel-tembaga dicetak oleh raja Baktria Agathocles, Euthydemus II, dan Pantaleon abad ke-2 SM.
Sekitar 2,7 juta ton nikel per tahun ditambang di seluruh dunia. Tahun 2021, di
Indonesia ditambang 1 juta ton nikel; berikutnya Filipina memproduksi sekitar 370.000 ton, Rusia 250.000 ton, Kaledonia Baru 190.000 ton, Australia 160.000 ton, dan Kanada 130.000 ton (Kelly et al., 2014). Karena potensi ini, Indonesia memasukan investasi olah-nikel ke 17 kelompok usaha yang mendapat insentif fiskal dan non-fiskal (BKPM, 2020).
Sekilas nikel menjadi bahan pokok industri baterai dan kendaraan listrik yang ramah lingkungan di Indonesia. Pemerintah merilis Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang program akselerasi kendaraan listrik baterai (transportasi electric vehicle/EV). Maka nikel makin menjadi primadona.
Global Electric Vehicle Market (2019) menghitung kebutuhan pasar global sekitar 3.269.671 unit EV tahun 2019 dan 26.951.318 unit tahun 2030. Kementerian Perindustrian Indonesia menyebut target 400.000 unit EV tahun 2025 dan 5,7 juta unit tahun 2035 (BKPM, 2020).
Baca juga: Lirik Nikel, Elon Musk Kirim Timnya ke Indonesia
PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia meluncurkan mobil listrik perdana Hyundai IONIQ 5 di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada 16 Maret 2022. Produksi mobil listrik di Indonesia memiliki peluang besar, sebab Indonesia memiliki cadangan nikel sekitar 21 juta ton (BKPM, 2020).
Penghasil nikel di Indonesia terutama terdapat di Halmahera Timur (Maluku Utara), Morowali (Sulawesi Tengah), Pulau Obi (Maluku Utara), Pulau Gag di Raja Ampat. Sumber daya alam ini dilihat sebagai peluang membangun industri baterai listrik jenis NCA (nickel manganese kobalt oxide) dan NMC (nickel manganese cobalt oxide) atau smelter forenikel.
Pemerintah Indonesia dan Konsorsium Hyundai (joint-venture) membangun pabrik bateri EV khusus fasilitas penambangan, peleburan, produksi awal, kemasan baterai, stabilisator, dan fasilitas daur-ulang untuk memproduksi baterai kendaraan listrik dan ekspor sel baterai.
Indonesia Battery Corporation (IBC), gabungan empat BUMN (PLN, Antam, Inalum, Pertamina) membangun smelter feronikel di Halmahera Timur (The Haltim) dengan kapasitas 13.500 ton nikel (feronikel /TNi) per tahun.
Sejak akhir 2020, rencana investasi ke sektor industri baterai kendaraan berasal dari LG Energy Solution dari Korea Selatan khususnya pertambangan, smelter, prekursor, katoda, mobil dan fasilitas daur-ulang. LG Energy Solution Ltd adalah produsen nomor dua terbesar dunia untuk baterai EV saat ini. April 2022, LG Energy Solution berencana investasi 9 miliar dollar AS ke sektor pemurnian nikel hingga produksi sel-sel baterai di Indonesia (S Widianto, Ed Davies et al., 2022).
Contemporary Amperex Technology (CATL) juga membidik investasi pabrik baterai lithium di Indonesia. CATL asal Tiongkok, pemasok Tesla, merilis rencana investasi 9 miliar dollar AS di Indonesia pada April 2022. Sedangkan PT HKML Baterai Indonesia membangun pabrik aki mobil listrik (EV) di Karawang New Industrial City, Jawa Barat, sejak September 2021.
Akhir-akhir ini, Pemerintah Indonesia berupaya mengembangkan mata-rantai pasokan nikel dalam negeri, khususnya ekstrak bahan kimia baterai, produksi baterai, dan EV. Maka Elon Musk atau Tesla Inc dibidik. Awal Mei 2022, usaha tambang Vale asal Brasil menandatangan kesepakatan pasokan nikel Class 1 karbon-rendah ke Tesla dari zona operasi Vale di Kanada. Vale juga beroperasi di Indonesia (B Christina et al., 2022). Menurut Vale, nikel hasil produksi pada fasilitas Long Harbor (Kanada) memiliki jejak karbon setara dengan 4,4 ton CO2 untuk setiap ton nikel (G Araujo et al., 2022).
Penjualan mobil listrik (battery electric vehicle atau plug-in hybrid electric) khusus penumpang pada pasar global tahun 2019 mencapai 2,1 juta unit. Jumlah ini belum termasuk mobil listrik hibrid tanpa plugged-in. Tahun 2020, mobil listrik menyumbang 2,6 persen dari penjualan mobil di pasar dunia.
Penjualan mobil listrik naik sekitar 40 persen dari tahun ke tahun, karena kemajuan
teknologi elektrifikasi kendaraan roda dua/tiga, bus, dan truk. Sehingga investasi kendaraan listrik ramah-lingkungan, industri baterai, industri olah nikel dan kobalt untuk bahan lithium battery, menjadi bagian dari transisi besar tiap negara dari penggunaan bahan bakar fosil ke sistem energi bersih-ramah lingkungan.
Prospek bioekonomi
Dua sisi penting dari visi dan model usaha Elon Reeve Musk (Tesla Inc) yakni paduan semangat filantropi dan inovasi berbasis Iptek yang ramah-lingkungan. Misalnya, Musk Foundation menyediakan hibah 100 juta dollar AS ke proyek XPRIZE Carbon Removal, lomba Iptek skala global guna menjaring gagasan ekstraksi atau serap CO2 (karbon dioksida) dari atmosfer atau laut (University of Miami, 2018).
Baca juga: Bangun Smelter Nikel di Kolaka, CNI Grup Dapat Fasilitas Pembiayaan Rp 3,98 Triliun dari Perbankan
Tentu saja, jika visi dan model bisnis semacam ini dapat diadopsi oleh Indonesia, terbuka ruang pengembangan bioekonomi pabrik atau industri baterai dan kendaraan listrik (EV) di Indonesia.
Bioekonomi bukan semata-mata mencakup penggunaan bioteknologi dan biomass dalam proses produksi barang, jasa, dan energi atau penerapan bio-iptek bidang industri agrikultur, kesehatan, kimia dan energi. Bioekonomi juga bukan hanya penggunaan sumber-sumber daya biologis-renewable dari tanah dan air, misalnya hutan, ikan, mikroorganisma, hewan, dan tanaman guna menghasilkan pangan, bahan, produk, tekstil, dan energi (J. Albrecht et al., 2010; European Union, 2012).
Bagi Indonesia, bioekonomi harus menjamin dan menerapkan nilai keadilan, kemandirian, kebersamaan, demokrasi-ekonomi, efisiensi, berkelanjutan, kesatuan ekonomi nasional dan keberlanjutan (Psl 33 ayat 4 UUD 1945). Maka penerapan prinsip-prinsip ini ke sektor investasi baterai, kendaraan listrik, dan lain-lain, misalnya harus mewujudkan prinsip perlindungan segenap tumpah-darah atau sumber-sumber daya hidup sebagai berkat-rahmat Allah, dalam seluruh proses produksi di Indonesia.
Banyak riset ilmiah menemukan, senyawa kimia nikel berguna dalam manufaktur kimia tertentu, misalnya katalis hidrogenasi, katoda baterai isi ulang, pigmen dan perawatan permukaan logam (Nickel Institute, 2018). Nikel termasuk nutrisi pokok beberapa mikroorganisme dan tanaman yang memiliki enzim dengan nikel sebagai situs aktif (Mulrooney, et al., 2003:239–261). Nikel bermanfaat untuk biologi sejumlah tanaman, eubacteria, archaebacteria, dan jamur.
Riset ilmiah lain menyebutkan, enzim nikel seperti urease adalah faktor virulensi pada beberapa organisme. Urease mengkatalisis hidrolisis urea untuk membentuk amonia dan karbamat (Astrid Sigel, et al., 2008; Sydor, et al., 2013: 375–416). Hidrogenase NiFe dapat mengkatalisis oksidasi H2 untuk membentuk proton dan elektron, dan mengkatalisis reaksi sebaliknya, reduksi proton untuk membentuk gas hidrogen.
International Energy Agency (IEA) merilis laporan Global EV Outlook 2020 (IEA, 2020). Laporan IEA ini mengkaji infrastruktur kendaraan dan pengisian, biaya kepemilikan, penggunaan energi, emisi karbon dioksida (CO2) dan permintaan bahan baterai. Sisi penting ialah pilihan teknologi EV dan kebijakan guna menjamin prinsip keberlanjutan (sehat-lestari kehidupan manusia dan sehat-lestari ekosistem) dan pengurangan emisi CO2.
Visi IEA (2020) itu sejalan dengan Elon Musk. Misalnya, pada LiveScience, ahli biologi evolusi dan herpertolog Mike Wall, PhD, (2018) asal Idaho National Laboratory dan University of Sydney merilis visi SpaceX CEO Elon Musk tentang mobil listriknya pada podcast komedian Joe Rogan 7 September 2018 : “…the electric-car company he runs, and the need for our species to wean itself off fossil fuels. Musk described humanity’s mass displacement of carbon from the ground to the atmosphere (and from there into the oceans) as an incredibly dangerous experiment whose ultimate outcome is unknown.”
Jadi, mobil listrik Elon Musk ibarat pesan kepada spesies manusia di planet Bumi agar berhenti menggunakan bahan bakar fosil. Manusia perlu beralih dari tanah ke atmosfer dan lautan. Meskipun hasilnya masih tanda-tanya pada tahap probabilitas dan simulasi.
Sedangkan bagi Indonesia, pilihan teknologi, inovasi atau investasi harus memiliki dasar dan arah yang terukur, terkontrol, dan tidak bias sesuai filosofi Indonesia berkedaulatan rakyat yakni Pancasila sesuai amanat alinea 4 Pembukaan UUD 1945.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.