Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mengkritisi surplus neraca perdagangan Indonesia. Menurutnya, banyak hasil ekspor dengan nilai tambah tinggi malah dinikmati China.
Faisal menegaskan rekor surplus neraca perdagangan Indonesia bukan karena ekspor RI tumbuh lebih cepat ketimbang impor, melainkan hanya disumbang oleh beberapa komoditas. Pertama, batu bara.
“Ekspor kita yang melonjak itu lebih disebabkan oleh segelintir komoditas, bukan kemampuan ekspor Indonesia yang merata. Kita lihat ekspor yang meningkat sampai 77 persen tahun ini, tahun lalu 90 persen naiknya, itu batu bara,” kata Faisal dalam Catatan Awal Ekonomi 2023 INDEF, Kamis (5/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, ia menyayangkan bahwa ekspor batu bara Indonesia yang meningkat hanya dirasakan oleh kelompok tertentu. Faisal menyebut 11 orang atau grup penambang batu bara yang menikmati keuntungan tersebut.
Meski tidak merinci siapa saja 11 orang atau grup tersebut, Faisal menegaskan hal tersebut merupakan praktik politik. Menurutnya, grup-grup besar penambang batu bara banyak menaruh keuntungan hasil ekspor di luar negeri sehingga mata uang rupiah tak kunjung menguat.
Kedua, crude palm oil (CPO). Berdasarkan paparan Faisal yang menggunakan data badan pusat statistik (BPS), ekspor CPO RI tumbuh 58,5 persen tahun lalu dan naik 8,3 persen per Oktober 2022.
Ketiga, Faisal menyinggung soal komoditas ekspor yang dibangga-banggakan oleh Pemerintah Indonesia, yakni besi dan baja. Keduanya tumbuh 92,9 persen pada 2021 dan mencapai 39,5 persen per Oktober 2022.
“Tapi jangan bayangkan kita mengekspor besi dan baja. Ini yang nilai tambahnya relatif tinggi ini dinikmati oleh hampir semua perusahaan smelter China. 22 dari 23 smelter nikel ini adalah China,” tegas Faisal.
Secara total, 3 komoditas tersebut menyumbang 42,5 persen dari total ekspor non-migas. Faisal menganggap surplus neraca perdagangan Indonesia sangat terkonsentrasi dengan 3 komoditas itu. Di lain sisi, industri ketiga komoditas tersebut sedikit.
Faisal tegas menyinggung cengkeraman China di perekonomian Indonesia. Ia bahkan mengkritik keras konsep hilirisasi bahan mentah ala Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, apa yang dilakukan Jokowi ngawur.
“Petik jual, tebang jual, keruk jual, kan nilai tambahnya kecil, tapi solusinya hilirisasi yang ngawur itu. Hilirisasi mendukung industrialisasi di China, itu yang terjadi pada nikel,” kritiknya.
“Hilirisasi akan dilakukan lagi di timah. Timah itu tidak mengekspor bijih timah, kita sudah mengekspor ingot. Kemudian hilirisasi batu bara mau dijadikan DME. Jadi ngawur-ngawur, menciptakan rente (economic rent) itu,” sambung Faisal.
[Gambas:Video CNN]
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT