Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA – Langkah menggenjot industri smelter tidak diiringi dengan pengembangan industri antara membuat serapan produk mineral dalam negeri rendah.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan bahwa smelter di dalam negeri masih melakukan mengolah produk mineral logam dengan tingkat olahan rendah.
Misalnya pada produk nikel. Industri hanya mengolah komoditas bijih nikel menjadi nickel pig iron, nickel matte dan ferro nickel. Hasil olahan ini belum dapat diserap maksimal di industri antara dalam negeri menjadi produk jadi.
“Industri antara ini yang menghubungkan antara hasil olahan yang masih belum terlalu advance tersebut ke industri hilirnya [masih belum terserap],” katanya kepada Bisnis, Kamis (9/12/2021).
Lebih jelas, Faisal menyebutkan bahwa ketiadaan industri antara tersebut membuat indonesia mengekspor produk olahan tingkat awal. Kemudian mengimpor kembali untuk proses menjadi produk jadi.
Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) mengungkapkan bahwa serapan domestik untuk produk olahan smelter masih di bawah 5 persen dari total produksi.
Sekitar 95 persen produk hasil olahan di smelter diekspor ke sejumlah negara tradisional terutama China. Negara itu masih menjadi negara utama pengimpor produk olahan nikel dari dalam negeri.
Pada industri baterai, LG dan Hyundai telah membenamkan investasi Indonesia untuk memproduksi baterai. Produk hilir ini nantinya tetap memerlukan komponen seperti katoda hingga lithium. Persoalannya, industri tersebut belum ada di Indonesia.
“Antara industri baterai dengan industri yang mengolah produk olahan dari smelter ini yang belum ada. Antara hasil olahan nikel dengan industri hilir di baterai itu yang belum ada,” terangnya.
Sementara itu pada industri besi dan baja, CORE Indonesia mendorong agar PT Krakatau Steel Tbk. (KRAS) dapat dimanfaatkan sebagai penyerap hasil olahan smelter untuk produk besi baja.
Faisal menduga adanya ketidakcocokan antara kebutuhan KRAS dengan hasil olahan smelter. “Sepertinya ada yang missing link antara yang dibutuhkan Krakatau Steel untuk membuat besi baja dengan bahan baku yang semestinya disuplai oleh smelter.”
KRAS selama ini masih mengimpor kebutuhan untuk produksi besi – baja. Padahal Indonesia salah satu penghasil logam maupun bijih besi untuk menghasilkan produk jadi.
“Makanya mestinya kan linked [industri antara] ini dibangun di dalam negeri, bukan hanya berorientasi pada kebutuhan yang ada di luar negeri,” terangnya.
Dia menilai perlu adanya pemetaan ulang industri eksisting. Selain itu, koordinasi antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian mesti diperkuat. Langkah ini kemudian dibarengi dengan menggenjot industri antara dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.