kaltengonline.com-Kehadiran dunia usaha di Kalimantan Tengah (Kalteng) sejatinya bisa menyejahterakan masyarakat, terutama di sekitar area konsesi. Sayangnya, kehadiran beberapa industri pertambangan tidak begitu menggembirakan bagi warga. Tidak sedikit perusahaan tambang yang mengabaikan aturan ketika melakukan pengerukan sumber daya alam (SDA) di Bumi Tambun Bungai ini.
Tercatat ada empat perusahaan tambang bijih besi dan emas yang dinilai mengabaikan aturan ketika beroperasional di wilayah Kalteng, tepatnya di wilayah Kabupaten Lamandau. Yakni PT Lawin Makmur Abadi, PT Baoly Mineral, PT Farindo Agung, dan PT Farindo Bersaudara.
Menanggapi itu, Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran mengambil tindakan tegas dan terukur dengan memberikan sanksi sampai pada pencabutan perizinan.
Sanksi terhadap keempat perusahaan pertambangan tersebut tertuang dalam surat nomor 180/2782/1.2/HUK yang dikeluarkan oleh Biro Hukum Setda Kalteng. Surat tersebut ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng. Surat yang ditandatangani Kepala Biro Hukum Setda Kalteng Maskur itu dikeluarkan pada 7 Desember 2022.
Sanksi terhadap keempat perusahaan dibenarkan oleh Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng Joni Harta. Sanksi diberikan karena keempat perusahaan dinilai tidak menaati aturan yang berlaku.
“Surat sudah ditandatangani gubernur untuk selanjutnya diberi sanksi kepada perusahaan yang melanggar aturan,” tegas Joni Harta selaku Plt Kepala DLH, Senin (9/1).
Joni menyebut, PT Lawin Makmur Abadi mendapat sanksi pencabutan izin lingkungan pertambangan. Perusahaan yang bergerak di bidang penambangan bijih besi itu beroperasi di wilayah Kecamatan Sematu Jaya, Kabupaten Lamandau. Sanksi yang sama juga diberikan kepada PT Baoly Mineral, perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Bulik, Lamandau. Sedangkan untuk PT Farindo Agung dan PT Farindo bersaudara diberi sanksi berupa teguran tertulis.
Dijelaskan Joni, perizinan PT Baoly Mineral dan PT Lawin Makmur Abadi dicabut karena berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa persetujuan lingkungan menjadi prasyarat penerbitan perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah. Persetujuan berakhir bersamaan dengan berakhirnya perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah.
“Sesuai peraturan perudangan yamg berlaku, apabila terjadi pelanggaran, maka gubernur tidak segan-segan untuk mencabut persetujuann lingkungan/izin lingkungan perusahaan yang diketahui melanggar aturan,” tegas Joni.
Menurut Joni, pemberian sanksi kepada PT Farindo Agung karena dinilai tidak melakukan perubahan persetujuan lingkungan terhadap perubahan kepemilikan melalui perubahan data perseroan berdasarkan akta pernyataan keputusan sirkuler para pemegang saham di luar rapat umum pemegang saham luar biasa nomor 03 yang dibuat oleh Notaris Yuli Hanifah SH pada tanggal 10 Juni 2021. Selain itu, PT Farindo Agung juga tidak memiliki persetujuan teknis dan surat kelayakan operasional (SLO) terkait pembuangan air limbah dan pembuangan air limbah domestik, serta tidak memiliki rincian teknis pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Sedangkan PT Farindo Bersaudara diberi sanksi atas pelanggaran tidak melaporkan rencana usaha dan atau kegiatan melalui pelaporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL) dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terakhir sejak dilakukannya pengawasan pengelolaan lingkungan saat ini dan atau sejak diterbitkannya surat keputusan kelayakan lingkungan atau izin lingkungan.
“PT Farindo Bersaudara dan PT Farindo Agung diberi sanksi tertulis karena tidak menjalankan aturan yang telah ditetapkan,” ucap Joni.
Dikatakan Joni, pemberian sanksi oleh pemerintah provinsi kepada beberapa perusahaan tersebut sekaligus menjadi peringatan terhadap perusahaan lain agar menjalankan aturan yang telah ditetapkan.
“Kami tidak akan diam apabila ada perusahaan yang tidak taat aturan, beberapa perusahaan yang disanksi ini merupakan bentuk peringatan kepada perusahaan lainnya, apalagi terkait dengan pencemaran lingkungan,” tegas Joni.
Pembukaan Jalan PT Farindo Agung Diprotes Warga PT Farindo Agung saat ini sedang melaksanakan aktivitas pertambangan di wilayah Desa Kawa, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau. Baru beberapa bulan beroperasi, PT Farindo Agung mulai berulah. Perusahaan dituding melakukan pembukaan jalan tanpa permisi dengan warga setempat. Bahkan sejumlah warga mengaku menjadi korban perampasan tanah tanpa ada ganti rugi dari perusahaan tambang tersebut.
Alhasil keberadaan PT Farindo Agung banyak menuai protes warga, yang menuntut hak lahan tanah mereka dikembalikan.
“Perusahaan (PT Farindo Agung) ini dulunya (manajemen-nya) bagus, tapi setelah berganti atau take over, semua jadi kacau, dengan masyarakat sekitar saja tidak ada komunikasi, termasuk saat membuka jalan, pos, dan lainnya, banyak lahan warga yang diserobot,” kata seorang warga setempat saat ditemui awak media, Kamis (12/1).
Warga sudah melayangkan protes kepada perusahaan saat pembukaan jalan menggunakan alat berat, tapi tidak digubris sama sekali. Bahkan pembangunan jalan terus berlanjut sampai saat ini.
Merasa tidak ditanggapi perusahaan, saat ini warga mengupayakan proses, menuntut hak mereka dengan memberikan kuasa kepada para tokoh desa setempat, guna mendapatkan kembali lahan atau tanah mereka yang kini masuk dalam wilayah perusahaan.
“Bahkan tanaman warga (tanam tumbuh) juga banyak yang digarap paksa oleh perusahaan tanpa ada pemberitahuan dan ganti rugi kepada pemilik lahan,” jelasnya.
Berdasarkan hasil pantauan awak media di lapangan, saat ini perusahaan tambang biji besi tersebut sedang memulai eksplorasi alam tahapan awal dengan mengambil sampel, pembukaan jalan, serta membangun mes karyawan.
Pembukaan jalan dilakukan di lahan milik pemerintah desa yang dahulunya merupakan jalan menuju lahan pertanian warga. Begitu pula dengan kantor besar yang saat ini digunakan merupakan bangunan eks lumbung padi milik warga setempat.
Perusahaan tambang biji besi PT Farindo Agung menanggapi keluhan warga terkait komplain atas pembangunan jalan yang menjadi akses menuju perusahaan PT Farindo. Pihaknya mengakui jika memang tidak ada ganti rugi pada lahan yang digunakan untuk pembukaa/pelebaran jalan yang dimaksud.
Humas PT Farindo Agung menjelaskan, akses jalan menuju perusahaan berjarak sekitar 12 kilometer yang berstatus milik pemerintah desa setempat dan eks HPH milik PT Alas yang sudah tidak dipakai lagi.
“Akses jalan perusahaan ini sepanjang 12 kilometer, 6 km merupakan jalan menuju pertanian yang kami buka (lebarkan), sedangkan sisanya merupakan jalan eks perusahaan HPH milik PT Alas yang sudah tidak dipakai lagi, jadi kami bersihkan,” ucap Humas PT Farindo Agung Alda Putra saat dikonfirmasi awak media, Jumat (13/1).
Dikatakannya, jalan tersebut sudah ada sejak dahulu dan digunakan warga untuk mengangkut hasil perkebunan. “Dulu jalannya sempit, sekarang kami lebarkan menggunakan alat berat, jadi memang tidak ada ganti rugi, karena memang jalan itu sudah ada sejak dulu,” tuturnya.
Pihaknya juga meminta kepada warga yang keberatan atas lahan mereka yang terimbas pelebaran jalan agar melapor ke perusahaan.
“Sampai saat ini tidak ada laporan dari warga yang merasa dirugikan atau lahannya diambil, dan selama proses pelebaran jalan, kami juga dikawal, kalau memang itu ada lahan milik warga, harusnya sejak awal pembersihan jalan dihentikan,” imbuhnya.
Menurutnya, perusahaan tidak pernah mengklaim bahwa jalan tersebut milik PT Farindo, melainkan jalan bersama yang nisa digunakan warga dan perusahaan.
Keseriusan PT Farindo dalam berusaha di wilayah Kabupaten Lamandau patut dipertanyakan. Pasalnya, keberadaan perusahaan yang seharusnya memenuhi kewajibannya untuk menyediakan akses jalan sendiri, justru menggunakan jalan milik desa untuk aktivitas perusahaan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun awak media di lapangan, ada dua perusahaan tambang yang jaraknya berdampingan beroperasi di Desa Kawa, Kecamatan Delang, Kabupaten Lamandau. Perusahaan tersebut adalah PT Farindo Agung yang kini sudah di-take over dan mulai beroperasi lagidan PT Farindo Bersaudara yang bergerak di bidang penambangan emas tapi belum beroperasi.
PT Farindo Agung dengan manajemen baru usai take over mendapat banyak protes lantaran tidak melibatkan warga dan koordinasi dengan masyarakat setempat, termasuk dalam hal pembukaan/pelebaran jalan. (irj/lan/ce/ala/ko)
© 2022 KaltengOnline.com – Media Online Kaltengpos
© 2022 KaltengOnline.com – Media Online Kaltengpos