Kendaraan truk melakukan aktivitas pengangkutan ore nikel ke kapal tongkang di salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. (ANTARA FOTO/Jojon/foc)
JAKARTA, Investor.id – Indonesia kalah di sidang Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) dalam kasus larangan ekspor nikel mentah. Ada dua konsekuensi yang bakal dihadapi Indonesia.
Pertama, Indonesia harus membayar kerugian kepada Uni Eropa (UE) selaku penggugat yang ditimbulkan dari larangan ekspor nikel. Kedua, menghadapi pembalasan dari Uni Eropa dalam larangan komoditas lain Indonesia ataupun dalam larangan instrumen fiskal.
Baca juga: Kerap Ditakut-takuti soal Larangan Ekspor, Jokowi: Pertengahan Tahun Mungkin Stop Tembaga
Hal itu ditegaskan Laura Astrid Hasianna Purba, kandidat doktor hukum lingkungan dan peneliti di Universitas Indonesia dalam kajian, dikutip Kamis (19/1/2023).
Menurut dia, pemerintah bajal melarang ekspor biji tembaga dan besi tahun 2024. Sebab, Indonesia ingin Eropa, Tiongkok, dan Amerika Serikat (AS) untuk memanfaatkan komoditas Indonesia sebagai bahan baku beberapa produk industri, sehingga ada penerimaan negara melalui pajak, penciptaan lapangan pekerjaan.
Baca juga: Unit Bisnis Nikel Merdeka Gold (MDKA) Mau IPO
Dia menyebutkan, saat Indonesia masih mengekspor bjih nikel mentah (raw materials), devisa yang diraih hanya US$ 1,1 miliar. Tetapi, ketika melakukan hilirisasi tahun 2021, nilai ekspor Indonesia nikel melonjak menjadi US$ 20,8 miliar, naik 18 kali.
Namun, dia menegaskan, larangan ekspor nikel mentah digugat oleh Uni Eropa di WTO. Hasilnya, Indonesia kalah di Dispute Settlement Body (DSB), Badan Penyelesaian Sengketa di WTO, dalam kasus DS 592. Pengungat kebijakan adalah The European Steel Association (Eurofer). Dalam laporan final WTO 17 Oktober 2022 di panel in dispute, Indonesia dinyatakan kalah dan bisa berlanjut ke Appelliate Body, yaitu arbitrase tingkat banding di WTO. Di level ini, Indonesia bisa menang atau bisa kalah.
Baca juga: BASF-Eramet Finalisasi Investasi Smelter Nikel di Indonesia Rp 39 T untuk Baterai EV
Menurut dia, nikel merupakan komponen penting dalam baja tahan karat (stainless steel/SS). Di baja ini, nikel mampu meningkatkan ketahanan baja terhadap korosi. Komposisi nikel dalam SS sekitar 45% dari biaya produksi.
Berdasarkan hasil penelitian tahun 2020, Indonesia berkontribusi 30% dari total produksi bijih nikel dunia, sedangkan perkiraan jumlah nikel Indonesia mrencapai 52% dari total nikel dunia. Bisa dibayangkan betapa tergantungnya UE terhadap biji nikel Indonesia dalam memproduksi SS. Di bawah Eurofer, ada sekitar 500 pabrik yang tersebar di Uni Eropa. Total produksi baja sekitar kawasan itu mencapai 125 milliar euro tahun 2024 atau hampir sebesar ABPN Indonesia tahun 2023.
Di level dunia, dia menerangkan, Asia memproduksi 72% kebutuhan baja dunia, sedangkan di level Eropa 16,2%. Baja digunakan mulai dari bangunan rumah, kelengkapan kamar mandi, furnitur, kendaraan listrik yaitu mobil dan motor, sepeda handphone, laptop, kamera, jam tangan, sekalipun dalam bentuk komponen yang kecil.
Adapun sektor-sektor yang memerlukan baja yakni ektor konstruksi sebesar 37%, otomotif 16%, mekanikal engineering 15%. Artinya, baja adalah tulang punggung industri. Suatu negara yang ingin memiliki industri teknologi maju harus memiliki industri baja dalam negeri yang kuat.
Baca juga: Ekspor Bijih Bauksit Dilarang, Antam (ANTM) Terpengaruhkah?
Dia menegaskan, kalau Indonesia mencabut larangan ekspor biji nikel sebagaimana yang diinginkan oleh UE, rencana hilirisasi industri Indonesia terancam. Padahal, pemerintah menargetkan memiliki 30 smelter nikel tahun 2024. Saat ini, ada 13 smelter nikel yang sudah beroperasi, sedangkan 17 dalam tahap pembangunan, Target tersebut diperkirakan membutuhkan nilai investasi US$ 8 miliar atau Rp 120 triliun.
“Pembangunan smelter penting, karena melalui smelter, kita mengolah biji nikel menjadi feronikel atau nikel matte. Nikel matte memiliki kadar nikel 78%, sehingga nilainya lebih tinggi dibandingkan feronikel berkisar 25-45%,” tegas dia.
Selain itu, dia menjelaskan, nikel bisa menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik (electric vehicle). Adapun alasan pemerintah mempercepat pemberlakukan larangan ekspor biji nikel adalah volume nikel diekspor sudah terlalu besar. Saat ini, cadangan nikel yang bisa ditambang di Indonesia sekitar 72 juta ton dengan perkiraan 7-8 tahun.
“Indonesia mempunyai rencana sendiri untuk diapakan cadangan nikel ini. Dasar dari lawyer Indonesia dalam sidang WTO adalah keterbatasan cadangan nikel nasional dan penerapan good mining practices,” ujar dia.
Baca juga: Antam (ANTM) Finalisasi Proyek Baterai EV US$ 6 Miliar
Kedua, dia menegaskan, perkembangan teknologi yang sudah maju. Misalnya Indonesia bisa memproses biji nikel dengan kadar rendah yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai EV. Oleh karena itu, pemerintah ingin membangun ekosistem kendaran listrik di Indonesia, bukan hanya ingin impor mobil kendaraan listrik, tetapi memproduksi baterai, pengisian ulang listrik (charging station).
KTT G20 di Bali, kata dia, menjadi etalase bagaimana visi transportasi listrik yang sangat terkiat dengan green issues ingin dicapai. Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara juga dibangun diatas visi transportasi listrik ini. Ketiga, smelter nikel yang sudah mencukupi untuk mengolah bijih nikel menjadi feronikel dan nikel matte.
“Pada prinsipnya Indonesia ingin kerja sama berbentuk baru dengan Tiongkok, Eropa dan Amerika Serikat, yakni bukan jualan bahan mentah. Namun, pemerintah sudah memperkirakan Indonesia kalah di sidang WTO,” tulis dia.
Editor : Harso Kurniawan (harso@investor.co.id)
Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Pengusaha Ingin Pengganti Jokowi Harus Bisa Melanjutkan Kebijakan Hilirisasi
Energy Watch Puji Langkah Jokowi Banding Putusan WTO Soal Nikel
Terpopuler
01
Bisnis Pesan Antar Makanan GOTO Ternyata Seperti Ini
Jumat, 20 Jan 2023 | 07:45 WIB
02
BUMI Dapat Sentimen Positif Ini, Target Harga Sahamnya Tinggi
Jumat, 20 Jan 2023 | 20:30 WIB
03
Empat Perusahaan Segera Melantai di Bursa
Jumat, 20 Jan 2023 | 04:00 WIB
04
Ssstt! Segini Jumlah Kekayaan Lo Kheng Hong Hasil Investasi Saham 30 Tahun Lebih
Jumat, 20 Jan 2023 | 16:54 WIB
05
Masih Periode Lock-up, kok Saham Haji Asep di ZATA sudah Berkurang?
Jumat, 20 Jan 2023 | 09:29 WIB
Terkini
Pemerintah Ajak Para Insinyur Kembangkan IKN
Sabtu, 21 Jan 2023 | 23:12 WIB
MRT East – West Line Diakselerasi, Bisa Angkut 1,2 Juta Penumpang per Hari
Sabtu, 21 Jan 2023 | 22:46 WIB
Kemenag Benarkan Arab Saudi Turunkan Paket Layanan Haji 30%
Sabtu, 21 Jan 2023 | 22:07 WIB
Siap Digelar Februari, Indonesia Fashion Week 2023 Promosikan Sulam Karawo Gorontalo
Sabtu, 21 Jan 2023 | 22:00 WIB
Gaet Kemenparekraf, Danone Kembangkan 14 Desa Wisata
Sabtu, 21 Jan 2023 | 21:34 WIB
Anda belum login
Anda belum login
Sign InorSign Up
Email
Password
Nama
Email
Password
Ulangi Password
Email
Password
Nama
Email
Password
Ulangi Password
Pencarian
INVESTOR.id
Copyright ©2023 Investor Daily. All Rights Reserved