Kementerian ESDM melobi perbankan nasional untuk mendorong percepatan hilirisasi bauksit. Hal ini menyusul keluhan para pelaku usaha yang sulit memperoleh pendanaan dari bank untuk proyek pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara, Tri Winarso, mengatakan pihak Kementerian ESDM tengah mencari solusi terbaik untuk mengakselerasi persiapan infrastruktur penunjang pelarangan ekspor bijih bauksit yang mulai berjalan pada Juni mendatang.
“Baru mau didiskusikan secara intens, musti diskusi juga dengan pihak bank yang bersangkutan. Sementara ini belum,” kata Tri saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Senin (9/1).
Tri melanjutkan, pihak bank umumnya akan melihat arus kas perusahaan sebelum memutuskan untuk memberi pendanaan pada pembangunan smelter.
Menurut hitungan pelaku usaha, dibutuhkan rata-rata belanja modal senilai US$ 1,2 miliar atau setara Rp 18,6 triliun untuk membuat satu unit smelter dengan kapasitas pengolahan 6 juta ton bijih bauksit menjadi 2 juta ton alumina per tahun.
“Nanti arus kas dari perusahanan itu seperti apa kalau misalnya smelter itu terbangun, ya musti harus ketemu dulu dengan banknya,” ujarnya.
Tri juga menyampaikan bahwa kemajuan pembangunan smelter bauksit di dalam negeri sejauh ini masih berada di angka tiga unit dari 12 unit smelter yang dibangun.
Tiga smelter tersebut yakni pabrik pengolahan bijih bauksit dengan keluaran smelter grade alumina (SGA), yang dimiliki PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Bintan Alumina. Kedua smelter dengan kapasitas input bijih bauksit mencapai 12,5 juta ton itu dapat memproduksi olahan bauksit mencapai 4 juta ton setiap tahunnya.
Sementara itu, smelter dengan keluaran chemical grade alumina (CGA) milik PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas input bijih bauksit mencapai 750 ribu ton. Smelter tersebut dapat menghasilkan olahan bauksit sebesar 300.000 ton.
Kemudian, terdapat satu smelter pengolahan produk lanjutan produk olahan bijih bauksit menjadi aluminium, ingot dan billet yang dioperasikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Smelter itu memiliki kapasitas produksi 345.000 ton.
“Iya memang ada beberapa yang ini. Pokoknya ini kami lagi diskusikan agar cepat. Untuk progresnya ada yang di bawah 50%, tapi yang jelas tiga smelter sudah jadi,” kata Tri.
Sebelumnya diberitakan, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menyampaikan bahwa sumber pendanaan atau pinjaman untuk pembangunan smelter bijih bauksit terbilang sulit.
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I, Ronald Sulistyanto, mengatakan bahwa sumber pendanaan atau suntikan modal dari lembaga keuangan di Tanah Air kian sulit untuk menyalurkan pinjaman kepada pelaku usaha industri bauksit.
“Kami ajukan ke Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) saja ditolak. Kami sebetulnya minta tambahan ekuiti agar posisi kami bisa sejajar dengan investor, tapi gak bisa juga,” kata Ronald kepada Katadata.co.id melalui sambungan telepon pada Jumat (30/12/2022).