Aktivitas hilirisasi komoditas nikel.
JAKARTA, investor.id – Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia, dengan produksi nikel pada tahun 2021 mencapai angka 1 juta metrik ton atau 37,04% di dunia. Cadangan nikel di Indonesia diperkirakan mencapai 21 juta metrik ton dan Maluku Utara adalah salah satu basis tambang nikel di Indonesia yang potensinya terhadap ekonomi RI cukup signifikan.
Badan Pusat Statistik, mencatat, surplus neraca perdagangan Maluku Utara Januari hingga Agustus 2022 sebesar US$ 3,21 juta. Surplus perdagangan ini dominasi oleh komoditi mineral besi, baja, dan nikel yang tercatat tumbuh 10,34%.
Dengan potensinya yang besar, maka industri nikel di Indonesia dinilai perlu dikembangkan secara komprehensif. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, saat ini ada 48 proyek smelter nikel yang ditargetkan seluruhnya dapat beroperasi pada tahun 2024. Proyek-proyek smelter ini berlokasi di Banten, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara.
"Memang saat ini ada, khususnya smelter nikel, ada 48 proyek yang kita harapkan bisa selesai di 2024. Memang sekarang ada kendala yang timbul yang diakibatkan kondisi sekarang dan juga kesulitan lain dari industri pertambangan untuk membangun smelter," ujar Arifin dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, Kementerian ESDM terus berupaya untuk menjembatani kebutuhan para investor tersebut untuk dapat merealisasikan proyek smelter yang sudah direncanakan. Hal tersebut juga untuk mewujudkan cita-cita Indonesia di sektor minerba.
"Cita-cita Indonesia, nanti untuk bisa membangun industri hilirisasi dari hulu ke hilir yang memberikan nilai tambah yang tinggi, juga menyerap tenaga kerja, dan hal positif lain yang akan bisa diterima oleh Indonesia. Jadi Kementerian ESDM mendukung penuh program hilirisasi yang memang sudah kita canangkan. Mudah-mudahan dalam waktu yang sudah kita targetkan cita-cita ini bisa kita capai," ujarnya.
Salah satu proses yang dapat dilakukan untuk memberikan nilai tambah, khususnya bagi bijih nikel berkadar rendah, adalah dengan proses hidrometalurgi. Proses ini dapat mengolah bijih nikel dengan kadar rendah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.
Steven Brown, praktisi industri nikel menyatakan, tanpa adanya baterai, maka transisi energi tidak akan terjadi. Teknologi baterai menurutnya berkembang dengan cepat, baik menggunakan nikel atau bukan.
Walaupun nikel bisa digantikan dengan komoditas mineral lain, tetapi hanya nikel yang mampu membuat baterai menjadi optimum. "Yang jelas nikel ini optimum. Baterai yang optimum punya nikel karena dia high energy, namun downside high cost," kata Steven dalam sebuah diskusi.
Maka dari itu, sebutnya, dengan kelebihan yang dimiliki nikel, maka transisi energi akan bergantung pada nikel. Tanpa adanya nikel, maka transisi energi berpotensi tertunda. "Jadi bisa lihat transisi energi tergantung pada nikel, tanpa ada nikel, kita mungkin akan ada transisi ke EBT, tapi akan delay," katanya.
Pelaku usaha sektor pertambangan dan hilirisasi nikel memahami urgensi kebutuhan untuk transisi energi. Head of External Relation Harita Nickel Stevi Thomas menyatakan pihaknya telah menerapkan teknologi energi yang bersih. “Ini sejalan dengan tiga area prioritas transisi energi yang ditetapkan Presidensi G20 Indonesia, khususnya teknologi,” ungkap Stevi.
Sejak tahun 2021 Harita Nickel, melalui PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) yaitu anak usaha PT Trimegah Bangun Persada (PT TBP) telah menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) dalam mengolah dan memurnikan nikel kadar rendah (limonite).
Dari proses ini dihasilkan intermediate product berupa mixed hydroxide precipitate (MHP) selanjutnya perlu diolah lebih lanjut agar diperoleh logam nikel dan cobalt murni secara terpisah. “Teknologi ini memungkinkan kami menyuplai bahan baku untuk mengurangi emisi di dunia,” imbuhnya.
Sebagai catatan, PT HPL yang mulai beroperasi pada pertengahan 2021 di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, adalah perusahaan pionir di Indonesia dalam memproduksi bahan baku utama baterai kendaraan listrik (MHP) dan memiliki kapasitas produksi 365 ribu WMT per tahun.
Editor : Mashud Toarik (mashud_toarik@investor.co.id)
Baca berita lainnya di GOOGLE NEWS
Berita Terkait
Imbal Balik Kebijakan Transisi Energi
Lewat Kolaborasi, Transisi Energi Bisa Berjalan Mulus
Kepemimpinan Masa Depan dan Energi Terbarukan
Terpopuler
01
Heboh Pengendali Jual Saham Perusahaan yang Baru IPO, Bos Usia 20-an Ini Ungkap Fakta
Sabtu, 21 Jan 2023 | 20:00 WIB
02
Net Buy Mulai Kencang, Asing Serbu Saham-Saham Ini
Minggu, 22 Jan 2023 | 22:40 WIB
03
Permintaan Baja dan Besi Bakal Tinggi, Cermati Dua Saham Jagoannya
Minggu, 22 Jan 2023 | 16:00 WIB
04
Disokong Sosok Ini, Petrosea (PTRO) Bakal Kasih Kejutan Besar?
Minggu, 22 Jan 2023 | 17:00 WIB
05
Kenaikan Komoditas Emas Masih Menarik, Simak Target Harga Saham-Saham Unggulannya
Sabtu, 21 Jan 2023 | 10:00 WIB
Terkini
Libur Panjang, Harga CPO Bakal Diperdagangkan Lebih Rendah Pekan Ini
Senin, 23 Jan 2023 | 06:00 WIB
Jasa Marga Catat 340 Ribu Kendaraan Tinggalkan Jabotabek
Senin, 23 Jan 2023 | 05:00 WIB
Kemeriahan Imlek 2023 Gairahkan Pengunjung Grand Indonesia
Minggu, 22 Jan 2023 | 22:49 WIB
Net Buy Mulai Kencang, Asing Serbu Saham-Saham Ini
Minggu, 22 Jan 2023 | 22:40 WIB
Sentul-Hambalang Segera Geser Puncak
Minggu, 22 Jan 2023 | 21:52 WIB
Anda belum login
Anda belum login
Sign InorSign Up
Email
Password
Nama
Email
Password
Ulangi Password
Email
Password
Nama
Email
Password
Ulangi Password
Pencarian
INVESTOR.id
Copyright ©2023 Investor Daily. All Rights Reserved