PONTIANAK, SP – Bisnis Tambang Bauksit di sejumlah daerah di Kalimantan Barat, terutama di kabupaten menjadi primadona unggulan beberapa tahun belakangan ini. Kantor Bea Cukai di Pontianak mengakui pajak ekspor terbesar berasal dari galian seperti gundukan tanah merah tersebut.
Tim Liputan Khusus Suara Pemred di lapangan mengendus, ada nama-nama orang besar yang berdomilisi di Jakarta berada di balik bisnis tambang bauksit di Kalbar.
Nama-nama itu santer menjadi pemilik atau sebagian berada di balik setiap perusahaan tambang bauksit.
Padahal, hingga kini mereka belum juga membangun pabrik smelter di Kalbar sebagai ketentuan aturan wajib yang telah ditentukan negara, kecuali PT. WHW, PT. CIA, PT. Aneka Tambang, dan PT. Inalum.
Selain itu dari penyelusuran Suara Pemred banyak pengusaha atau perusahaan tambang menggarap di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mereka miliki.
“Nama orang gede atau pejabat ternama di negeri ini, ada di balik perusahaan tambang itu sudah santer di kalangan pemain tambang. Jadi wajar, banyak yang segan untuk mengotak atik,” kata salah seorang mantan pengusaha tambang yang kini sudah pensiun.
“Nah ini akhirnya dijadikan modus untuk menggarap semau mereka, mulai dari permainan kuota, penggelapan pajak, menambang tanpa izin, hingga menambang di lokasi yang bukan tempat atau wilayahnya, menjual di pasar gelap hingga tumpang tindih izin lahan,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, akan menelusuri dugaan PT Putera Ketapang Mandi (PKM), perusahaan tambang bauksit patut diduga melakukan aktifitas illegal di Desa Subah dan Desa Beginjan, Kecamaan Tayan, Kabupaten Sanggau.
Kepala Dinas Perindustrian dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Barat, Kamaruzzaman, Minggu, 28 November 2021, menjelaskan, pengusutan dengan mengecek sinkronisasi data di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
“Pasti ada datanya kalau memang legal. Sektor pertambangan pengawasannya ketat dan semua proses perizinan langsung ditangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” kata Kamaruzzaman.
Suara Pemred, mendapat Peta Rupa Bumi Indonesia 1:250.000 dan Peta Administrasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat 1:250.000, atas nama PT PKM seluas 7.550 hektar di Desa Subah dan Desa Beginjan, Kecamatan Tayan.
PT PKM patut diduga telah melakukan aktifitasnya sudah tiga tahun terakhir, tanpa diselidiki otoritas berwenang, apakah mengantongi izin resmi atau tidak.
Suara Pemred, menelusuri data di website Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, melalui ESDM One Map.
Setelah penelusuran tiba di laman geoportal.esdm.go.id, khsusus di wilayah Kecamatan Tayan, terutama di Desa Subah dan Desa Beginjan, tidak ditemukan data PT PKM.
Di wilayah Desa Subah dan Desa Beginjan, Kecamatan Tayan, di dalam geoportal.esdm.go.ig, tercantum nama PT Dampec Resources. Itu berarti PT PKM patut diduga bekerja di lahan milik PT Dampec Resources.
PT PKM sampai berita ini diturunkan, belum berhasil dikonfirmasi. Seseorang bernama Haidar Mubarak, salah satu petinggi PT PKM, juga belum bisa dihubungi, karena disebutkan sangat jarang berada di Provinsi Kalimantan Barat.
Ketika ditemui di Pontianak, Selasa, 23 November 2021, Haidar Mubarak, berjanji paling lambat tiga hari akan bertemu untuk memberikan klarifikasi, berupa hak jawab.
Suara Pemred, kemudian mengirim pesan lewat WhatsApp tentang hak jawab, sebanyak dua kali, yaitu Rabu siang, 24 November 2021, dan terakhir Sabtu pagi, 27 November 2021, tapi sampai berita ini diturunkan, Haidar Mubarak, belum memberikan hak jawab.
Berapa penjelasan singkat yang diungkap Haidar Mubarak dalam pertemuan dengan Suara Pemred di Pontianak, Selasa, 23 November 2021, tidak dikutip Suara Pemred dalam pemberitaan Senin, 29 November 2021, hari ini, karena yang bersangkutan berjanji memberikan hak jawab secara resmi paling lambat tiga hari mendatang.
“Saya hanya sebagai kontraktor dan tidak memiliki IUP,” katanya.
Hasil investigasi Suara Pemred di Desa Subah dan Desa Beginjan, Kecamatan Tayan, Kabupaten Sanggau, warga masyarakat di sekitarnya membenarkan, ada nama Haidar Mubarak nama pemilik perusahaan yang melakukan penambangan bauksit di wilayah itu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Arifin Tasrif, sebelumnya, menengaskan, peta resmi pertambangan, mengacu kepada ESDM One Map, sebagai data terpadu dan terpusat yang sudah diluncurkan pada 31 Mei 2017.
Sebuah sumber yang tidak bersedia disebutkan namanya, mengatakan, apabila nama perusahaan tidak tercantum di dalam ESDM One Map, berarti keberadaan perusahaan tersebut adalah illegal, sehingga harus ditutup.
Dengan demikian, peta yang dibuat PT PKM merupakan peta abal-abal, alias peta illegal.
Pelanggaran 18 Perusahaan Tambang
Data Suara Pemred, menyebutkan 148 perusahaan pertambangan di Kalimantan Barat, sebanyak 18 perusahaan pertambangan menyalahgunakan izin di Provinsi Kalimantan Barat, dan sebagian besar beroperasi di Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Ketapang.
Pertama, PT MGI di Kabupaten Ketapang. Bentuk pelanggaran, hanya sebagian kecil yang di stock ke pabrik smelter. Sebagian besar besar di eksport ke China, kedok mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Bisa dicek jumlah pengapalan yang telah dilakukan perusahaan ini dengan jumlah kuota yang dimiliki ada kemungkinan untuk memenuhi jumlah kuotanya menerima produksi bauksi bauksit dari perusahaan lainnya yang tidak memiliki kuota
Kedua, PT SEB di Kabupaten Ketapang, melakukan pelanggaran berupa sudah produksi bauksit yang tujuan penjualannya adalah ke salah satu smelter. Kemungkinan modusnya jual ke pemilik kuota lainnya. idak/belum melaksanakan reklamasi pada lahan bukaan
tambang sesuai rencana dokumen reklamasinya
Ketiga, PT BAA di Kabupaten Ketapang, melakukan pelanggaran, Kuota yang dimiliki setiap tahun bertambah terus sementara jumlah resource bauksit pada lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP)-nya sudah tidak mencukupi, modus yang terjadi.
Mengambil bauksit dari perusahaan lain untuk mencukupi kuota eksportnya, menambang bauksit dari lokasi lain di luar IUP. BBA dan di stock di lokasi stockpile lain. isu bahwa PT. BBA telah melakukan penambangan di Kawasan Hutan (cek juga lokasi bekas tambangnya dengan Global Posisition System).
Cek program reklamasinya pada lahan bekas tambang yang tidak dilaksanakan atau mungkin tidak sesuai dengan dokumen Rencana Reklamasi PT. BBA ada kecenderungan perusahaan tiidak melakukan program ini.
Keempat, PT DSJ di Kabupaten Sanggau, melakukan pelanggaran, memiliki kuota ekspor dan cenderungan mengajukan permohonan penambahan jumlah kuota eksport setiap tahun sementara resourcenya tidak sesuai atau kemungkinan target produksinya yang tidak tercapai. Tidak ada aktifitas reklamasi.
Kelima, PT LAM di Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang, melakukan pelanggaran, telah memilki kuota eksport dan sudah memproduksi bauksit, modus yang bisa korelasi di lapangan, resource bauksitnya tidak sesuai dengan kuota jumlah kuota ekspornya, ada kemungkinan membeli dari pemegang IUP. Program reklamasi tidak sesuai perencanaan.
Keenam, PT PPR, di Kabupaten Sanggau, memiliki 2 perusahaan lagi yang satu group, dan yang memiliki kuota eksport adalah PT. PPC. Perusahaan ini telah memproduksi bauksit dan beberapa kali eksport (shipping) ke Cina.
Modus yang bisa korelasi di lapangan, pembangunan smelter tidak sesuai dengan perencanaannya, kegiatan reklamasi tidak sesuai dengan luas bukaan tambangnya sesuai dokumen Rencana Reklamasi Perusahaan, dokumen kepemilikan Perizinan Sub Kontraktor (harus memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan, atau IUJP)
Ketujuh, PT BRI di Kabupaten Sanggau, dalam proses pengajuan kuota eksport, namun telah memprodusksi bauksitnya dan menurut keterangan menjual bauksitnya ke Ketapang.
PT BRI menjual produksi bauksitnya ke pemegang kuota eksport, cek rencana dan kemajuan pabrik smelternya, bisa jadi hanya kedok saja mengingat luas IUP dan Resource bauksitnya yang tidak sesuai untuk membangun pabrik smelter jangka panjang.
Kedelapan, PT CHT di Kabupaten Sanggau, tidak memiliki kuota eksport dan telah memproduksi bauksit. Modus perusahaan ini telah menjual bauksitnya kepada perusahaan lain, tidak ada reklamasi.
Kesembilan, PT PMI di Kabupaten Ketapang, tidak memiliki kuota eksport dan telah memproduksi bauksit. Menjual ke pemilik kuota eksport di Kabupaten Ketapang, melalaikan kegiatan reklamasi.
Kesepuluh, PT SIA di Kabupaten Ketapang, dalam proses pengajuan Kuota Eksport, namun telah memprodusksi bauksitnya. Perlu di ketahui bahwa dari mana perusahaan ini akan membiayai rencana pabrik smelternya.
Kesebelas, PT SIR di Kabupaten Ketapang, dalam proses pengajuan kuota eksport, namun telah memprodusksi bauksitnya. Perlu di ketahui bahwa dari mana perusahaan ini akan membiayai rencana pabrik smelternya.
Kedua belas, PT LRG, di Kabupaten Ketapang, dalam proses pengajuan kuota eksport, namun telah memprodusksi bauksitnya. Perlu di ketahui bahwa dari mana perusahaan ini akan membiayai rencana pabrik smelternya.
Ketigabelas, PT QEA di Kabupaten Sanggau, telah meningkatkan IUP. Eksplorasi ke IUP. Operasi Produksi .Telah memproduksi bauksit dan baru mendapatkan kuota eksport.
Modus yang terjadi perusahaan telah menjual bauksitnya perusahaan lain, belum ada realisasi pembangunan pabrik smelter (kemungkinan hanya kedok saja), tidak ada reklamasi.
Keempat belas, PT BAA di Kabupaten Sanggau, tidak memiliki kuota eksport dan telah memproduksi bauksitnya. Modus menjual ke pemilik kuota eksport di Kabupaten Sanggau.
Kelima belas, PT MKA di Kabupaten Sanggau, telah melakukan eksport bauksit hasil penambangan pada blok 1 dan blok 2 dan merupakan satu group, tidak melakukan reklamasi.
Keenam belas, PT SIR di Kabupaten Sanggau, telah melalukan operasi produksi bahan galian emas pada IUP. Operasi Produksinya.
Modus di lapangan tenaga kerja asing dari cina dan kemungkinan pemilik perusahaan ini telah menjual lokasinya dengan imbalan dana yang besar untuk bekerja dilokasinya kepada pihak asing .
Hasil produksi emas yang ditambang pihak asing tersebut kemungkinan
dijual ke cina dengan menggunakan IUP.
Ketujuh belas, PT SILA di Kabupaten Sanggau, telah melalukan operasi produksi bahan galian emas pada IUP. Di lapangan dijumpai tenaga kerja asing dari cina dan kemungkinan pemilik perusahaan ini telah menjual lokasinya dengan imbalan dana yang besar
untuk bekerja dilokasinya kepada pihak asing.
Kedelapan belas, PT SRI di Kabupaten Ketapang, telah mempekerjakan tenaga asing dan memproduksi emas.
Bekerjasama dengan pihak asing dengan imbalan uang bagi hasil dan dana imbalan kerja yang cukup mahal kepada pihak asing dan hasil produksi emas tersebut dijual ke cina dan dalam negeri menggunakan kedok dokumen IUP.
Mesti ditelusuri
Pengamat tata ruang wilayah, Rusnawir Hamid, mengatakan, kalau memang tidak sinkron dengan peta ESDM One Map, tidak menutup kemungkinan bagian dari kesimpang-siuran data selama sektor pertambangan ditangani Pemerintah Kabupaten dan Kota.
“Harus ditelusuri dan perlu tindakan terukur jika terbukti melanggar. Isu di Desa Subah dan Desa Beginjan, Kecamatan Tayan, Kabupaten Sanggau, diharapkan jadi momentum bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, atas nama Pemerintah Pusat, melakukan penertiban sektor pertambangan,” kata Rusnawir.
Mayoritas dari 707 unit pemilik Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUP OP), terancam ditutup Pemerintah Republik Indonesia, karena tidak memenuhi kewajiban pembangun smelter atau permunian, sebagai nilai tambah bagi perekonomian di daerah.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, menggariskan, semua perusahaan pertambangan wajib membangun smelter paling lambat tahun 2023, sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020, tanggal 10 Juni 2020, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tanggal 12 Januari 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Pembangunan smelter paling lambat tahun 2023, didasarkan janji Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di Jakarta, Jakarta, Selasa, 12 Mei 2020.
“Perusahaan Tambang terbukti tidak membangun smelter hingga tahun 2023, ancaman terberat, izin usahanya, berupa Kontrak Karya Pertambangan, ditutup,” kata Arifin Tasrif.
Tiga Kateori IUP
Dari 707 IUP di Provinsi Kalimantan Barat, mencakup tiga kategori.
Kategori pertama, IUP komoditas mineral logam ada 152 unit IUP. Kedua, IUP komoditas batubara ada 7 unit IUP. Ketiga, IUP komoditas mineral non logam dan batuan ada 548 unit IUP, dengan IUP tahap eksplorasi 261 IUP dan IUP tahap operasi produksi 446 IUP.
Menurut Kamaruzzaman, realisasi pembangunan smelter kewenangan Pemerintah Pusat, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020, tanggal 10 Juni 2020, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tanggal 12 Januari 2009, tentang Pertambangan Mineba.
Pada dasarnya antara Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, tentang Pertambangan Minerba, isinya sama. Bedanya, aturan sebelumnya masih ada campur tangan Pemerintah Daerah, sementara aturan terbaru, sepenuhnya ditangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia Republik Indonesia.
“Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat siap mendukung sesuai kewenangan dalam pembangunan smelter, sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Kamaruzzaman.
Menurut Kamaruzzaman, didasarkan catatan di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Barat, baru ada 2 dari 707 IUP yang sudah membangun smelter dan pengolahan khusus komoditi bauksit yang sudah operasional dan 1 (satu) sedang dalam tahap pembangunan.
Kedua pabrik yang telah beroperasi tersebut adalah: PT. Indonesia Chemical Alumina (ICA) yang merupakan industri pengolahan bauksit menjadi Chemical Grade Alumina (CGA) dengan mengolah bijih bauksit menjadi produk alumina dengan kapasitas 300.000 metrik ton (alumina) basis per tahun, PT. ICA berlokasi di Tayan, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Perusahaan ini mulai beroperasi pada tahun 2014.
Kemudian, PT. Well Harvest Winning (WHW) merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan dan pemurnian alumina yang berlokasi di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
PT WHW merupakan Smelter Grade Alumina (SGA) refinery pertama di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 1 juta ton alumina per tahun. Perusahaan ini diresmikan beroperasi pada tahun 2016.
Industri pengolahan dan pemurnian bauksit yang sedang dalam tahap pembangunan yaitu PT. Borneo Alumina Indonesia (PT. BAI) anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) dan PT. ANTAM Tbk.
PT Inalum PT ANTAM Tbk. akan mengembangkan, membangun, memiliki, mengoperasikan, dan mengelola Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) dengan kapasitas 1 Juta ton produk Alumina per tahun (Expandable) di Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat.
First Piling Ceremony oleh Gubernur Kalimantan Barat pada tanggal 28 Desember 2020 dan direncanakan akan selesai dan beroperasi pada tahun 2023.
Bauksit yang diolah menjadi Smelter Grade Alumina (SGA) dan selanjutnya menghasilkan alumunium ingot merupakan aktivitas pengolahan bernilai tambah dan bermuara pada industri antara dan hilir seperti kabel, pipa, alat rumat tangga, konstruksi, furnitur, alat olah raga, otomotif dan bahkan memasok industri aviasi alias penerbangan.
Sedangkan bauksit yang diolah menjadi chemical grade alumina (CGA) dimanfaatkan untuk pemurnian air, kosmetika, farmasi, keramik dan plastic filler.
Gubernur Geram
Ulah para pemilik IUP, membuat Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji, geram. Karena fakta di lapangan, hampir semua atau penutupan lubang bekas galian.
“Ada sebanyak 262 izin tambang yang beroperasi di Provinsi Kalimantan Barat, hanya 2 yang melakukan reklamasi sisa galian,” kata Sutarmidji di Pontianak, Selasa, 8 Oktober 2019.
Padahal, reklamasi adalah kewajiban perusahaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Pemerintah tentang Reklamasi dan Pasca Tambang.
“Masyarakat di Provinsi Kalimantan Barat menjadi korban dari tindakan melanggar aturan yang dilakukan perusahaan tambang. Mereka tak melakukan reklamasi, kita, masyarakat di kalimantan Barat yang menanggung dampak buruk kerusakan ekosistem,” kata Sutarmidji.
Menurut Sutarmidji, dana jaminan reklamasi yang harusnya dikeluarkan perusahaan terbilang cukup kecil dibanding keuntungan yang diperoleh. Selain itu, keuntungan dari pengelolaan tambang tak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan bagi daerah.
“Karena itu lah, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, membentuk tim untuk memberikan teguran kepada semua perusahaan tambang yang beroperasi di Kalimantan Barat yang beoperasi tidak sesuai amanat undang-undang,” kata Sutarmidji.
Midji mencatat, setiap tahun ada 4 perusahaan yang mengekspor 20 juta metrik ton hasil tambang biji bauksit. Nilai hasil tambang mencapai US$500 juta atau Rp7 triliun. Namun, yang masuk ke Kas Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat hanya Rp15 miliar.
Tumpang Tindih
Komoditas pertambangan meliputi bauksit, batu bara, emas, zircon, pasir besi, andesit, ball clay, antimoni dsb. Di Provinsi Kalimantan Barat bauksit menjadi komoditas andalan dengan total 156 IUP seluas 1.746.991 ha atau 33,4 persen dari total izin.
Bauksit merupakan sumber bahan baku utama untuk alumunium yang merupakan produk turunan industri logam dan turunan lainnya. Setidaknya terdapat 198 produk turunan dari industri chemical. Potensi bauksit terbesar di Indonesia berada di Kalimantan Barat.
Indonesia menjadi pengekspor bauksit nomor satu dunia dengan tujuan utama China. Setelah adanya pelarangan ekspor bahan mentah, sebagian besar pertambangan bauksit di Kalimantan Barat berhenti beroperasi.
Perusahaan pemegang IUP diwajibkan membangun smelter yang menjadi mandat pokok dari undang-undang Minerba paling lama tahun 2014 atau lima tahun sejak undang-undang Minerba ditetapkan.
Beleid tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah dalam pengelolahan produksi minerba dengan membangun industri hilir. Dari segi ekonomi, ekspor bahan mentah justru menyebabkan negara kehilangan potensi pendapatan dari pajak iuran tetap (landrent) dan royalti.
Sementara dari aspek lingkungan terjadi eksploitasi besarbesaran yang mengancam keberlanjutan ekosistem.
Belum lagi dampak sosial hancurnya kearifan lokal masyarakat setempat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Karut-marutnya pengelolaan pertambangan tidak hanya menyebabkan negara kehilangan pendapatan, tetapi juga kerusakan lingkungan dan berpotensi memicu konflik sosial.
Hasil investigasi teranyar Eyes on the Forest Jaringan Kalimantan Barat (EFJKB), menyebutkan, ada 387 Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 2.062.121,53 hektar dalam kawasan hutan, tapi ironisnya terdapat 201 IUP seluas 1.070.661 hektar yang telah dinyatakan Clean and Clear (CnC).
IUP CnC tersebut mencakup hutan konservasi 88 seluas hektar, hutan lindung 77.778 hektar, hutan produksi 433.805 hektar, hutan produksi terbatas 541.363 hektar dan hutan produksi konversi 17.616 hektar.
Data kartografi dan grafik di atas menunjukkan IUP CnC dalam kawasan hutan paling banyak berada di kabupaten Kapuas Hulu, Ketapang dan IUP Provinsi. Berdasarkan analisis spasial dengan digitasi peta resolusi tinggi ditemukan adanya 25 IUP yang telah melakukan pembukaan tambang dalam kawasan hutan seluas 1.602,66 hektar.
Menurut EFJKB, di antara 25 IUP tersebut, 9 IUP berada dalam Hutan Lindung dan 16 IUP berada dalam Hutan Produksi. Tidak satupun di antara 25 IUP tersebut yang memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Jokowi Stop Ekspor Bauksit hingga Tembaga Mentah
PRESIDEN Joko Widodo alias Jokowi berencana menyetop ekspor komoditas mentah. Setelah bijih nikel, secara bertahap ekspor bahan mentah bauksit, tembaga, timah, dan komoditas lain akan dihentikan.
“Mungkin tahun depan, lagi kita kalkulasi, untuk stop ekspor bahan mentah bauksit. Tahun depan lagi ekspor bahan mentah tembaga. Lalu tahun depan lagi timah. Ini akan terus dilakukan,” ujar Jokowi dalam rapat koordinasi nasional dan anugerah layanan investasi yang digelar oleh Kementerian Investasi di Jakarta, Rabu, 24 November 2021.
Pemerintah, kata Jokowi, akan mendorong hilirisasi industri untuk mendorong pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau bahan jadi. Ke depan, negara tidak akan lagi mengandalkan ekspor dari komoditas mentah, melainkan barang-barang yang sudah diolah.
Ekspor barang jadi atau setengah jadi diyakini memberikan nilai tambah secara ekonomi. Jokowi pun mencontohkan ekspor nikel. Sebelum pemerintah menyetop pengiriman nikel ore ke luar negeri, empat tahun lalu nilai ekspor komoditas ini hanya US$ 1,1 miliar.
Setelah adanya aturan larangan pengiriman bijih nikel, ekspor olahan nikel meningkat dan tahun ini diperkirakan mencapai US$ 20 miliar. “Jadi melompat dari Rp 15 triliun jadi Rp 280 triliun. Itu yang namanya nilai tambah,” ujar Jokowi.
Nilai tambah dirasakan karena adanya peningkatan potensi pendapatan dari sisi royalti, pendapatan negara bukan pajak (PNBP), hingga pajak pertambahan nilai (PPN). Selain berefek langsung ke pemerintah pusat, ekspor barang olahan akan mendongkrak peredaran uang di daerah.
Ke depan, tutur Jokowi, pemerintah akan terus mendorong integrasi kawasan industri pengolahan bahan mentah, mulai nikel, bauksit, timah, hingga tembaga. Dengan demikian, Indonesia bakal menjadi produsen utama berbagai produk, seperti mobil listrik, jarum suntik, sampai barang-barang semi-conductor.
“Ini akan kejadian kejadian 3-4 tahun lagi. Kalau kita miliki industri seperti itu, akan ada transfer of knowladge (pengetahuan), transfer teknologi,” ujar Jokowi.
Dia mengungkapkan setelah ekspor bauksit ditutup selanjutnya tahun depan kemudian bisa menghentikan ekspor tembaga dan tahun depannya lagi timah. “Kita ingin agar bahan mentah semuanya diekspor dalam bentuk barang setengah jadi atau barang jadi,” jelasnya.
Jokowi bercerita, saat menghentikan ekspor bijih nikel pada tiga sampai empat tahun lalu ekspor bijih nikel hanya bernilai USD1,1 miliar. Tapi setelah ada kebijakan nilai tambah tahun ini diperkirakan meningkat menjadi USD20 miliar.
“Karena stok nikel dari kira-kira Rp15 triliun melompat menjadi Rp288 triliun,” ungkap Jokowi.
Melalui kebijakan menghentikan ekspor raw material dipastikan akan memeperbaiki neraca perdagangan, neraca pembayaran dan neraca transaksi berjalan. Jokowi menjelaskan di 2018 neraca perdagangan masih defisit minus USD18,41 miliar baru di bulan Oktober 2021 menurun jadi USD1,5 miliar, khusus ke China.
“Yang dulu kita defisit, insyaallah tahun depan kita sudah surplus dengan China. Artinya apa, barang kita akan lebih banyak masuk ke sana dengan nilai yang lebih baik dari sebelumnya. Ini baru urusan nikel distop, kalau nanti bauksit distop, nilainya juga kurang lebih akan sama, kita akan melompat ke angka USD20-23 miliar,” kata dia. (tem/cnn/tim lipsus)
Pedoman SIber Tentang Kami Ketentuan Layanan Karir Beriklan
Copyright © 2015−2023 Suara Pemred Kalbar All Rights Reserved.