ACEH, Senin (28/11/2022) suaraindonesia-news.com – Perusahaan bijih besi PT. Lhong Setia Mining mendapatkan kecaman dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh.
WALHI Aceh memperingatkan perusahaan tambang bijih besi tersebut menyegerakan reklamasi lahan.
WALHI Aceh juga meminta pemerintah Aceh untuk mengevaluasi izin PT Lhoong Setia Mining yang beroperasi di Kecamatan Lhoong Aceh Besar, mengingat ada sejumlah persoalan yang belum diselesaikan oleh perusahaan bijih besi tersebut.
PT Lhoong Setia Mining (PT LSM) diminta agar tidak mengabaikan reklamasi lahan pasca operasi, sebelum melanjutkan eksploitasi kembali. Mengingat ini merupakan kewajiban perusahaan agar memperbaiki kembali lahan yang sudah rusak tersebut.
“Kami minta PT LSM berhenti dulu beroperasi sampai kewajiban lingkungan dipenuhi, seperti reklamasi lahan maupun kewajiban lainnya,” kata Direktur WALHI Aceh, Ahmad Salihin, Senin (28/11).
Pasca peralihan kepemilikan PT LSM pada pemilik baru, Ahmad Sadikin menyebutkan, sejumlah informasi yang diperoleh dari para nelayan di Desa Jantang pada beberapa pertemuan.
Di mana, nelayan meminta jaminan kepada manajemen perusahaan agar tidak memperparah kerusakan lingkungan seperti yang terjadi sebelumnya.
Berdasarkan observasi WALHI Aceh, hingga saat ini belum ada titik temu permintaan jaminan tertulis tidak merusak lingkungan dari perusahaan tersebut.
Akan tetapi, pihak perusahaan baru sebatas memberikan jaminan secara lisan yang diperoleh, sementara nelayan meminta secara tertulis, karena berkaca dari pengalaman sebelumnya tidak ada jaminan.
Padahal kewajiban perusahaan menerima usulan dan masukan dari warga terdampak sangat jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 28 ayat 3 disebutkan, masyarakat yang terkena dampak langsung sebagaimana dimaksud ayat 1 berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana usaha atau kegiatan.
Kemudian dipertegas lagi pada ayat 7 disebutkan, saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat yang diolah sebagaimana pada ayat (6) wajib digunakan oleh penanggung jawab Usaha atau Kegiatan sebagaimana masukan dalam pengisian Formulir Kerangka Acuan.
“Jadi nelayan minta hitam di atas putih perjanjian tersebut agar ada pegangan bagi nelayan, tidak ada alasan pihak perusahaan tidak menyetujuinya,” tegas Ahmad Sadikin alias Om Sol.
Sementara WALHI Aceh menjelaskan, temuan fakta di lapangan terdapat sejumlah persoalan pasca eksploitasi tahap pertama. Salah satunya sungai Krueng Sob sudah dangkal dan biodiversity yang ada di sungai tersebut sudah hilang.
Lebih lanjut, Om Sol menyebut, sungai Krueng Sob hulunya melintasi langsung dari lokasi penambangan bijih besi tersebut telah dangkal akibat lumpur bekas eksploitasi menumpuk di hilir yang muaranya langsung ke laut dengan sekitar 2 kilometer dari lokasi operasi tambang bijih besi tersebut.
Operasional PT LSM juga dituding telah merusak ekosistem setempat, pasalnya sebelum beroperasi perusahaan PT LSM tersebut sejak 2006 lalu, sungai tersebut banyak terdapat Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat dimanfaatkan nelayan yang bernilai ekonomi. Seperti ikan, kepiting, cue dan sejumlah biodiversity lainnya.
“Sungai itu juga mengaliri air untuk kebutuhan sawah, makanya penting untuk diperbaiki agar kualitas air sungai tetap bisa dipergunakan untuk kebutuhan sawah maupun lainnya,” tegasnya.
Selain itu, kata Om Sol, berdasarkan foto udara yang WALHI Aceh peroleh lubang bekas tambang. Di mana sebelumnya masih terbuka lebar, belum ada upaya dari pihak perusahaan untuk melakukan reklamasi.
Padahal ini merupakan suatu kewajiban seperti tercantum pada Pasal 39 dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa perusahaan wajib melakukan reklamasi pasca tabang.
“Jadi tidak ada alasan bagi perusahaan mangkir, termasuk kerusakan lainnya seperti sungai Krueng Sob,” katanya menambahkan.
Hingga sekarang, berdasarkan foto udara yang diperoleh WALHI Aceh, lubang bekas tambang masih belum diperbaiki.
WALHI Aceh menegaskan, pemerintah harusnya mengambil sikap tegas terhadap pemilik PT LSM. Pemerintah diharapkan agar segera mengevaluasi perusahaan terkait untuk menyelesaikan tanggung jawab perusahaan sebelum melanjutkan eksploitasinya.
“Tentu ini tidak boleh terjadi, mengingat kewajiban sebelumnya belum diselesaikan. Oleh sebab itu, WALHI Aceh meminta PT LSM agar memenuhi kewajiban terlebih dahulu, baru kemudian melanjutkannya,” ungkap Direktur WAHLI Aceh, Ahmad Sadikin.
Reporter : Efendi Noerdin
Editor : M Hendra E
Publisher : Nurul Anam
Anda harus masuk untuk berkomentar.