Jakarta, CNBC Indonesia – RI dianugerahi sumber daya alam yang melimpah, salah satunya di sektor pertambangan. Namun untuk komoditas batu bara kini terlihat di ambang “sunset” alias tenggelam.
Pasalnya, negara-negara di dunia, termasuk RI, sedang berupaya melakukan transisi energi dengan beralih dari pembangkit fosil ke pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT). Artinya, ke depannya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara pun akan ditinggalkan.
Saat PLTU mulai dikurangi, maka sebagian pekerja di sektor pertambangan diperkirakan akan kehilangan pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akan tetapi, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menyebut, meski akan terjadi gelombang pengangguran dari sektor batu bara, namun akan terjadi penyerapan tenaga kerja di industri tambang lainnya.
“Penyerapan tenaga kerja di industri pertambangan di Indonesia akan tetap terjadi, mengingat negara kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, bukan hanya batu bara,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (23/11/2021).
Dia menjelaskan, saat ini kegiatan pertambangan nikel mulai mengalami peningkatan, sehingga banyak menyerap pekerja.
“Begitu pula dengan mineral lain seperti tembaga, bijih besi, bauxite dan emas yang mana mulai ditemukan cadangan-cadangan baru untuk ditambang di beberapa daerah,” lanjutnya.
Selain itu, menurutnya ke depan juga akan terjadi potensi penambangan mineral tanah jarang atau rare-earth element (REE) yang saat ini belum dilakukan eksplorasi secara massif.
“Dari data indikasi oleh Badan Geologi Kementerian ESDM, keberadaan REE terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Kandungan deposit REE ini cukup menjanjikan untuk dikelola ke depannya,” jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah sebaiknya memberikan kemudahan-kemudahan bagi para investor untuk melakukan eksplorasi terhadap keberadaan deposit-deposit mineral tersebut jika ingin industri pertambangan tetap eksis dan dapat memberikan kontribusi pemasukan bagi negara.
Sementara untuk batu bara, meski memasuki era “sunset” karena PLTU semakin ditinggalkan, namun menurutnya pertambangan batu bara masih akan exist jika program hilirisasi dapat berhasil dilaksanakan secara komersial, meski jumlah penyerapan tenaga kerjanya tidak akan sebesar ketika beroperasinya PLTU.
“Mengingat deposit batu bara di Indonesia masih sangat melimpah, terutama untuk jenis batu bara kalori rendah,” ujarnya.
Batu bara kalori rendah dinilai memang cocok untuk program hilirisasi batu bara seperti gasifikasi, liquefaction (pencairan) maupun material maju lainnya.
“Tentunya skala pertambangannya tidak akan sebesar dan semasif skala pertambangan batu bara saat ini,” ucapnya.
Perlu diketahui, berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, pada 2021 ini tercatat lebih dari 1.000 perusahaan tambang batu bara, terdiri dari 1.162 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara, di mana 1.157 IUP Operasi Produksi batu bara dan 5 IUP Eksplorasi batu bara. Selain itu, terdapat sekitar 66 pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Pada 2019 pun jumlah tenaga kerja di sektor pertambangan batu bara mencapai 150.000 pekerja.
Adapun jumlah produksi batu bara pada 2021 ini ditargetkan sebesar 625 juta ton, di mana 137,5 juta ton ditargetkan diserap oleh dalam negeri, dan sisanya diekspor.
PT PLN (Persero) memperkirakan kebutuhan batu bara untuk pembangkit listrik hingga akhir 2021 ini mencapai 115,6 juta ton.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT