Limbah Plastik Impor Jadi Bahan Bakar, Ini 3 Kasus Pemulangan Sampah Berbahaya
KOMPAS.com – Baru-baru ini limbah impor kembali menjadi sorotan dengan dirilisnya sebuah mini report berjudul “Sampah Plastik Meracuni Rantai Makanan Indonesia” oleh Nexus3, Arnika, Ecoton, dan IPEN, pada November 2019.
Dalam penelitian awal yang dilakukan, ditemukan adanya kandungan polutan berbahaya pada telur ayam yang diproduksi di Desa Bangun dan Desa Tropodo, termasuk dioksin.
Polutan ini dapat menyebabkan penyakit seperti kanker, Parkinson, hingga cacat saat lahir.
Keberadaan polutan berbahaya tersebut berasosiasi dengan keberadaan sampah plastik yang banyak diimpor dari beberapa negara seperti Australia, Kanada, Irlandia, Italia, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat.
Sampah-sampah tersebut kemudian berakhir di penimbunan terbuka atau open dumps, pabrik tahu, pabrik kapur, ataupun tempat-tempat lain dimana masyarakat membakar plastik sebagai bahan bakar.
Dua desa yang terdampak dalam aktivitas tersebut dan menjadi sampel penelitian adalah Tropodo dan Bangun. Berdasarkan laporan, kedua tempat ini menerima 50 ton plastik berkualitas rendah tiap harinya.
Baca juga: Pabrik Tahu Berbahan Bakar Plastik Impor Jadi Sorotan, Ini Kata KLHK
Menanggapi kasus ini, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan tanggapannya melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun dan Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati.
Vivien menyebut, pemerintah bertekad untuk mengembalikan atau reekspor limbah plastik impor tersebut ke negara asalnya.
“Kami melakukan reekspor berkoordinasi dengan Bea dan Cukai,” ungkap Vivien dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.
Kejadian penyalahgunaan impor limbah bukan yang pertama kalinya terjadi.
Melansir dari berbagai pemberitaan Kompas.com, berikut adalah beberapa temuan limbah impor terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3) di Indonesia:
65 kontainer limbah plastik ditemukan di Pelabuhan Peti Kemas Batuampar, Batam, Kepulauan Riau pada awal Juli 2019.
Setelah dilakukan tes oleh laboratorium Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea dan Cukai Tipe Batam, Kepulauan Riau, sebanyak 38 kontainer diantaranya positif mengantung bahan berbahaya dan beracun (B3).
Sementara, 11 kontainer lagi berisikan limbah plastik tercampur sampah.
Kemudian, 16 kontainer lainnya tidak mengandung limbah dan tidak tercampur sampah alias tidak memenuhi syarat.
Selanjutnya, kontainer-kontainer bermuatan limbah plastik yang mengandung sampah dan sampah B3 tersebut kemudian dire-ekspor ke negara-negara asalnya, mulai dari Hongkong, Prancis, Jerman, Australia, hingga Amerika Serikat.
Baca juga: Ramai soal Pabrik Tahu yang Gunakan Sampah Plastik, Ternyata Sampahnya dari Limbah Impor
Temuan limbah impor berbahaya juga pernah ditemukan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
12 Juni 2019, importasi barang berbahaya dan beracun serta dapat mencemari lingkungan itu dimuat di Pelabuhan Brisbane oleh Shipper Oceanic Multitrading yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.
Kantor Bea Cukai Tanjung Perak pun kemudian menindak barang berbahaya dan beracun dalam bentuk sampah kertas atau waste paper berjumlah delapan kontainer berisi 282 bundel seberat 210 ton yang diimpor PT MDI dari Australia.
Bagi Bea Cukai Tanjung Perak, upaya penindakan importasi kertas bekas yang terkontaminasi limbah B3 ini merupakan upaya penindakan yang kedua.
Sebelumnya, Kantor Bea Cukai Tanjung Perak telah melakukan reekspor impor waste paper dari Amerika Serikat.
9 kontainer impor limbah plastik yang tercampur sampah dan limbah B3 dari Australia pun pernah ditemukan di Tanjung Priok, Jakarta.
Kontainer tersebut kemudian dikirim kembali ke negara asalnya menggunakan kapal yang sudah bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok.
Sembilan kontainer berisi sampah plastik tersebut merupakan bagian dari 102 kontainer sampah plastik yang sebelumnya diimpor oleh PT HI untuk keperluan industri pengolahan plastik.
Namun, saat dilakukan pemeriksaan oleh Bea Cukai Tangerang bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tanggal 14,15 dan 29 Agustus 2019, 23 kontainer diantaranya terkontaminasi sampah/limbah B3.
Rincian negara asal kontainer tersebut adalah 13 kontainer dari Australia, 7 kontainer dari Amerika Serikat, 2 kontainer dari Spanyol, dan 1 kontainer dari Belgia.
Sementara, 79 lainnya dinyatakan bersih dan diberikan izin untuk dipakai sebagai bahan baku.
Melansir dari pemberitaan Kompas.com (18/9/2019), hingga 17 September 2019, bea cukai telah meindak lebih dari 2.041 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Batam, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Tangerang.
Baca juga: Indonesia Pulangkan Sampah Plastik Australia yang Terkontaminasi B3
(Sumber: Kompas.com/ Hadi Maulana, Ghinan Salman, Yoga Sukmana |Editor: Aprillia Ika, David Oliver Purba, Erlangga Djumena)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.