ADVERTISEMENT
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menyoroti polemik penolakan tim Israel di Piala dalam perhelatan Dunia U-20. Menurutnya, meluasnya penolakan tersebut merupakan bukti keinginan masyarakat untuk taat berkonstitusi.
“Karena Israel merupakan negara penjajah Palestina, dan sikap Indonesia menolak segala bentuk penjajahan jelas termuat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 yang oleh MPR dinyatakan tidak dapat diubah lagi. Dan hal itu telah menjadi sikap resmi Pemerintah Indonesia sejak zaman Presiden Soekarno hingga zaman Presiden Jokowi,” ujar Hidayat dalam keterangannya, Senin (27/3/2023).
Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI bersama dengan Forum Ulama dan Habaib (FUHAB) Jakarta Selatan, Minggu (26/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pria yang akrab disapa HNW ini mengatakan penolakan atas tim Israel U20 berlaga di Piala Dunia U-20 berasal dari seluruh provinsi, yakni Bali, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, DKI Jakarta dan Jawa Timur. Mengingat kota-kota di provinsi tersebut rencananya akan digunakan dalam penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia.
“Penolakan-penolakan itu selain disuarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat, juga disuarakan langsung oleh kepala daerahnya, seperti Gubernur Bali dan Gubernur Jateng, atau melalui pimpinan wakil rakyat daerah (DPRD) seperti di Jabar, Sumsel, DKI Jakarta dan Jatim,” ungkapnya.
Selain publik, penolakan juga datang dari para tokoh dan komponen masyarakat, termasuk Ketua PP Muhammadiyah, mantan Ketua Umum PBNU, MUI, KNPI, Angkatan Muda Muhammadiyah, bahkan komunitas olahraga/sepakbola, dan lainnya.
“Dari partai politik berskala nasional penolakan juga telah disuarakan oleh sejumlah partai. Dimulai dari PKS, lalu kemudian disusul oleh PDIP dan PPP yang merupakan partai pendukung pemerintah,” jelasnya.
Melihat kondisi ini, HNW berharap agar Pemerintah dan Ketum PSSI dapat berkomunikasi dan mengartikulasikan penolakan ini kepada Presiden FIFA. Dengan demikian, FIFA bisa memahami kondisi Indonesia/PSSI seperti dalam kasus Kanjuruhan, berlaku sportif dan tidak diskriminatif.
HNW menjelaskan warga sepakbola dunia tentu sudah mengetahui kebijakan FIFA dalam mengakomodir beberapa nilai yang dipegang Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 lalu. Beberapa di antaranya seperti pelarangan minuman keras di dalam stadion dan penolakan kampanye LGBT.
“Nah posisi Indonesia terkait Israel juga memiliki kekhasan bahkan sudah menyejarah dan termaktub dalam konstitusi seperti sikap anti penjajahan israel terhadap Palestina. Dan fakta Indonesia mempunyai Permenlu No 3/2019 yang tidak membolehkan menerima negara penjajah Israel di tempat resmi, secara resmi, tidak boleh mengumandangkan lagu kebangsaan serta mengibarkan bendera Israel atau mengenakan atribut-atribut apapun terkait Israel,” urainya.
Menurut HNW, jargon ‘jangan campur adukkan politik dengan olahraga/sepakbola’ juga sudah digugurkan sendiri oleh FIFA. Hal ini terbukti dengan adanya Presiden FIFA yang mencoret Rusia dari perhelatan kualifikasi Piala Dunia 2022 di Qatar karena invasi Rusia ke Ukraina yang hanya baru 1 tahun, sementara Israel sudah 80 tahun lebih menginvasi Palestina.
Ia menilai hal tersebut juga bisa dijadikan basis argumentasi diplomatis oleh Indonesia agar FIFA konsisten dan tidak menerapkan standar ganda.
“Fakta ini semestinya bisa diberlakukan FIFA terhadap Israel dan kesebelasannya karena Israel telah menginvasi Palestina sejak 1948 dan terus berlangsung hingga kini bahkan semakin brutal pada beberapa tahun terakhir ini, yang menimbulkan banyak makin banyak korban kemanusiaan, termasuk pesepakbola-pesepakbola asal Palestina,” sambungnya.
HNW menambahkan jika FIFA konsisten dan tidak menerapkan standar ganda maka penyelenggaraan Piala Dunia U-20 akan tetap dapat dilaksanakan secara bijak seperti saat FIFA menjatuhkan sanksi terhadap Rusia terkait Piala Dunia 2022. Ia menyebut tanpa melibatkan tim sepakbola Rusia, prosesi Piala Dunia 2022 tetap bisa terselenggara dengan berkualitas dan sportif.
Untuk itu, kata HNW, sudah semestinya FIFA konsisten dengan sikap dan kemudian menggugurkan keikutsertaan tim Israel main di Indonesia. Terlebih sebelum menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah, FIFA sudah mengetahui sikap Indonesia yang menolak Israel sebagaimana dicontohkan oleh sikap Presiden Soekarno.
“Oleh karenanya, dengan diplomasi yang efektif dari Ketum PSSI ke Presiden FIFA, maka Indonesia tidak dikenai sanksi, dan tetap menjadi tuan rumah final sepakbola piala dunia U-20, tanpa kesertaan Israel. Dan dengan itu FIFA tetap bisa melanjutkan drawing peserta final U-20, tanpa keikutsertaan Israel,” ucapnya.
Selanjutnya, HNW juga mengingatkan agar PSSI dan Pemerintah mempertimbangkan secara serius penolakan publik yang semakin eskalatif dan meluas, serta segera berkomunikasi dengan FIFA.
HNW menambahkan FIFA juga bisa belajar dari IOC yang pernah menghukum Afrika Selatan selama 20 tahun dari kurun waktu 1964-1988 karena kejahatan kemanusiaan apartheid, yakni suatu kejahatan yang juga dilakukan oleh Israel terhadap Palestina. IOC juga pernah mencoret kesertaan Rhodesia hanya beberapa hari sebelum dimulainya Olimpiade Munich karena kejahatan di negaranya.
“Oleh karena itu, berdasarkan fakta-fakta bahwa olahraga tak sepenuhnya bebas dari kaitan dengan hal lain termasuk politik sebagaimana dipertontonkan oleh FIFA, UEFA dan IOC, dan adanya nilai-nilai menyejarah di bangsa Indonesia yang menolak penjajahan Israel, maka agar perhelatan final U-20 di Indonesia tanpa kesertaan Israel tetap dapat digelar, dan saya berharap dengan sangat agar semua warga Indonesia akan dengan sukarela membantu Indonesia dan PSSI agar sukses besar sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 bila tanpa keikutsertaan Israel, sebagaimana telah dilakukan warga Qatar dalam mensukseskan perhelatan Piala Dunia di Qatar hingga dapat mengharumkan nama bangsa dan negara,” pungkasnya.
Simak Video ‘Konsekuensi Jika Indonesia Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20’:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT