ADVERTISEMENT
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) menuai kontroversi karena dituding melegalkan zina. Pro-kontra pun muncul terkait hal ini.
Muhammadiyah meminta Permendikbud-Ristek tentang PPKS dicabut. Salah satu alasan yang dikemukakan Muhammadiyah adalah adanya pasal yang dianggap bermakna terhadap legalisasi seks bebas di kampus.
Sikap Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu dituangkan dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan pada Senin (8/11/2021). Surat ditandatangani oleh Ketua Majelis Diktilitbang Lincollin Arsyad dan Sekretaris Muhammad Sayuti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam penjelasannya, Muhammadiyah menyampaikan mengenai masalah formil dan masalah materiil dari Permendikbud tersebut. Atas kajian tersebut, Muhammadiyah pun merekomendasikan tiga hal.
1. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam menyusun kebijakan dan regulasi sebaiknya lebih akomodatif terhadap publik terutama berbagai unsur penyelenggara Pendidikan Tinggi, serta memperhatikan tertib asas, dan materi muatan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan.
2. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebaiknya merumuskan kebijakan dan peraturan berdasarkan pada nilai-nilai agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebaiknya mencabut atau melakukan perubahan terhadap Permen Dikbudristek No 30 Tahun 2021, agar perumusan peraturan sesuai dengan ketentuan formil pembentukan peraturan perundang-undangan dan secara materiil tidak terdapat norma yang bertentangan dengan agama, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kritik juga datang dari anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah. Ledia menilai terbitnya Permendikbud ini tidak tepat lantaran UU yang menjadi dasarnya hukumnya belum ada.
“Di dalam Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang (No 12 Tahun 2011) tersebut, dinyatakan bahwa Peraturan Menteri bisa memiliki kekuatan hukum mengikat manakala ada perintah dari peraturan perundangan yang lebih tinggi. Maka terbitnya Peraturan Menteri ini menjadi tidak tepat karena undang-undang yang menjadi cantolan hukumnya saja belum ada,” kata Ledia seperti dikutip detikcom dalam laman resmi PKS, Jumat (5/11/2021).
Simak video ‘Permendikbudristek 30/2021 Dianggap Legalkan Zina di Kampus, Ini Kata MUI’:
Simak selengkapnya di halaman berikut
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT