Laut
Ombak perairan Singapura dan Indonesia siang itu cukup kuat. Kapal kayu mesin tempel yang kami tumpangi oleng ke kiri dan ke kanan. Dari jauh sudah nampak Pulau Tolop Kecil, pulau yang menjadi tujuan perjalanan wisata religi bagi banyak orang.
Pulau ini terdapat di Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, berbatasan langsung dengan perairan internasional Singapura-Malaysia. Dari Belakang Padang butuh waktu tempuh 30 menit. Pulau Tolop tidak hanya sekedar pulau biasa, di pulau kecil ini terdapat dua makam wali yaitu Syekh Syarif Ainun Naim dan Syekh Maulana Nuh Maghrobi. Makam itu menjadikan Pulau Tolop Kecil destinasi religius.
Dari kejauhan bagian kanan bukit pulau sudah terkikis. Nampak pohon-pohon tumbang di lereng bukit, tanah bukit juga nampak runtuh. “Itu disebabkan abrasi air laut juga,” kata Ardi, tekong kapal yang kami tumpangi. Ardi sudah rutin membawa orang-orang berziarah ke Pulau Tolop Kecil dari Pelabuhan Pulau Belakang Padang.
Setelah naik ke atas dermaga di sebelah kiri pulau terdapat makam sunan Syekh Maulana Nuh Maghrobi. Di sekitar makan sudah dibangun pembatas agar tidak digenangi air laut ketika pasang.
Juru kunci Pulau Tolop Kecil Ahmad Zaeni terlihat baru siap menyantap sarapan pagi di rumah semi permanennya di pulau itu. Menggunakan kopiah hitam, baju kemeja, dan sarung, ia menyambut kami dengan ramah. “Sekarang tidak ada yang ziarah, baru datang nanti sore 40 orang,” kata pria paruh baya itu awal Maret lalu.
baca : Abrasi Parah, Pulau Mensemut Terancam Tenggelam
Ahmad Zaeni disebut sebagai juru kunci Pulau Sunan Tolop. Sehari-hari, Zaeni membersihkan makam, hingga mengantar tamu ke tempat ziarah. Hari itu, Zaeni menunjukan kepada kami destinasi wisata religi satu ini, ia juga menceritakan bagaimana abrasi dan cuaca ekstrem menghantam pulau para wali itu sehingga mengalami pengikisan.
Pulau Tolop Kecil berbentuk bukit. Satu makam lainnya yaitu makam Syekh Syarif Ainun Naim berada di puncak bukit. Konon makam-makam disini merupakan wali keturunan Samudra Pasai.
Setelah meniti beberapa anak tangga. Terdapat jalan kecil yang bagian kiri dan kanannya dikelilingi jurang. “Ini terkikis karena abrasi juga,” kata Zaeni yang bisa dipanggil Mbah Yen.
Setelah melewati jalan tersebut, pengunjung akan langsung bertemu dengan makam. Makam ini berada di sebuah ruangan seukuran lapangan volly. Di sekeliling makam terdapat pepohonan yang rindang.
Mbah Yen membawa kami ke bagian kiri ruangan makam. Di bagian ini tidak terdapat pohon-pohon rindang. Pemandangan langsung menuju Singapura. Jarak dinding ruangan makan ke tebing pulau hanya satu langkah orang dewasa. Terlihat pohon dan tanah di tebing ini runtuh ke tepi laut. “Beberapa bulan lalu, saya temukan tanah ini sudah di bawah saja,” kata Mbah Yen.
Tetapi kondisi itu, menurutnya, sudah lebih baik dari beberapa tahun sebelumnya. Pasalnya terlihat di sepanjang tepi laut sudah di pasang batu pemecah ombak. Batu itu dinilai ampuh untuk menahan abrasi. “Saya yakin makam ini akan selalu dijaga Allah SWT, apalagi orang-orang disini menjaga lingkungan, salah satunya dengan pemasangan batu pemecah ombak itu, semenjak batu itu ada abrasi tidak terlalu parah,” katanya.
baca juga : Abrasi di Jawa Tengah Capai 7.957 Hektar
Bahkan Zaeni selalu mengingatkan pengunjung yang akan ziarah di makan tersebut agar tidak sampai ke kiri ruang makam. Pasalnya, jurangnya tebing sangat tinggi sehingga ditakuti akan terjadi kecelakaan. “Makanya saya terus sampaikan, jangan ke kesini kalau mau ziarah, tetapi dari depan makam saja,” katanya.
Masih dari atas bukit pulau, juga terlihat ombak berasal dari arah kapal-kapal kargo perdagangan internasional Selat Malaka dengan latar gedung-gedung pencakar langit. Mbah Zaeni bilang, kapal yang melintas juga menyebabkan ombak semakin besar.
Meskipun Zaeni yakin makam akan selalu dilindungi Yang Maha Kuasa, ia masih berharap ada upaya lain dari pemerintah untuk menjaga makam selalu terjaga. “Bahkan kita berencana, akan membangun dinding tinggi penahan tanah pulau ini agar tidak terus runtuh,” katanya.
Daratan Berkurang Sampai Empat Meter
Meskipun risiko abrasi air laut bisa diminimalisir dengan batu pemecah ombak, ancaman cuaca ekstrem terus membuat bukit Pulau Tolop Kecil terkikis dan runtuh. Kondisi itu membuat daratan pulau berkurang dari dua meter sampai empat meter setiap tahunnya.
Camat Kecamatan Belakang Padang Yudi Admaji mengatakan, abrasi terparah memang terjadi di Pulau Tolop Kecil dibandingkan ratusan pulau-pulau kecil lainnya. Setidaknya terdapat 166 pulau-pulau kecil di kecamatan yang dikenal sebagai ‘Pulau Penawar Rindu’ itu, diantaranya 122 pulau tidak berpenghuni dan 44 pulau berpenghuni.
Pulau Tolop Kecil cukup terlindungi setelah dipasang batu pemecah ombak beberapa tahun lalu. Tetapi hujan ekstrem angin utara dan barat yang menghantam tebing tetap membuat bukit pulau runtuh. “Jadi walaupun ada batu pemecah ombak, abrasi tetap terjadi,” katanya.
Sehingga kata Yudi, pemerintah pusat yang punya kewenangan harus mengambil tindakan untuk selalu menjaga Pulau Tolop Kecil tetap terjaga karena berada di perbatasan. “Kita sudah laporkan kondisi ini ke pemerintah,” katanya.
baca juga : Abrasi Pantai Parah di Ternate
Tidak hanya Pulau Tolop Kecil, abrasi dan ancaman cuaca ekstrem juga mengancam pulau-pulau kecil lainnya di Belakang Padang, seperti Pulau Dangkan, Pulau Catur, Pulau Suba. “Tetapi menurut hemat kami yang paling perlu penanganan cepat adalah Pulau Tulup Kecil ini,” katanya.
Kata Yudi, mengatasi abrasi tidak hanya cukup dengan membangun pemecah ombak. Tetapi juga mengatasi kikisan bukit pulau akibat cuaca angin kencang dan curah hujan yang deras juga harus dilakukan. “Makanya kalau seperti ini perlu dipasang bronjong di sekeliling pulau,” katanya.
Tidak hanya Pulau Tolop Kecil, Yudi terus berupaya mengusulkan kepada pemerintah pusat agar dibangun infrastruktur menghadapi bencana abrasi yang terjadi di setiap pulau yang ada di Belakang Padang. Tidak hanya pembangunan pemecah ombak, tetapi juga bronjong sesuai dengan kondisi pulau. “Kita sudah mengusulkan kepada Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) untuk membangun infrastruktur menjaga pulau-pulau yang terancam abrasi tersebut,” kata Yudi.
Satu tahun yang lalu, kata Yudi, pihaknya bersama kepolisian dan aktivis lingkungan sudah menanam mangrove di sepanjang tebing. Dari hitungannya setidaknya pengikisan terjadi sekitar 2-4 meter setiap tahunnya di Pulau Tolop Kecil. “Jadi dulu mangrove kita tanam tepat di tebing, tetapi sekarang tebing sudah bergeser 2 sampai 4 meter dari mangrove, penelitian ilmiahnya belum ada terkait luasan kikisan akibat abrasi pulau ini,” katanya.
baca juga : Abrasi Mengancam Kehidupan Nelayan di Pulau Bengkalis
Yudi juga menyebutkan di Belakang Padang terdapat tiga pulau ditetapkan sebagai pulau terluar menjadi batas negara, diantaranya Pulau Nipah, Batu Berhenti, Pulau Pelampung dan satu lagi di Nongsa Pulau Putri. Seperti Pulau Nipah, sejak 2003 sudah disampaikan berpotensi tenggelam karena abrasi air laut. Pemerintah langsung melakukan reklamasi pulau dan sekarang menjadi pangkalan perbatasan TNI Angkatan Laut. “Kalau Nipah, Pelampung dan Batu Berhenti sudah di reklamasi semua, abrasi tidak parah disitu,” katanya.
Yudi berharap pemerintah tidak hanya memperhatikan gugus terdepan yang sudah ditetapkan BNPP, tetapi juga pulau-pulau kecil lainnya yang terancam abrasi air laut di Belakang Padang. “Itu semua harus kita perhatikan, karena pulau itu menjadi tonggak batas kepemilikan kawasan suatu negara, juga aset negara dan salah satu destinasi wisata,” katanya.
Facebook
Twitter
Instagram
RSS / XML
© 2023 Copyright Mongabay.co.id