Flora Fauna
Penyakit mulut dan kuku yang menyerang hewan ternak terutama sapi terus meluas. Sebagian sapi pulih, ada juga yang mati. Kondisi makin mengkhawatirkan kala ada yang membuang bangkai sapi ke sungai. Tak hanya bangkai bisa jadi media penyebar virus, air sungai juga rawan tercemar.
Anas Sandi Firman, pengelola Pujon Rafting mengatakan, kerap menemukan bangkai sapi sejak PMK mewabah di Kabupaten Malang, Juni lalu. Bangkai sapi hanyut di aliran Sungai Konto yang menjadi jalur arung jeram Pujon Rafting. “Bangkai sapi ditemukan mengapung, kita kubur di tepi sungai,” katanya.
Bangkai sapi, katanya, ditemukan saat bergotong-royong memungut sampah dan membersihkan sungai. Aktivitas ini dilakukan sejak 11 tahun jadi operator rafting di Sungai Konto.
Saat ini, sapi yang mati secara bergotong-royong mereka kubur. Sugiono juga melarang peternak membuang bangkai sapi terpapat PMK ke sungai karena akan membahayakan dan mencemari air.
Selain Ngantang, Pujon juga sentra penghasil susu di Kabupaten Malang.
Kedua wilayah berhimpitan berada di Malang Barat berbatasan dengan Kota Batu dan Kabupaten Kediri.
Dyah Ayu Oktavianie, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya meminta, pemerintah mencegah peternak membuang bangkai ke sungai. Kalau aliran sungai tercemar bangkai, khawatir mempercepat penularan hewan ternak di Kediri yang dialiri Sungai Konto.
PMK, katanya, bisa menyerang hewan yang berkuku genap dan belah seperti sapi, domba, kambing dan babi.
Dia meminta, bangkai sapi dikuburkan di daerah aman dan desinfeksi untuk membunuh virus agar tak menular. Tempat penguburan, katanya, juga dilokalisir. “Karakteristik PMK mudah menyebar melalui udara. Bagian tubuh hewan yang terinfeksi seperti kotoran, darah, kulit menjadi media penularan.”
Dyah meminta, pemerintah tegas menerapkan karantina sapi yang terpapar PMK. Termasuk pembatasan lalu lintas hewan ternak dari daerah terpapar PMK keluar.
Juga pemeriksaan lalu lintas hewan ternak dengan kelengkapan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dari Dinas Peternakan. Kalau ada pedagang sapi nakal, yang membeli murah sapi terinfeksi PMK lalu jual lintas daerah khawatir menjadi agen atau pembawa virus. Pemerintah, katanya, bisa bekerjasama dengan kepolisian untuk membatasi lalu lintas ternak itu.
Hewan ternak yang terpapar PMK bisa disembuhkan dalam tujuh hari sampai 14 pekan. Tergantung tingkatkan daya tahan tubuh sapi dan asupan nutrisi juga keparahan paparan penyakit PMK.
Untuk itu, saat ditemukan gejala PMK seperti sapi berliur, tak ada nafsu makan dan kaki pincah segera diobati.
Baca juga:Penyakit Mulut dan Kuku Hewan Mewabah, Pemerintah Kecolongan?
Vaksinasi sapi
Vaksinasi, kata Dyah, menjadi salah satu usaha mencegah sapi tertular PMK. Vaksinasi khusus hewan sehat yang tak terinfeksi PMK. Tujuannya, meningkatkan daya tahan sapi terhadap serangan virus terutama sapi dara atau pedhet dengan daya tahan tubuh lebih rendah dibanding sapi dewasa.
Kementerian Pertanian memprioritaskan vaksinasi terhadap sapi perah untuk mengamankan produksi susu nasional. Jawa Timur, katanya, merupakan lumbung susu. Industri pengolahan susu juga banyak di Jawa Timur.
Vaksinasi menjadi pekerjaan yang panjang, setelah 3-4 pekan kemudian disuntik booster. Kemudian ulang suntikan ketiga enam bulan kemudian. Setiap enam bulan kembali vaksin, selama lima tahun. “Target lima tahun zero, nol PMK,” kata Dyah.
PMK terhadap sapi perah, kata Dyah, menyebabkan dampak berganda secara ekonomi. Lantaran produksi susu turun 30-40%. Untuk itu, peternak diminta mengawasi dan cepat menangani jika sapi perah bergejala PMK.
Peternak Sleman andalkan jamu
Di Yogyakarta, peternak juga gelisah dengan PMK. Sapi-sapi mereka terpapar. Nuning, peternak di sleman, salah satunya.
“Sapi sudah kayak anak sendiri. Kalau sapi nggak mau makan saya juga bingung,” katanya sambil menyeka cairan kental atau leleran yang keluar dari mulut hewan ternak dengan kain lap.
Dia meminjam kandang itu dari peternak lain. Dua sapinya masing-masing berjenis simental berusia satu tahun dan limosin dua tahun. Dulu dia membeli anakan sapi limosin Rp14,5 juta, simental dari induk sendiri. Nuning hanya mengenal jenis kedua sapi itu dengan sebutan metal dan mosin.
Sekitar awal minggu kedua Juni lalu, dua sapinya enggan makan. Dari mulut keluar air liur kental. Badan sapi terasa hangat. Diapun melapor ke Puskeswan Ngemplak, di Dusun Kragilan, Desa Bimomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman.
Usai pemeriksaan, kedua sapi divonis terkena PMK. Kala itu, petugas baru memberikan suntikan vitamin untuk meningkatkan daya tahan ternak. Nuning menempuh berbagai cara agar sapi-sapinya kembali sehat. Sebagai petani, sapi menjadi tabungan sekaligus investasi. Ternak yang sakit akan menambah biaya perawatan, dan kematian ternak berarti kehilangan modal dan keuntungan.
“Ini saya beri empon-empon. Saya belikan gula aren, kunir, jahe. Saya juga beli lemon. Suami saya nanti memasukkannya lewat bambu,” katanya.
Baca juga: Wabah Penyakit Mulut dan Kuku Hewan Ternak Terus Meluas
Nuning juga mengakali dengan mencampur minuman dengan kecap. Selama ternak sakit, dia terpaksa sering menengok sapi di kandang kelompok.
Slamet, peternak lain di kelompok peternak Dwi Mulyo Lestari melakukan hal sama. Tiga sapi menunjukkan gejala terkena PMK.
“Sapi adik saya juga sakit. Kalau sehat bisa laku Rp25 juta. Kemarin cuma dibeli Rp8 juta. Untuk beli komboran saja tidak cukup, apalagi jika menghitung tenaga pemeliharaan.”
Komboran adalah makanan sapi basah terdiri dari berbagai bahan antara lain bekatul, ampas tahu, daun, dan molase.
Selama sakit, rumput kolonjono yang biasa menjadi makanan sehari-hari nyaris tidak disentuh sapi. Dia memberikan pisang untuk makan sapi. Itupun harus disuap ke mulut sapinya.
Slamet juga memberi sapi jamu kunir asam, jahe, kencur, dan telur agar daya tahan meningkat.
Agus Triyono, Ketua Kelompok Peternak Dwi Mulyo Lestari mengatakan, di kandang kelompok ada 57 sapi milik 36 anggota. Semua ternak dinyatakan terserang PMK.
“Awalnya ada tiga sapi yang sakit sejak 22 Mei lalu. Semua sapi kemudian tertular. Gejalanya sama, sapi tidak mau makan, gelisah, mulut keluar air liur,” katanya kepada Mongabay.
Kandang Kelompok Dwi Mulyo Lestari terletak di Dusun Karang Rogobangsan, Desa Bimomartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman.
Hanya ada tembok setinggi satu meter yang memisahkan kandang kelompok dengan jalan desa. Ada pintu masuk yang dibiarkan tanpa pagar hingga siapapun bisa masuk ke kandang yang mungkin menjadi vektor penyakit bagi ternak.
Anjuran membatasi lalu lintas orang dan barang ke kandang belum bisa diterapkan mengingat peternak belum terbiasa. Apalagi, ternak kadang dijenguk anggota keluarga lain.
Untuk meningkatkan imunitas, peternak banyak mengandalkan jamu buatan sendiri. Namun laporan yang ke Puskeswan dan tindakan medis dari dokter hewan membantu mempercepat kesembuhan ternak.
“Ada yang sudah dua kali mendapat suntikan, ada yang tiga kali. Sekarang sebagian sudah mau makan.”
Situasi berbeda terjadi di kandang Kelompok Taruna Mandiri, Dusun Ngaliyan, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman.
Minto Hartono, Ketua Kelompok ini mengatakan, sangat ketat menerapkan protokol kesehatan ternak.
“Kalau orang luar, apalagi blantik, atau pedagang, saya batasi ketat. Soalnya kalau diberi kelonggaran sedikit, satu sapi sakit nanti kena semua,” katanya hanya bersedia ditemui di pintu kandang ternak untuk mencegah penluaran PMK.
Aturan itu diterapkan karena mempertimbangkan nominal sapi anggota yang mencapai lebih Rp1 miliar. Apalagi, sapi menjadi penghasilan utama. Harga jual sapi rata-rata Rp25 juta. Ada juga sapi istimewa harga jual mencapai Rp35 juta.
Minto bilang, sudah jadi langganan Kraton Yogyakarta saat mencari sapi terbaik untuk kurban.
Selama wabah PMK kelompok mereka tidak berani memasukkan sapi baru dari luar untuk mencegah penularan. Ada pagar rapat dan tembok setinggi tiga meter mengelilingi kandang komunal kelompok. Di depan pagar ada tulisan peringatan larangan masuk bagi selain anggota kelompok.
Sebelumnya ada tulisan besar lockdown terpampang di luar pagar, namun dicopot. Saat ini, mereka ada 34 anggota, dengan 65 sapi.
“Selama ada PMK pemberian makanan untuk sapi ditambah vitamin, mineral. Biasa kombor pagi dan sore. Vitamin dibuat sendiri dari empon-empon. Ada kunir, laos, jahe. Kami juga memilih berjualan online. Lebih efektif, dan tidak banyak lalu lalang pedagang yang masuk kandang.”
Supaya ternak tidak sakit, Minto tak lupa memperhatikan kebersihan kandang. Kelompok mereka rutin menyemprot kandang dengan ekoenzim buatan sendiri, juga disinfektan dan antiseptik yang dibeli dari luar.
Kedua kandang komunal ini pada 22 Juni lalu mendapat kunjungan Satgas PMK Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM. Berkoordinasi dengan Puskeswan Ngemplak, mereka sosialisasi pencegahan PMK dan pengobatan sapi-sapi yang terjangkit.
Yeni Kurniawati, dokter hewan di Puskeswan Ngemplak, kerap pulang malam untuk menangani laporan ternak sakit atau berkoordinasi dengan tim lain untuk mencegah penyebaran wabah.
Penularan PMK di sana, katanya, terutama karena faktor mekanis, yakni lalu lintas orang atau benda bergerak lain yang turut membawa virus PMK.
“Jadi, bukan dari ternak ke ternak. Kami di forum peternak mengimbau agar peternak lockdown kandang. Ini bertujuan membatasi lalu lintas orang yang bukan anggota kelompok masuk ke kandang atau berinteraksi dengan ternak. Kami juga mengimbau agar penjualan dialihkan melalui online.”
Kepada peternak dengan ternak terjangkit PMK, Yeni menyarankan untuk menyediakan air minum yang sewaktu-waktu bisa diminum oleh ternak mereka.
Selama ini, peternak punya kebiasaan hanya memberi minum dua kali sehari, pagi dan sore. Selain itu, ternak harus diberi nutrisi tambahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Terutama, yang mengandung vitamin C dan E.
Keterbatasan vitamin untuk ternak disiasati dengan memanfaatkan vitamin yang biasa dikonsumsi unggas. Yang penting ternak mendapatkan suplemen yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh jadi kalaupun terpapar virus gejala tak parah.
Dia mengatakan, peternak tak perlu panik, karena virus PMK bisa dikatakan tidak menular ke manusia. Berbeda dengan antraks, yang bisa menyebabkan mual hingga kematian pada manusia.
“Tak perlu panik, tapi ini berefek kepada ekonomi. Karena peternak jadikan tabungan dan investasi. Kalau ternak sampai tidak tertolong mereka sangat terpukul.”
Rekomendasi
Indonesia pernah dinyatakan bebas PMK. Setelah 1986, tidak ada laporan kasus lagi sampai tahun ini. Sebelumnya, Indonesia gencar vaksinasi ternak untuk mengendalikan penyebaran PMK. Program vaksinasi mulai pada 1974.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan status darurat wabah PMK di Indonesia sejak 29 Juni lalu, lebih 20-an provinsi terpapar.
Teguh Budipitojo, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), dalam risalah kebijakan penanggulangan dan pengendalian PMK merekomendasikan karantina, pengawasan dan pembatasan lalu lintas ternak, dan penutupan pasar hewan.
Selanjutnya, menghilangkan sumber infeksi. Yaitu memusnahkan terbatas atau stamping out pada hewan yang terpapar disertai menerapkan biosekuriti dengan dekontaminasi kandang, peralatan, kendaraan, dan bahan lain yang berpotensi menularkan virus.
“Caranya melalui penyemprotan larutan desinfektan yang efektif terhadap virus dan pemusnahan bahan-bahan yang sudah terkontaminasi.”
Aris Haryanto, pakar virologi molekuler UGM menerangkan, virus penyebab PMK dapat bertahan di luar hewan penderita selama dua minggu. Bahkan, bisa bertahan selama berbulan-bulan dalam semen, epitel, kelenjar limfa, dan makanan olahan dari hewan yang sakit.
“Penyebaran melalui udara dapat menjangkau sejauh 170 kilometer di darat dan 250 kilometer di laut,” katanya juga kKtua Satgas PMK Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Untuk mencegah penularan dan kerugian lebih besar, dianjurkan memberi vitamin, mineral, dan makanan tambahan bagi ternak. Terapi ternak yang sakit disesuaikan dengan gejala, misal, memberikan penurun panas, penghilang rasa nyeri, dan pemberian antibiotik.
*******
Facebook
Twitter
Instagram
RSS / XML
© 2023 Copyright Mongabay.co.id