Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk melarang ekspor minyak sawit mentah (CPO) mulai 28 April mendatang. CPO memperpanjang daftar komoditas yang pernah dilarang untuk diekspor. Sebelumnya, sejumlah komoditas juga pernah dilarang untuk dijual ke luar negeri dengan alasan kepentingan pasokan domestik ataupun menaikkan harga di pasar internasional.
Barang tambang menjadi komoditas yang paling sering terkena larangan ekspor. Salah satu larangan ekspor komoditas tambang yang paling signifikan dilakukan pada 2014.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan untuk melarang ekspor mineral mentah (ore) per 12 Januari 2014. Selain melarang ekspor mineral mentah, pemerintah juga mewajibkan eksportir mineral untuk melakukan pengolahan dan pemurnian (smelting) hasil tambangnya di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, aturan tersebut direvisi pada 2017. Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.1/ 2017 sebagai revisi dari PP No.1/2014. Revisi tersebut memperpanjang izin ekspor mineral dan tambang mentah dengan syarat. Di antara syarat bagi perusahaan untuk melakukan ekspor adalah pengenaan tarif Bea Keluar (BK) menjadi maksimal 10% dari sebelumnya sebesar 5%.
Aturan tersebut kemudian kembali direvisi. Terhitung mulai 1 Januari 2020, pemerintah melarang ekspor ore nikel, atau lebih cepat dari kebijakan sebelumnya yang akan berlaku pada Januari 2022.
Selain tambang, beberapa komoditas yang pernah terkena kebijakan larangan ekspor ataupun dibatasi ekspornya, di antaranya adalah:
1. Batu bara
Pemerintah melarang ekspor batu bara untuk periode 1 Januari-31 Januari 2022. Larangan ekspor diberlakukan karena PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kekurangan pasokan batu bara yang bisa mengancam keberlangsungan listrik nasional.
Pemerintah membuka kembali ekspor batu bara pada Februari untuk perusahaan yang memenuhi ketentuan suplai batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
Larangan ekspor batu bara ini langsung menerbangkan harga si batu hitam di pasar internasional. Indonesia juga mendapat protes dari sejumlah negara seperti Jepang dan Korea Selatan karena mendadak melarang ekspor batu bara.
2. Rotan
Pemerintah melarang ekspor rotan mulai Januari 2012. Larangan diberlakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan industri dalam negeri serta meningkatkan daya saing produk mebel, khususnya yang berbasis rotan.
Berdasarkan keterangan Kementerian Perindustrian, Indonesia merupakan penghasil rotan terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 90%. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan (Annual Allowable Cut, ACC) 2012 produksi rotan Indonesia sebesar 143.120 ton. Tahun 2011 ekspor mebel dan kerajinan rotan mencapai US$ 168,411 juta dari 590 unit usaha.
3. Kayu bulat
Pemerintah memberlakukan larangan ekspor kayu bulat pada Oktober 2001. Larangan ekspor dimaksudkan untuk mengurangi penebangan liar serta penyelundupan.
4. Kayu gergajian
Ekspor kayu gergajian dan bantalan rel kereta api dari kayu dilarang sejak September 2004. Larangan ekspor dimaksudkan untuk mencegah penyelundupan kayu gergajian serta memberikan nilai tambah yang besar bagi terhadap produk perkayuan.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, nilai ekspor kayu gergajian domestik hanya sebesar 392.440 meter kubik pada tahun 2002 tapi jumlah ekspor kayu selundupan jauh lebih besar dari nominal tersebut.
5. Benih Lobster
Kementerian Kelautan dan Perikanan melarang benih benih lobster mulai Juni 2021. Larangan benih lobster sebagai upaya peningkatan ekspor lobster dewasa.
6. Karet alam
Indonesia bersama Thailand dan Malaysia sepakat untuk untuk mengurangi ekspor karet alam sebesar 240.000 ton selama empat bulan, terhitung sejak 1 April 2019 hingga 31 Juli 2019. Pembatasan ekspor untuk meningkatkan harga karet di pasar internasional yang terus jeblok.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Taun 2021 tentang Barang Dilarang Ekpor dan Barang Dilarang Impor, barang lain yang dilarang ekspor di antaranya kayu kasar, kayu simpai, pohon jenis konifera, tanaman porang hidup (termasuk dalam bentuk kultur jaringan), konsentrat besi (hematit, magnetit) dengan kadar = 62% Fe dan = 1% TiO2, pirit besi, tanah liat, granit yang tidak dikerjakan dengan pemilahan ukuran atau pemotongan, dan bijih emas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT