Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) akan mendorong pembiayaan dalam upaya hilirisasi industri tambang sehingga berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, mengatakan bahwa BCA sebagai bagian dari perbankan nasional pada prinsipnya akan mendukung rencana pemerintah termasuk dalam upaya hilirisasi industri tambang. Salah satu cara yang dilakukan BCA yakni menggenjot pembiayaan di sektor tersebut.
“Upaya ini dilakukan juga untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan dalam negeri sehingga berkontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Hera kepada Bisnis pada Selasa (17/1/2023).
Saat ini, BCA memiliki sejumlah portofolio pembiayaan ke sektor yang bergerak pada hilirisasi industri pertambangan. Namun, dia tidak menyebutnya nilai pembiayaanya.
“Ke depan, kami melihat prospek kredit untuk sektor ini masih cukup baik, khususnya untuk mendukung ekosistem industri mobil listrik,” ujarnya.
Hera juga mengatakan bahwa upaya mendorong kredit pada hilirisasi industri tambang disesuaikan dengan pembiayaan berkelanjutan perseroan.
“Kami juga terus mendorong portofolio kredit keuangan berkelanjutan,” ujarnya.
Hingga September 2022, penyaluran kredit BCA ke sektor-sektor berkelanjutan tercatat sebesar Rp172,7 triliun atau tumbuh 18,6 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Sebelumnya, Ketua Umum Himbara, Sunarso, juga mengatakan bahwa pihaknya siap mendukung pembiayaan dalam upaya hilirisasi industri tambang guna mendorong stabilitas sistem keuangan. Hal itu disampaikan Sunarso setelah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka pada Senin (16/1/2023).
“Perlu juga kita sampaikan tadi kita dapat arahan dari presiden untuk mendukung hal-hal penting terkait hilirisasi industri yang berbasis ekstraksi natural resources dan itu tadi diberitahukan pagi ini bahwa hilirisasi menjadi bagian daripada point of new return yang ditegaskan kembali oleh pak presiden,” ujar Sunarso.
Sunarso yang juga yang juga Direktur PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) memastikan bahwa sektor industi perbankan akan mendukung upaya tersebut agar dampaknya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
“Maka indutri perbankan berkomitmen untuk dukung proses hiliriasasi. Kami siap untuk tumbuh dan siap hadapi berbagai tantangan dengan pencadangan yang sudah kita buktikan di tahun 2022 perbankan kita sangat solid,” pungkasnya.
Sementara itu, dorongan agar perbankan turut serta dalam pembiayaan hilirisasi industri tambang ini seiring dengan permintaan pembiayaan para pelaku di industri tambang dalam mengembangkan hilirisasi.
Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) memang telah meminta pemerintah turun tangan membantu pembiayaan smelter menjelang moratorium ekspor bahan baku aluminium itu pada Juni 2023 mendatang.
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I, Ronald Sulistyanto, mengatakan, investasi pemerintah pada lini pengolahan bijih bauksit itu penting di tengah kurangnya kepercayaan investor dan lembaga keuangan untuk ikut berinvestasi pada pembangunan smelter tersebut.
“Kalau bank Himbara saja mengatakan proyek itu tidak feasible, bagaimana dengan bank-bank asing,” kata Ronald saat dihubungi, pekan lalu (9/1/2023).
Menurut Ronald, komitmen pemerintah untuk ikut berinvestasi lebih intensif pada smelter bauksit bakal ikut membenahi tingkat keekonomian proyek yang dinilai terlalu berisiko tersebut.
Hitung-hitungan APB3I menunjukkan, kebutuhan investasi pembangunan smelter alumina dapat menyentuh di angka US$1,2 miliar atau setara Rp17 triliun. Nilai itu ikut memperpanjang kepastian balik modal yang dinilai terlalu riskan bagi investor dan pemberi pinjaman.
“Pemerintah bisa ikut menanamkan modalnya melalui BUMN, nanti bisa dibentuk joint operations, misalnya ada 30 perusahaan bikin 7 smelter dibagi 4 perusahaan gabung jadi satu di situ modal jadi banyak,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi resmi melarang ekspor bijih bauksit terhitung Juni 2023. Larangan itu dilakukan untuk mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri.
“Mulai Juni 2023 pemerintah akan melarang ekspor bijih bauksit,” ujar Jokowi.
Jokowi menegaskan bahwa industrialisasi bauksit di dalam negeri ini akan meningkatkan pendapatan negara dari Rp21 triliun menjadi sekitar Rp62 triliun.
Berdasarkan data milik Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) per Juni 2022, Indonesia baru memiliki dua smelter bauksit dengan keluaran smelter grade alumina (SGA) yang dimiliki PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Bintan Alumina.
Sementara itu, baru tersedia satu pabrik pemurnian dengan output chemical grade alumina (CGA) yang dikembangkan PT Indonesia Chemical Alumina. Kedua pabrik milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Bintan Alumina memiliki kapasitas input bijih bauksit mencapai 12.539.200 ton.
Adapun, kedua perusahaan itu dapat memproduksi 4 juta ton olahan bauksit setiap tahunnya. Sementara itu, PT Indonesia Chemical Alumina memiliki kapasitas input bijih bauksit sebesar 750.000 ton. Smelter CGA itu menghasilkan olahan bauksit sebesar 300.000 ton.
Selain itu, terdapat satu smelter pengolahan lanjutan bauksit menjadi aluminium, ingot dan billet yang dioperasikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum Operating) dengan kapasitas output sebesar 345.000 ton. Rencananya Inalum Operating tengah bakal meningkatkan output produksi turunan alumina sebesar 1 juta ton mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.