Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA — Periode supercycle atau siklus super diharapkan membawa keberuntungan dan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan periode supercycle bukan pertama kali dirasakan Indonesia. Menurutnya, momen harga komoditas naik signifikan pernah dirasakan pada 2004 — 2014.
Lutfi meyakini siklus super akan kembali terulang pada periode pandemi Covid-19. Permintaan yang melejit serta pertumbuhan ekonomi baru akan memanaskan harga komoditas.
Dia menggarisbawahi setidaknya ada empat komoditas yang akan naik selama periode supercycle yakni minyak bumi, gas alam cair, bijih besi, serta tembaga.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, empat komoditas itu memiliki pergerakan yang beragam sepanjang periode berjalan 2021.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) misalnya, sempat menguat hingga 0,05 persen ke level US$63,18 per barel sebelum terkoreksi 0,19 persen ke US$63,03 per barel pada Kamis (15/4/2021).
Sementara itu, minyak jenis Brent kontrak Juni 2021 juga sempat naik hingga 0,14 persen ke US$66,67 per barel sebelum menurun 0,11 persen ke US$66,51 per barel. Sebelumnya, pada perdagangan Rabu kemarin, harga minyak jenis WTI melonjak 4,9 persen, sedangkan minyak Brent melesat 4,6 persen.
Harga minyak berjangka di New York stabil di kisaran US$63 per barel setelah sebelumnya ditutup menguat selama tiga hari beruntun. Catatan tersebut merupakan reli positif terpanjang selama lebih dari sebulan.
Sementara itu, harga tembaga berjangka di London Metal Exchange (LME) terpantau pada level US$8.899,50 per metrik ton atau naik 0,43 persen pada Kamis (15/4/2021). Harga tembaga juga sempat menyentuh kisaran US$8.900 per metrik ton.
Goldman Sachs dalam laporannya menjelaskan, pergerakan harga tembaga dalam jangka panjang menunjukkan tren yang positif. Harga tembaga juga berpotensi menyentuh level US$15.000 per metrik ton pada 2025 mendatang.
Kenaikan harga sejumlah komoditas diyakini akan berimbas positif terhadap laju emiten di sektor terkait.
Sektor saham yang digadang-gadang akan menuai berkah yakni perkebunan. Harga CPO diprediksi akan berada di kisaran 3.500 — 4.000 ringgit per ton.
Selain itu, emiten batu bara diproyeksikan turut menikmati periode supercylce. Hal itu sejalan dengan harga emas hitam yang kian memanas.
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.