Sosial
Beberapa wilayah di Indonesia sudah memasuki musim penghujan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan, potensi cuaca ekstrem dan ancaman bencana hidro meteorologis.
Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG konferensi pers virtual akhir Agustus lalu mengatakan, La-nina akan bertahan hingga akhir 2022. Sebagian wilayah di Indonesia akan mengalami musim hujan lebih awal. Sebelumnya, pada Februari lalu, BMKG menyebut musim kemarau 2022 datang lebih lambat dari normal di 163 zona musim (zom).
“Hasil pemantauan perkembangan musim kemarau hingga akhir Agustus 2022, menunjukkan 265 zona musim atau 37,9% telah memasuki musim kemarau. Belum semua memasuki musim kemarau. Merujuk pada normalnya, akhir Agustus seharusnya sudah 336 zona musim memasuki musim kemarau. Artinya, ada keterlambatan musim kemarau,” katanya.
Seharusnya 50,22% Zom sudah masuk musim kemarau tetapi masih ada beberapa yang belum. Hingga pertengahan Agustus 2022, pemantauan terhadap anomali iklim global di samudera Pasifik ekuator menunjukkan La-nina masih berlangsung dengan intensitas lemah.
“Artinya, kombinasi antara La-nina lemah dengan dipole mode sebesar minus satu dan fenomena minus IOD itu dalam kondisi minus, itu akan tetap bertahan hingga November 2022. Kombinasi ini mengakibatkan kontribusi pada meningkatnya curah hujan di Indonesia. Hingga November akan terjadi peningkatan curah hujan.”
Tahun ini, BKMG sudah memutakhirkan zona musim terbaru. Total ada 699 zona musim. Tujuannya, agar prediksi cuaca memiliki resolusi lebih tinggi hingga lebih detail. Dari total zona musim itu, 114 (16,31%) akan memasuki musim hujan pada September. Meliputi Aceh bagian utara, Sumatera barat bagian timur, Lampung bagian barat, sebagian Jawa, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, dan sebagian Papua.
Kemudian 175 zona musim (25,03%) memasuki musim hujan pada Oktober. Meliputi Jambi, Lampung bagian timur, Banten, sebagian Jakarta, sebagian Jawa, Nusa Tenggara Barat, sebagian Nusa Tenggara Timur, sebagian Sulawesi dan sebagian Maluku.
Wilayah yang akan memasuki musim hujan pada November sebanyak 128 zona musim (18,31%). Meliputi sebagian Lampung, sebagian Jawa bagian utara, Bali bagian utara, sebagian NTB, NTT dan sebagia Papua selatan.
“Sedangkan Zom lainn, awal musim hujan tersebar pada Juli hingga Agustus 2022. Serta Desember 2022 dan Januari hingga Mei 2023. Awal musim hujan ini tidak serentak. Fenomena iklim di Indonesia ini memang cukup kompleks,” katanya.
Kalau dibandingkan rata-rata klimatologisnya, 46,5% Zom, musim hujan maju. 17,9% Zom musim hujan sama dengan normal. Sekitar 10,8% Zom, musim hujan mundur dibandingkan normal.
Hingga akhir Agustus, terdapat 60 Zom atau 8,6% sudah mengalami musim hujan. Ia meliputi Riau bagian selatan, sebagian Sumatera selatan, Bengkulu bagian selatan, Jawa barat bagian selatan, Kalimantan barat bagian selatan, Kalimantan tengah bagian timur, dan Kalimantan selatan bagian selatan. Juga, Sulawesi tenggara bagian utara, Maluku utara bagian utara, sebagian Maluku dan sebagian Papua barat.
Selain itu sebanyak 16,2% atau 113 Zom mengalami periode musim hujan sepanjang tahun. Hal ini, menunjukkan iklim di Indonesia cukup kompleks. Wilayah yang sepanjang tahun musim hujan yaitu sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, sebagian Sumatera Barat, sebagian Kepulauan Riau, sebagian Bengkulu, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Tengah.
Waspada dan antisipasi
Dia bilang, daerah dengan periode musim hujan tiba lebih awal, perlu langkah-langkah penyesuaian di sektor pertanian. “Misal, musim tanam lebih awal, menambah luas tanam, panen air hujan, dan mengisi waduk atau danau yang berguna untuk periode musim kemarau yang akan datang,” katanya.
Kalau dibandingkan rerata klimatologis akumulasi curah hujan di musim hujan periode 1991-2020, secara umum kondisi musim hujan periode 2022-2023 diperkirakan normal. Hal ini terlihat pada 478 Zom atau sekitar 68,38%.
Meski begitu, 185 Zom atau 26,47% akan mengalami kondisi hujan di atas normal, yakni, musim hujan basah, atau lebih tinggi curah hujan dibandingkan rerata klimatologisnya. Ia meliputi sebagian Sumatera, sebagian Jawa bagian timur, sebagian Kalimantan Timur, sebagian Bali, sebagian NTB, sebagian Sulawesi bagian utara, sebagian Papua Barat dan sebagian Papua bagian selatan.
“Ini mohon perhatian untuk wilayah yang akan mengalami kondisi hujan di atas normal. Musim hujan lebih basah. Kewaspadaan perlu tetap dilakukan.”
Pada periode peralihan musim antara Oktober-November, katanya, perlu waspada cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang puting beliung dan potensi hujan es. Pemerintah daerah dan masyarakat di daerah rawan banjir dan tanah longsor diminta waspada menjelang dan pada puncak musim hujan. Terlebih, katanya, di wilayah yang mengalami musim hujan lebih basah daripada normal.
Sedangkan, 36 Zom (5,15%) akan mengalami hujan di bawah normal. Berarti, musim hujan lebih kering dari rerata klimatologis. Sekitar 295 Zom (42,2%) akan mengalami puncak musim hujan pada Desember 2022 hingga Januari 2023.
Dwikorita berharap, lembaga, pemerintah daerah, institusi terkait dan seluruh masyarakat lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim hujan. Juga, menyiapkan penanganan dan mitigasi kemungkinan bencana hidrometeorologi basah, terlebih di wilayah rentan bencana banjir.
“Pemerintah daerah dapat lebih optinaml dalam pemeliharaan sistem drainase, sistem tata air, juga terhadap perbaikan dan normalisasi aliran sungai daerah tampungan air dan drainase beserta fasilitas penunjang lain.”
Selain itu,katanya, pemerintah dapat melakukan penyuluhan ke daerah, misal, pembuatan sumur-sumur resapan di sekitar pemukiman rawan bencana banjir di lahar datar. Untuk lahan miring, katanya, tak disarankan membuat sumur resapan karena rawan longsor. Kalau resapan air hujan ke lahan miring, justru memicu longsor.
“Waspadai potensi longsor pada lereng rawan yang tersusun oleh tanah atau baruan rapuh atau tanah yang gembur,” katanya.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG mengatakan, hingga akhir 2022, cuaca di Indonesia masih dipengaruhi La-nina. Berarti, saat kemarau tahun ini pun, kecenderungan tetap basah.
“Artinya, nanti musim hujan 2022 hingga 2023, agar lebih waspada lagi terhadap cuaca ekstrem.”
Potensi karhutla
Meski memasuki musim hujan, Dwikorita bilang, bukan berarti potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak ada. Berdasarkan pengamatan BMKG, ada 36 Zom (5,15%) akan mengalami kondisi hujan di bawah normal.
“Jadi, ada sebagian wilayah Riau dan Sumatera Utara, saat wilayah lain musim hujan, justru wilayah ini mengalami kemarau. Jadi unik kemarau dua kali. Potensi karhutla biasa di wilayah itu,” katanya.
Untuk itu, perlu ada antisipasi. “Bisa saja di wilayah itu kemarau mengalami kebakaran, tetapi di provinsi tetangga banjir atau banjir bandang.”
Pemerintah daerah, katanya, diminta tetap waspada terhadap ancaman karhutla. Dia berharap, semua pihak bisa mencegah untuk tak melakukan segala hal yang berpotensi menyulut karhutla.
Urip Haryoko, Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG mengatakan, untuk wilayah potensi hujan di atas normal, potensi karhutla menurun tetapi perlu perhatian terjadi monsum sesaat.
“Kadang-kadang muncul kering beberapa minggu. Itu yang kadang dimanfaatkan para pembakar hutan hingga memicu potensi kebakaran.”
Dodo Gunawan, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG menyebut, khusus Riau pada Januari-Februari biasa terjadi kemarau. Jadi, wilayah itu tetap akan ada potensi karhutla.
Facebook
Twitter
Instagram
RSS / XML
© 2023 Copyright Mongabay.co.id