Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah China mulai melonggarkan aturan nol-Covidnya yang ketat. Hal ini diyakini akan membawa pengaruh besar bagi perdagangan besi, baja, hingga ke pasar nikel. Analis memberkan rating overweight untuk sektor ini dengan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) dan PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) menjadi saham pilihan.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan menyebutkan, industri stainless steel atau baja nirkarat menyumbang 70 persen dari keseluruhan konsumsi nikel. Oleh karena itu prospeknya bakal besar untuk emiten-emiten tambang nikel pada kuartal terakhir setelah mencetak penurunan pendapatan pada kuartal III/2022.
“Kami memperbarui penilaian pada sektor logam menjadi overweight dengan MDKA dan INCO sebagai top picks kami. Sinyal positif dari China yang melonggarkan pembatasan aturan terkait Covid-19-nya menjadi sentimen positif untuk harga komoditas,” jelasnya dalam riset, Senin (14/11/2022).
Pada akhir pekan lalu, China mengumumkan akan mengurangi durasi karantina untuk pelancong internasional. Sebelumnya, turis atau pendatang dari luar China harus melakukan karantina selama tujuh hari di fasilitas khusus, sedangkan peraturan terbaru hanya perlu karantina selama lima hari.
Aturan durasi baru juga berlaku untuk kontak dekat infeksi Covid-19 di China. Relaksasi ini penting karena China menyumbang sekitar 50 persen dari permintaan logam dasar. Di sisi lain, China masih bergulat dengan lockdown Covid-19 dan penurunan di pasar perumahan dan konstruksi domestiknya.
“Pembukaan kembali di China akan berperan signifikan bagi pasar baja dan nikel. Sentimen positif membantu mendongkrak harga nikel LME yang naik lebih dari 5 persen pada Jumat lalu. Sentimen positif juga merambah ke harga saham emiten nikel di bawah cakupan kami,” jelas Hasan.
BRI Danareksa Sekuritas juga percaya bahwa harga nikel akan tetap kuat untuk sisa kuartal IV/2022 dan, dengan demikian, BRI Danareksa menaikkan perkiraan harga nikel untuk 2022-2023 menjadi US$26.000 per ton dan US$21.000 per ton, dari sebelumnya US$21.000 per ton dan US$17.000 per ton.
“Kami juga memperkirakan akan ada perbaikan pada pendapatan emiten nikel pada kuartal keempat setelah mencatatkan penurunan kinerja keuangan pada kuartal III/2022 karena turunnya harga nikel dan tingginya cash cost dari kenaikan harga batu bara,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.