Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA — Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2022 mencapai US$5,76 miliar, lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar US$4,22 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto menyampaikan, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan nonmigas tertinggi dengan India, yaitu sebesar US$1,81 miliar.
“Indonesia surplus dengan India sebesar US$1,81 miliar, terutama komoditas lemak dan minyak hewan/nabati, bahan bakar mineral, dan bahan kimia anorganik,” katanya dalam konferensi pers, Kamis (15/9/2022).
Surplus kedua tertinggi, yaitu dengan Amerika Serikat sebesar US$1,65 miliar untuk komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, kemudian lemak dan minyak hewan/nabati, serta pakaian dan aksesori.
Lebih lanjut, Indonesia mencatatkan surplus dengan Filipina sebesar US$1,09 miliar, terbesar pada komoditas bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, serta besi dan baja.
Di sisi lain, Indonesia mencatatkan defisit perdagangan nonmigas tertinggi dengan Australia, yaitu sebesar US$678,6 juta, terutama pada komoditas serealia dan bahan bakar mineral.
“Defisit kedua dengan China sebesar US$411,7 juta, terbesar untuk komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya,” jelas Setianto.
Dia menambahkan, Indonesia juga mencatatkan defisit perdagangan dengan Thailand sebesar US$289,1 juta, terutama untuk komoditas mesin dan perlengkapan mekanis serta bagiannya, juga komoditas plastik dan barang dari plastik.
Pada Agustus 2022, BPS mencatat total nilai ekspor mencapai US$27,91 miliar, meningkat 9,17 persen secara bulanan atau 30,15 persen secara tahunan.
Berdasarkan negara tujuan, Indonesia mencatatkan peningkatan ekspor nonmigas terbesar ke China pada Agustus 2022, yang mencapai US$1,13 miliar secara bulanan.
Peningkatan terbesar utamanya untuk komoditas besi dan baja, bijih logam, terak, dan abu, serta lemak dan minyak hewan/nabati.
Sementara itu, penurunan ekspor nonmigas tertinggi tercatat ke Pakistan sebesar US$201,0 juta, utamanya untuk komoditas minyak dan lemak hewan/nabati, kertas, karton, dan barang daripadanya, serta pulp dari kayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.