Jakarta, CNBC Indonesia – Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menyatakan bahwa ketersediaan smelter atau fasilitas pengolahan dan pemurnian bauksit di Indonesia belum memadai saat kebijakan pelarangan ekspor bahan mineral mentah, termasuk bauksit, berlaku mulai Juni 2023 mendatang.
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto mengatakan, smelter bauksit baru diperkirakan akan bisa rampung dalam jangka waktu hingga empat tahun ke depan. Namun begitu, dia menekankan dalam jangka waktu tersebut bisa selesai apabila memang pemerintah turut membantu dalam mencari investor yang siap untuk pembangunan smelter.
“Kami masih memerlukan lagi kira-kira 3-4 tahun ke depan, kalau memang kita sudah banyak dibantu oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan investor yang betul-betul siap. Karena dalam mendapatkan investor sekarang pun banyak hal yang perlu kita kaji bersama,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Jumat (27/1/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Masih 3 tahun. Tapi itu dalam tanda petik, semua ini masih dalam proses, kecuali memang ongoing project,” lanjutnya.
Selain itu, Ronald mengungkapkan berbagai persoalan yang ditemui dalam membangun smelter bauksit di Indonesia. Salah satunya adalah persoalan investasi, bahwa untuk mendirikan satu smelter bauksit diperlukan modal (Capital Expenditure/ Capex) hingga US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,2 triliun (asumsi kurs Rp 15.160 per US$).
Oleh karena itu, menurutnya investor agak berat untuk mengeluarkan investasi sebesar itu.
“Saya kira investasi yang memang agak berat. Investasi ini maju mundur, sudah deal, mereka pergi lagi,” tutur Ronald.
Perlu diketahui, bauksit merupakan bahan baku untuk diolah menjadi alumina, dan kemudian menjadi aluminium yang bisa digunakan sebagai material konstruksi bangunan, kendaraan, dan lainnya.
Dalam praktiknya menggaet investor, Ronald bilang, investasi smelter maju mundur. Contohnya, ketika sudah sepakat antara investor dan pengusaha untuk membangun smelter di Indonesia, namun tiba-tiba Izin Usaha Pertambangan (IUP) dicabut.
“Ada beberapa hal seperti kami lah contohnya, kami sudah berusaha deal dengan investor, tiba-tiba IUP dicabut. Nah ini kan soal perizinan. Bagaimana mungkin, dia sudah deal tiba-tiba nggak ada (izin), mau ke mana, mau apa dasar hukumnya? Nggak ada orang IUP-nya sudah dicabut,” jelasnya.
Di lain sisi, Tenaga Ahli Utama Bidang Industri dan Perdagangan Kantor Staf Presiden (KSP), Agung Krisdiyanto menyebutkan saat ini sudah ada satu smelter bauksit yang sudah beroperasi di Indonesia, dan pada 2023 akan ada tambahan satu smelter bauksit akan beroperasi.
Lalu, pada 2024 ditargetkan akan ada sebanyak tiga smelter bauksit yang akan beroperasi. Diikuti pembangunan yang lebih masif lagi ke depan, di tahun 2026 akan ada tambahan lagi sebanyak lima smelter bauksit. Agung menyebut bahwa ada total 10 smelter bauksit yang akan dibangun di Indonesia sampai dengan tahun 2026 mendatang.
“Jadi hilirisasi bauksit ini sudah menjadi program prioritas Presiden ya, dan rencana ke depan itu untuk saat ini saya jelaskan dulu untuk saat ini sudah ada 1 smelter yang sudah ready sudah beroperasi. Rencananya tahun 2023 kita ada tambahan 1 lagi yang sudah siap dan 2024 kita nanti akan ada 3 lagi, 2026 akan ada 5 lagi, jadi totalnya kita ada sekitar 10 ya,” jelasnya.
Dia mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan berbagai kementerian terkait dan pelaku usaha dalam menginventarisasi kendala yang ditemukan di lapangan.
Menurutnya, pihaknya tengah menyiapkan langkah untuk mengatasi kendala yang ditemukan.
“Kita kemarin sudah koordinasi antar kementerian dan pelaku usaha di bidang bauksit ini. Kita sudah menginventarisir kendala-kendala yang ada, dan pemerintah sedang menyiapkan langkah-langkah untuk melakukan bottlenecking kendala-kendala tersebut,” tandasnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT