Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor nonmigas pada September 2022 mencapai US$23,48 miliar, turun 10,31 persen (month-to-month/mtm) dibanding Agustus 2022. Akan tetapi angka ekspor tersebut masih lebih tinggi 19,26 persen jika dibanding ekspor nonmigas September 2021.
Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa (BPS) Setianto mengatakan, negara tujuan ekspor nonmigas September 2022 terbesar adalah Tiongkok, yaitu sebesar US$6,16 miliar. Kemudian, disusul Amerika Serikat sebesar US$2,11 miliar dan Jepang sebesar US$2,10 miliar. Kontribusi ketiga negara tersebut mencapai 44,17 persen.
“Penurunan ekspor nonmigas ini pada September dibanding bulan sebelumnya dikarenakan karena minyak hewan nabati HS 15 turun 31,91 persen. Kemudian untuk komoditas pakaian dan aksesori HS 61 turun 30,75 persen,” ujar Setianto dalam keterangan pers virtual, Senin (17/10/2022).
Dia mengatakan, untuk komoditas besi dan baja (HS 72) juga mengalami penurunan 5,87 persen.
Sementara itu, BPS mencatat penurunan ekspor minyak dan gas (migas) sebesar 21,41 persen mtm. Penurunan dikarenakan perubahan nilai ekspor untuk gas yang turun 22,06 persen. Secara volume ekspor migas juga mengalami penurunan 12,26 persen mtm.
“Hasil minyak turun 35,43 persen. Sementara volume juga turun 21,40 persen,” imbuh Setianto.
Sementara itu, bila dibandingkan tahun lalu (year on year/yoy), nilai ekspor pada September 2022 masih mengalami peningkatan 20,28 yoy persen dibandingkan September 2021.
“Ekspor migas naik 41,80 persen sementara volumenya naik 10,51 persen. Kemudian ekspor nonmigas naik 19,26 persen dan volume naik 20,20 persen,” ungkapnya.
Selanjutnya, pada September 2022 secara bulanan (month to month/mtm) seluruh sektor mengalami penurunan, kecuali sektor pertambangan yang mengalami peningkatan. Sementara secara tahuhan (yoy) seluruh kesuluruhan sektor masih mengalami peningkatan.
“Untuk migas turun 21,41 persen secara mtm utamanya didiorong penurunan ekspor gas dan hasil minyak. Kemudian untuk pertanian, kehutanan dan perikanan turun 8,65 persen secara mtm. Utamanya ini didorong oleh komoditas sarang burung, kopi, rumput laut, ganggang, hasil hutan bukan kayu lainnya dan tembakau,” tutur Setianto.
Sementara itu, untuk pertambangan yang mengalami peningkatan atau naik 2,61 persen secara mtm didorong oleh bijih tembaga, logam lainnya, bijih lignit, bijih zigkonium, nobium, tantalum, dan bijih besi.
Lebih lanjut, Setianto menjelaskan untuk industri pengolahan juga mengalami penurunan sebesar 14,24 persen secara mtm terutama didorong penurunan ekspor minyak kelapa sawit, pakaian jadi, atau konveksi dari tekstil, peralatan listrik, besi, baja serta kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian.
Selanjutnya, kata Sutanto, dari sisi peningkatan ekspor nonmigas untuk beberapa golongan HS dua digit, peningkatan komoditas nonmigas terbesar terjadi pada bijih logam, tera dan abu (HS 26) meningkat US$238,1 juta atau meningkat sebesar 29,07 persen. Berdasarkan negara tujuan, yaitu ke negara Filipina, India, dan Bulgaria.
Sedangkan penurunan ekspor nonmigas terjadi pada komoditas minyak lemak hewan nabati (HS 15) yang mengalami penurunan sebesar US$1.425,4 juta atau turun 31,91 persen. Berdasarkan negara tujuan, penurunan terbesar ke negara India, Malaysia dan Tiongkok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.