Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan banding di World Trade Organization (WTO) terhadap kekalahan Indonesia dalam gugatan Brasil soal kebijakan importasi daging ayam ke dalam negeri. Pemerintah Indonesia yakin kebijakan ini tidak melanggar ketentuan dari WTO.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono, menjelaskan ada dua sengketa lagi yang sedang dibahas pada proses banding di WTO dengan pihak Brasil, Pertama, mengenai proses pengeluaran sertifikat kesehatan dan sertifikasi halal.
“Kita beranggapan Indonesia tidak melanggar atau konsisten dengan ketentuan WTO, termasuk ketentuan proses penerbitan kesehatan badan internasional lainnya, jadi kita tidak menerapkan kebijakan ini untuk tujuan menghambat impor ayam,” jelasnya dalam Konferensi Pers Virtual, Senin (31/5/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia beralasan pertimbangan pemerintah mengeluarkan sertifikasi kesehatan harus memastikan sumber produk unggas itu memenuhi ketentuan internasional dan Indonesia. Pemerintah yakin kebijakan penerapan sertifikat kesehatan sudah sejalan dengan ketentuan WTO.
“Ini juga sejalan dengan ketentuan perjanjian SPS (sanitary and phytosanitary) hewan yang juga secara umum ditetapkan lembaga internasional lainnya,” jelasnya.
SPS adalah bagian dari kesepakatan dagang Internasional WTO yang berkaitan dengan kesehatan.
Kedua, terkait dengan tuduhan penggunaan pembatasan produk impor. Djatmiko mengatakan pihaknya tidak menerapkan kebijakan pembatasan produk impor, dalam konteks yang digugat oleh Brasil.
“Kita yakin Permendag itu tidak bertentangan atau bertujuan membatasi produk impor, karena sebagaimana diketahui kalau memang menerapkan kebijakan ini berdasarkan assessment produk yang sesuai dengan prasyarat yang ditetapkan,” jelasnya.
Dari panel sengketa DS 484 yang diperkarakan oleh Brasil di WTO ini, menyatakan ada empat kebijakan Indonesia yang dianggap melanggar aturan WTO. yaitu, positive list, fixed licence term, intended use dan undue delay.
Proses kasus ini memang sudah berlarut-larut. Djatmiko menjelaskan sengketa ini terjadi sejak akhir 2014 hingga saat ini. Proses itu masuk pada tahap panel kepatuhan pada 2016 – 2018.
“Kurang lebih ada tujuh gugatan yang disampaikan pihak Brasil berjalan dengan waktu kemudian juga panel kepatuhan memutuskan dari tujuh gugatan masih ada dua hal yang masih belum sesuai ketentuan WTO yaitu intended use dan undue delay,” jelasnya.
Djatmiko menjelaskan dalam penyelesaian sengketa, pemerintah Indonesia sudah sangat fleksibel untuk membuka konsultasi dengan pihak Brasil. Mencari solusi kasus sengketa DS 383 supaya tidak berlarut-larut.
“Beberapa hal juga sudah ditempuh Indonesia dalam mencari solusi, meskipun ada satu langkah hukum bisa ditempuh seluruh pihak untuk solusi akhir yaitu tahapan banding,” jelasnya.
Saat ini Indonesia melakukan banding di WTO terkait kasus sengketa ini. Namun proses pelaksanaan mitigasi masih menunggu hasil pembentukan juri atau hakim pengurus penyelesaian sengketa.
Awal Sengketa
Persoalan ini bermula ketika Indonesia Indonesia sempat kalah dari gugatan Brasil yang didaftarkan ke WTO pada 2014 lalu. Di dalam gugatan itu, Brasil mengeluhkan penerapan aturan tak tertulis oleh Indonesia yang dianggap menghambat ekspor ayam Brasil ke Indonesia sejak 2009 silam.
Tiga tahun berikutnya, Indonesia diputuskan bersalah karena tidak mematuhi empat ketentuan WTO. Pertama, yakni daftar impor Indonesia disebut tidak sesuai dengan Artikel XI dan XX GATT 1994.
Kedua, persyaratan penggunaan produk impor tidak konsisten dengan Artikel XI dan Artikel XX. Ketiga, prosedur perizinan impor, utamanya dalam hal pembatasan periode jendela permohonan dan persyaratan pencantuman tetap data jenis, jumlah produk, dan pelabuhan masuk, serta asal negara tidak konsisten dengan Artikel X dan XX.
Keempat, penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan veteriner melanggar Article 8 dan Annex C (1) (a) SPS agreement.
Indonesia harus mengubah ketentuan impornya. Pemerintah pun mengakomodasi dengan mengubah dua aturan, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 65 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan produk Hewan serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan Olahannya ke Dalam Wilayah NKRI.
Namun, Brasil tetap tidak puas dengan perlakuan Indonesia. Pada Juni lalu, Brasil mengatakan Indonesia masih menghalang-halangi ekspor daging ayamnya ke Indonesia dengan menunda sertifikasi kebersihan dan produk halal.