Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar dolar Australia berbalik melemah melawan rupiah pada perdagangan Jumat (28/5/2021). Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat rupiah mendapat tenaga untuk menguat, sementara harga bijih besi yang diprediksi turun hingga tahun depan membebani dolar Australia.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia di awal perdagangan hari ini sempat menguat 0,23%, sebelum berbalik turun 0,18% ke Rp 11.037,6/AU$ di pasar spot.
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus membuat aliran modal masuk ke dalam negeri. Memasuki perdagangan sesi II di bursa saham Indonesia, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 270 miliar di pasar reguler.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara di pasar obligasi, masuknya aliran modal terindikasi dari penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN). Yiled SBN tenor 10 tahun turun 2,2 basis poin ke 6,423%.
Yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya. Ketika harga sedang naik, artinya terjadi aksi beli, yang bisa menjadi indikasi capital inflow.
Sementara itu kenaikan harga bijih besi yang menopang penguatan dolar Australia di tahun ini diprediksi akan berakhir.
Laporan terbaru dari Capital Economics menyebutkan surplus supply akan membuat harga bijih besi turun menjadi US$ 140/ton di akhir tahun ini, dan turun lagi menjadi US$ 120/ton di akhir 2022.
Saat ini harga bijih besi sekitar US$ 155/ton.
Dolar Australia merupakan salah satu mata uang yang pergerakannya memiliki korelasi positif yang kuat dengan harga komoditas. Sebab pendapatan negara Australia sangat besar dari ekspor komoditas.
Ekspor utama Australia yakni bijih besi, berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor, sehingga ketika harganya yang melesat tentunya akan meningkatkan pendapatan ekspor.
Selain itu, sektor pertambangan juga berkontribusi 10,4% terhadap produk domestik bruto (PDB) Australia, menjadi yang paling besar dibandingkan sektor lainnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT