JAKARTA – Apapun bisa menjadi bisnis, bahkan sampah sekalipun. Ya, itu merupakan moto dari Didi Sutardi (34) seorang pengusaha pengepul barang-barang bekas asal Lebak Bulus, Jakarta.
Petualangannya di dunia bisnis bermula pada 2008, kala itu dirinya masih bekerja sebagai seorang karyawan di salah satu bank berpelat merah terbesar di Indonesia. Namun, dengan bekerja di perusahaan terkemuka tak membuatnya bangga dan giat mencari rezeki.
Tidak lama dirinya bekerja, Didi mendapatkan tawaran proyek dari salah satu temannya untuk menjadi mediator alias calo untuk menjual besi dengan jumlah ribuan ton. Tergiur dengan tawaran tersebut, Didi serius menggarap proyek tersebut hingga pekerjaanya terbengkalai.
“Saat itu saya jadi sering main ke pabrik, ke lapak, sampai-sampai pekerjaan terbengkalai. Saya sering bolos kerja sampai tiga bulan. Itu sudah banyak surat teguran dari kantor,” kenangnya saat kepada Okezone.
Akhirnya Didi memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan. Namun keputusan tersebut bukan karena dia telah sukses menggarap proyek tersebut. Sebab tak satu pun pabrik yang mau menampung besi ribuan ton yang ditawarkannya tersebut.
“Orang pabrik bilang, kalau besi ribuan ton jangan diperah dianggap itu cuma dongeng, banyak modus. Mending jual sekilo dua kilogram (kg), dari situ mulai sadar, saya mau tekunin bisnis dengan jual besi kecil-kecilan. Jadi ada hikmahnya, saya banyak belajar,” tuturnya.
Dengan bermodalkan tabungan Rp10 juta, Didi memulai bisnisnya dengan mengepul besi dan tembaga bekas kecil-kecilan dari hasil proyek-proyek yang ada di sekitar Lebak Bulus. Kemudian besi dan tembaga tersebut dia antar ke pabrik untuk dijual dengan menggunakan sepeda motor.
Untungnya pada 2008, Indonesia tengah menghadapi badai krisis ekonomi, sehingga harga besi dan tembaga saat itu tengah turun. Namun di tahun berikutnya perekonomian mulai stabil dan harga jual besi dan tembaga mulai merangkak naik.
Sering berjalannya waktu, bisnis Didi sedikit demi sedikit mulai berkembang. Didi sudah mulai bisa membeli mobil bak jadul, meskipun hanya seharga Rp5 juta.
“Kemudian di 2012 titik balik, akhirnya saya cari tempat lagi lebih luas lagi, tapi saya masih sewa lahan itu. Mulai punya anak buah juga, mulai ngepul plastik, kardus, dan kertas bekas,” katanya.
Baca Juga: Kids Life’s Adventure Park Suguhkan Edukasi Literasi Digital Lewat Keseruan Tanpa Batas
Follow Berita Okezone di Google News
Sejalan dengan usahanya yang mulai menanjak, Didi juga semakin banting tulang menjalankan bisnisnya. Sebab dengan mulai merambah barang bekas lainnya, mau tak mau dirinya harus melayani tukang sampah yang ingin menjual barang bekas kapan pun selama 24 jam penuh.
“Lagi tidur, pagi-pagi buta digedor-gedor. Saya tidur cuma 3-4 jam sehari. tapi itu risiko, harus mau capek,” tambahnya.
Kerja kerasnya itu pun mulai terbayarkan, pundi-pundi rezeki mulai menghampirinya. Bahkan dia juga bisa kembali mengembangkan bisnisnya dengan membeli mesin penggiling plastik bekas untuk menjadi biji plastik seharga Rp45 juta.
Mesin penggiling plastik itulah yang kini menjadi mesin penghasil uang terbanyak baginya. Sebab, Didi membeli sampah plastik hanya Rp2 ribu per kg, namun ketika sudah menjadi biji plastik dia bisa menjual ke pabrik hingga Rp11 ribu per kg.
“Malah kalau bijinya di-press lebih kecil lagi harganya bisa Rp18 ribu per kg,” akunya.
Sementara untuk besi harga belinya sekira Rp2.500. Kemudian dijual ke pabrik untuk digiling kembali dihargai Rp3.400 per kg.
Setidaknya saat ini Didi telah mampu membeli barang rongsokan senilai Rp500 juta per bulan yang dikumpulkan di lahan miliknya seluas 1.000 meter persegi. Namun dari uang yang dikeluarkannya tersebut Didi bisa mengantongi omzet hingga Rp600-700 juta per bulan.
Setelah dikurangi biaya karyawan sebanyak 18 orang dan biaya operasional dan listrik, keuntungan bersih yang masuk ke kantongnya bisa mencapai Rp100 juta per bulan.
Dengan keuntungan sebesar itu tak heran Didi bersama dengan istri dan 2 anaknya kini hidup berkecukupan. Setidaknya saat ini Didi sudah memiliki 2 rumah pribadi, 5 truk, dan mobil untuk operasional bisnisnya, serta 2 mobil pribadi keluaran teranyar.
“Bisnis ini sebenarnya tidak akan mati 7 turunan. Sebab selama pabrik masih ada, proyek pembangunan masih banyak, masyarakat masih melakukan konsumsi, bisnis ini tidak akan pernah mati,” tegasnya.
Kini Didi juga telah mendapatkan akses untuk menampung besi-besi bekas dari hasil beberapa proyek pembangunan gedung di sekitar Lebak Bulus dan jalan TB Simatupang.
Kendati demikian, Didi menekankan bahwa bisnis pengepul barang bekas tidak semudah yang diperkirakan. Anda harus mau banting tulang tanpa kenal lelah.
“Kuncinya hanya kerja keras, karena bisnis ini hanya modal dengkul sebenarnya. Sampai saat ini saya juga sering tidur di tol ketika antar besi ke pabrik,” tegasnya.
Bagaimana, apa Anda tertarik untuk menjajal bisnis rongsokan yang menghasilkan tumpukan emas ini?
Bagan Asumsi Bisnis Rongsokan
Modal Awal
Debet
Kredit
Total
Sewa Lahan 100 m2
Rp30 juta
Mesin Penggiling Bijih Plastik
Rp45 juta
Timbangan dan peralatan lainnya
Rp10 juta
1 mobil bak
Rp30 juta
Total
Rp115 juta
Asumsi Omzet per bulan
Rp50 juta
Asumsi biaya operasional
Rp27 juta
Gaji 5 orang karyawan Rp80.000 x 30 hari
Rp12 juta
Biaya operasional per bulan
Rp15 juta
Profit per bulan (Rp50 juta – Rp27)
Rp23 juta
Balik modal 5 bulan (5xRp23 juta)
Rp115 juta
Berita Terkait
Bagikan Artikel Ini
Berita Lainnya
© 2007 – 2023 Okezone.com,
All Rights Reserved