Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Indonesia kemungkinan akan kalah dalam gugatan yang diajukan oleh Uni Eropa kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait penghentian ekspor produk bijih nikel mentah. Hal itu diungkapkan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai bahwa keran ekspor yang selama ini ditutup oleh Indonesia berpotensi dibuka kembali jika nantinya pemerintah kalah. Hal tersebut tentu akan menjadi masalah yang cukup serius di kemudian hari.
Menurut Bhima, jika RI kalah di WTO konsekuensinya paling tidak harus membayar kompensasi kepada pihak yang memenangkan gugatan. Adapun nilai kompensasi yang harus dibayarkan tersebut tidak lah sedikit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Selain kompensasi, implementasi hasil gugatan WTO berkorelasi dengan dibukanya kembali keran ekspor bijih nikel ke perusahaan di Eropa,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (8/9/2022).
Bhima menyebut, meskipun ada rentang waktu pembukaan bijih nikel, tapi keputusan membuka ekspor bijih nikel merupakan suatu kebijakan yang blunder bagi daya tarik investasi, terutama perusahaan China di proyek smelter. Mengingat 50% lebih penguasaan smelter nikel di Indonesia oleh investor China.
Dampak lainnya jika pemerintah kalah, yakni bakal berimbas pada pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Dimana salah satu komponen penting dalam pengembangan kendaraan listrik yakni terdapat pada sisi baterai.
Sedangkan Indonesia sendiri juga mempunyai ambisi untuk menjadi produsen baterai nomor satu dunia. Angan-angan itu diproyeksikan pupus jika benar nanti Uni Eropa memenangkan gugatan itu.
“Bisa mundur ke belakang, dimana Indonesia beli bahan baku baterai dari impor dan investor EV akan ragu bangun ekosistem industri EV di Indonesia. Mereka akan cari produsen bahan hilirisasi nikel yang siap,” kata Bhima.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebelumnya mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo hampir dimusuhi banyak negara akibat pendiriannya, yakni enggan menandatangani perjanjian terkait rantai bahan baku atau supply chain.
“Bicara EV (Electric Vehicle) dari nikel jadi ke baterai ini di G20 kita hampir dimusuhi negara anggota. Karena musti tandatangan supply chain yang Presiden nggak mau tanda tangan,” ucapnya saat Serasehan 100 Ekonom CNBC Indonesia di Jakarta, Rabu (7/9/2022).
Indonesia memang sudah teguh untuk melarang ekspor biji nikel raw material, dan memilih untuk mengekspor nikel bernilai tambah. Namun, ternyata itu membuahkan hasil dengan masuknya investasi pabrikan mobil dari Amerika Serikat. “Buktinya Amerika Ford datang bikin pabriknya di sini. Jangan raw material terus dong ini yang harus kita dorong,” sebut Erick.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT