Jakarta, CNBC Indonesia – Tak ada yang mengelak bahwa Indonesia adalah rajanya nikel di dunia. Pada tahun 2020 produksi nikel Indonesia diestimasi mencapai 760 ribu ton dan berkontribusi terhadap total 30% dari output global.
Menurut U.S. Geological Survey, produksi nikel Indonesia di tahun 2019 sebesar 853 ribu ton. Artinya ada penurunan hampir 11% (yoy) pada 2020 dibandingkan tahun 2019.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu produksi nikel secara global di tahun 2020 diperkirakan mencapai 2,5 juta ton. Output nikel dunia juga menurun 4,2 % (yoy) dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 2,61 juta ton.
Pandemi Covid-19 memang membuat harga logam nikel sempat anjlok ke US$ 11.000/ton di London Metal Exchange (LME) sehingga produksi pun ikut menurun. Namun di tahun ini harga logam nikel diperkirakan bakal menguat dan tembus US$ 20.000/ton berdasarkan riset DBS maupun Goldman Sachs.
Salah satu pemicunya adalah semakin pesatnya pertumbuhan penjualan mobil listrik. Jika sebelum pandemi penjualan kendaraan listrik mencapai 2,26 juta unit. Maka tahun lalu volume penjualannya naik 43% (yoy) menjadi 3,24 juta unit. Padahal penjualan mobil secara umum justru sedang ambles parah.
Ke depan tren penggunaan baterai dari nikel akan semakin pesat sehingga permintaan untuk nikel jenis tertentu akan semakin tinggi. Sementara defisit pasokan bakal membuat harga nikel terus melesat.
Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam. Tak terkecuali nikel. Cadangan logam nikel Indonesia ditaksir mencapai 21 juta ton atau setara dengan 22% dari total cadangan nikel global.
Cadangan nikel Indonesia mengalahkan cadangan Australia yang mencapai 20 juta ton dan Brazil yang sebesar 16 juta ton. Total cadangan logam nikel dunia tahun lalu mencapai 94 juta ton.
Apabila menggunakan harga mineral acuan (HMA) nikel bulan Februari 2021 di mana untuk 1 ton kering (dry metric ton/dmt) logam nikel harganya dibanderol sebesar US$ 17.434 maka valuasi cadangan logam nikel di Indonesia yang terbukti mencapai US$ 366,1 miliar. Fantastis bukan?
Eh tunggu dulu! Itu baru logam belum berbicara tentang bijihnya. Data Kementerian ESDM menunjukkan cadangan bijih nikel Indonesia pada 2019 mencapai US$ 1,085 miliar ton.
Apabila digunakan harga acuan bijih nikel 1,8% sebesar US$ 30/ton, maka akan diperoleh nilai cadangan bijihnya setara dengan US$ 32,55 miliar. Sehingga total nilai cadangan nikel RI baik dalam bentuk logam dan bijih mencapai hampir US$ 400 miliar setara 5.705.,76 triliun.
Luar biasa bukan?
Tentu saja angka tersebut keluar dari estimasi dan kalkulasi kasar dengan mengalikan cadangan yang terbukti (proven) dengan harga di pasar, tanpa melihat nilai keekonomian proyek yang seharusnya dihitung dengan menggunakan financial modelling untuk menghitung net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR).
Namun angka tersebut setidaknya bisa menjadi salah satu gambaran kasar untuk menunjukkan bahwa Indonesia memang kaya sekali akan nikel yang menjadi komoditas primadona era sekarang.
Ketika harga nikel naik terus, sehingga dilakukan eksplorasi secara lebih agresif dan ditemukan cadangan baru maka valuasi nikel di Indonesia akan semakin besar. Per 2019 saja cadangan bijih nikel yang terkira mencapai 3,5 miliar ton sementara untuk logamnya mencapai 54,3 juta ton.
Bisa dibayangkan bukan seberapa kayanya Indonesia akan nikel?
Faktor inilah yang membuat pemerintah gencar untuk menggaet investor seperti Tesla untuk menanamkan modalnya ke Tanah Air supaya RI bisa ikut menjadi salah satu bagian dari rantai pasok dan ekosistem mobil listrik global bahkan sumber energi terbarukan dunia mengingat bahan baku utamanya yaitu nikel sangat melimpah di dalam negeri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT