Hutan
Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel lima perusahaan perkebunan di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, pada 26 Agustus 2018. Tim dipimpin oleh Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, didampingi Direktur Pengawasan dan Sanksi Administrasi Sugeng Priyanto, dan Direktur Pencegahan dan Pengamanan, Sustyo Iriyono.
“Kasus akan ditangani penyidik KLHK, tentu berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan,” terang Rasio, terkait penyegelan lahan. Berdasarkan peta, lima perusahaan itu rata-rata perkebunan sawit yaitu PT. SUM, PT. PLD, PT. AAN, PT. APL, dan PT. RJP.
Sejak 2015, KLHK sudah memberikan sanksi administrasi pada lebih seratus korporat akibat kebakaran hutan dan lahan (kerhutla). Bahkan ada yang dicabut izinnya akibat pelanggaran tersebut. KLHK juga telah mengajukan gugatan perdata pada 11 korporat atas kebakaran hutan dan lahan, dengan gugatan ganti rugi mencapai triliunan Rupiah. “Untuk kasus ini, kami akan menerapkan penegakan hukum berlapis, baik itu sanksi administratif, perdata, maupun pidana agar semakin besar efek jeranya,” tegas Rasio.
Di lapangan, Sustyo tampak sangat memahami medan. Dia pernah bertugas sebagai Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat. Bahkan, pada beberapa wilayah di kabupaten itu, Sustyo, bersama Kapolda Kalbar, Arief Sulistyanto yang saat itu masih berpangkat Inspektur Jenderal, pernah memadamkan api. “(Lokasi penyegelan) di Rasau Jaya, dari Sekunder A hingga C,” kata Sustyo.
Dalam waktu dekat, KLHK akan memanggil lima perusahaan ini untuk dimintai keterangan. “Mereka boleh klarifikasi dan sebagainya,” tambahnya. Namun, tidak diperkenankan untuk mencabut atau memindahkan plang penyegelan yang dilakukan penyidik. KLHK akan menetapkan sanksi jika hal tersebut dilakukan.
Baca: Korban Berjatuhan, Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan Harus Serius
Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia Kalimantan Barat, Mukhlis Bentara, menyatakan tidak ada perusahaan anggota Gapki, dalam lima perusahaan yang disegel itu. “Sudah dipastikan tidak ada,” katanya.
Di internal Gapki, kata dia, selalu ditekankan kesiapsiagaan penanggulangan karhutla. Selain itu, organisasi bisa mengadvokasi anggota untuk memecahkan akar masalah di lapangan. “Pertanian tanpa bakar perlu diterapkan oleh petani yang berbatasan dengan lahan perusahaan,” katanya.
Greenpeace ternyata punya bukti lain. Dokumentasi terbaru merekam titik api yang salah satunya berada di areal PT. Sumatera Unggul Makmur (SUM) yang terbakar setiap tahunnya sejak 2013. Titik api di Kalimantan Barat juga muncul di konsesi milik Bumitama dan First Resources.
“Pemerintah Indonesia telah berkomitmen menindak perusahaan dan industri sawit nakal yang mengeringkan gambut dengan membuka kanal yang menyebabkan kebakaran. Kabut asap di Pontianak juga memaksa pemerintah daerah menghentikan aktivitas sekolah yang merupakan persoalan serius,” kata Annisa Rahmawati, Juru kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.
Tahun ini telah terjadi peningkatan jumlah titik api di seluruh Indonesia. Sebanyak 9.819 muncul titik api teridentifikasi di Kalimantan Barat, hampir tiga kali lipat jumlah di tahun 2017 (3.488). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG) memperingatkan, cuaca yang semakin kering berpotensi meningkatkan titik api hingga September.
Tunggakan kasus
Sebelum Asian Games, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, telah melakukan rapat koordinasi dengan jajaran Muspida Kalimantan Barat, 25 Juli 2018. “Hati-hati musim kemarau mendatang. Saya titip gambut di Kalbar,” ujarnya.
Siti menyadari, pengendalian kebakaran hutan dan lahan pada 2018 dan 2019 akan dihadapkan pada beberapa tantangan. Salah satunya adalah prediksi kemarau yang lebih panjang dari tahun-tahun sebelumnya. “Kita tidak ingin terulang lagi (karhutla),” katanya. Di daerah-daerah bergambut, pada umumnya sumber air terbatas, serta lokasi sulit dijangkau. Di seputar Kota Pontianak, masih ada praktik lahan dengan cara membakar.
Siti mencatat, Kalimantan Barat termasuk daerah yang berhasil menangani kasus karhutla sejak 2014. Pada 2014 (3.500 hektar lahan terbakar), 2015 (3.100 hektar), 2016 (1.859 hektar) dan 2017 (791 hektar). Dari jumlah hotspot terjadi penurunan. Pada 2014 (5.277 titik), 2015 (2.724 titik), 2016 (1.022 titik), 2017 (640 titik), dan pada 2018 hingga Juli terpantau 247 titik.
Ditanya mengenai kasus karhutla yang melibatkan korporasi di Kalimantan Barat, yang tertunggak sejak 2015, Siti mengaku akan berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat. “Sampai dimana progresnya, apa kendalanya akan diketahui,” tambahnya.
Terpisah, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Inspektur Jenderal Polisi Didi Haryono, mengaku belum memonitor kasus tunggakan tersebut. “Kasusnya sudah lama, akan saya cek kembali,” katanya. Polda Kalbar telah menetapkan tersangka perorangan sebagai pembakar lahan, 27 orang. Namun, hanya 14 orang yang ditahan.
“Selebihnya perempuan dan ada punya anak kecil. Jadi tidak dilakukan penahanan,” katanya. Didi mengungkapkan, wilayah pengawasan cukup luas. Termasuk kawasan gambut yang arealnya sekitar 1,68 juta hektar. Bahkan terkait karhutla, Polda Kalbar telah melakukan dua operasi pencegahan. Yakni operasi Bina Karuna Kapuas 2018 pada awal April hingga Mei. Operasi tersebut melibatkan 2.500 personel.
Didi mengaku belum menemukan perusahaan pelaku pembakar lahan. Namun dia siap membuka diri untuk menerima informasi apapun terkait kasus karhutla. Termasuk dari organisasi sipil kemasyarakatan.
Penegakan hukum
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Ruandha Agung Sugardiman, sebelumnya menyebutkan penyebab karhutla di Kalimantan Barat adalah masyarakat. “Ini merupakan cerminan rendahnya penegakan hukum dalam kasus kejahatan lingkungan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat Anton P Widjaya. Dia juga menyayangkan pernyataan Dirjen PPI KLHK tersebut karena tidak berpijak pada data, subjektif, dan terkesan melindungi korporasi yang sengaja membakar ataupun lahan konsesinya terbakar.
“Berdasarkan data titik api 14 Agustus 2018 yang dioverlay dengan peta sebaran konsesi di Kalimantan Barat, dari 790 titik api terdapat 201 titik api berada di konsesi,” katanya. Overlay sebaran titik api Walhi Kalimantan Barat bersumber dari Citra Modis C6 Kalimantan Barat NASA 2018 dengan confidence 80-100% dengan Peta Sebaran Investasi di Kalimantan Barat.
Namun demikian, Walhi Kalimantan Barat tidak menafikan fakta ada masyarakat yang mengelola lahannya dengan cara membakar skala kecil. Hal ini dikuatkan dengan titik api yang ada di konsesi dan yang ada di luar. Padahal, masyarakat mempunyai hak untuk mengolah lahan dengan cara tradisional sebagaimana amanah UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Dengan luasan tertentu, UU PPLH mengakomodir rakyat mengelola lahannya sesuai dengan adat budaya dan tradisinya,” kata Anton.
Walhi Kalimantan Barat juga menagih komitmen politik Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan rakyat dari paparan asap kebakaran hutan dan lahan dengan menegakkan hukum kepada korporasi yang konsesinya terbakar. “Tanggung jawab hukum ada pada korporasi dan birokrasi sebagai pemilik izin konsesi dan pemberi izin, kenapa masyarakat yang disalahkan? Negara jangan lagi melindungi para penjahat lingkungan,” tambahnya.
Kebakaran hutan dan lahan pun harus dilihat tak hanya dari kuantitas berapa banyak titik kebakaran, tetapi kualitas dan dampaknya. “Seratus petani membakar lahan pertanian terbatas dampaknya tidak sama dengan satu perusahaan membersihkan lahan ribuan hektar. Kerusakan dan polutan asap yang dihasilkan sangat mengerikan, apalagi jika ratusan perusahaan perkebunan melakukannya,” tandasnya.
Facebook
Twitter
Instagram
RSS / XML
© 2023 Copyright Mongabay.co.id