Oleh Adi Permana
Editor Vera Citra Utami
BANDUNG, itb.ac.id—Negara Indonesia dikelilingi oleh cincin api (ring of fire). Kondisi ini menyebabkan Indonesia memiliki banyak gunung api. Potensi ini dapat menimbulkan bencana gunung meletus dan gempa bumi. Namun, jika anugerah ini dapat dikelola dengan baik, masyarakat setempat akan mendapatkan banyak keuntungan.
Salah satunya adalah ‘Kota Seribu Gumuk’, julukan untuk sebuah kawasan di Kabupaten Jember dan sekitarnya. Maka dari itu dibentuklah tim peneliti untuk mengenai Analisis Spasio-Temproal Sebaran Gumuk Gunung Api untuk Mengidentifikasi Potensi Bahan Galian Pasir-Bacu di Wilayah Jawa Timur Bagian Selatan.
Tim penelitian tersebut merupakan gabungan dari Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumber Daya Bumi (ESDB) FTTM ITB; Kelompok Keahlian Petrologi, Volkanolog, dan Geokimia (PVG) FITB ITB; Program Studi Teknik Pertambangan FT Universitas Jember; dan mahasiswa Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan dan Magister Rekayasa Pertambangan FTTM ITB yang tergabung dalam Program Riset Unggulan ITB 2021.
Secara morfologi, gumuk adalah bukit kecil terisolasi yang ditumbuhi vegetasi yang lebih lebat daripada wilayah lainnya. Umumnya, gumuk berbentuk batuan (sebesar kerakal hingga bongkahan) yang tertanam di massa dasar berupa pasir. Adanya gumuk menyediakan bahan galian berupa pasir dan batu (sirtu). Keberadaan Gunung Raung yang masih aktif (di bagian sisi timur) dan Gunung Argopuro (di bagian barat laut) menjadi pemicu terbentuknya gumuk di wilayah ‘Kota Seribu Gumuk’ ini.
*Foto: Lokasi Gumuk yang diamati di Jember pada 22 April 2018. Sumber dok. Mohamad Nur Heriawan.
Gumuk berukuran besar biasa ditambang oleh masyarakat di Kecamatan Sukowono, Sumberjambe, Ledokombo, dan Kalisat. Mereka menggunakan alat gali mekanis atau menggunakan palu. Hasil tambang ini dapat dijual untuk bahan pembangunan jalan atau pembuat pondasi bangunan. Sebagian bekas lokasi tambang (bekas gumuk) direvitalisasi menjadi tempat rekreasi dan lokasi rumah makan, terutama di wilayah pusat kota, seperti di Kecamatan Sumbersari.
*Bekas gumuk yang diubah menjadi kolam pemancingan di Kecamatan Sumbersari. Sumber dok. Mohamad Nur Heriawan
Persebaran Gumuk di Kabupaten Jember
Dosen Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB, Mohamad Nur Heriawan, Ph.D. membagikan penelitian yang telah dilakukan dalam Rubrik Rekacipta ITB edisi 21 Desember 2021. Ia merupakan dosen sekaligus peneliti yang tergabung dalam kelompok Keahlian Eksplorasi Sumber Daya Bumi.
Heriawan mengatakan, survei lapangan pertama diselenggarakan pada 30 Maret – 21 April 2021 di bawah pendampingan PT Sedaya Berkah Sentosa (SBS). Perusahaan ini adalah salah satu pemilik IUP (izin usaha pertambangan) batuan di Kabupaten Jember. Survei ini bertujuan untuk memetakan persebaran gumuk. Wilayah persebaran ini dibagi menjad tiga, yaitu wilayah utara yang terdiri dari Sukowono dan Sumberjambe; wilayah tengah yang terdiri dari Ledokombo, Kalisat, dan Pakusari; dan wilayah selatan yang terdiri dari Mayang, Kalisat, dan Sumbersari.
“Melalui survei ini, dilakukan pula pengambilan sampel fragmen batuan yang diambil dari 13 lokasi yang diteliti di Laboratorium Mineralog, Mikroskopi, dan Geokimia FTTM ITB. Kemudian, sampel ini dianalisis petrografi untuk mengetahui jenis haman penyusun gumuk. Berdasarkan penelitian, ada dua jenis material penyusun gumuk ini, yaitu breksi tufaan dan pasir tufaan,” jelasnya.
Ia melanjutkan, menurut Peta Geologi Lembar Jember (1992), wilayah penelitian ini dibagi menjadi tiga formasi batuan, yaitu Formasi Bagor, Formasi Gunug Api Raung, dan Tufa Argopuro. Penelitian terkait penyebaran gumuk pernah dilkukan oleh NASA melalui citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) pada tahun 2000. Analisis multitemporal berdasarkan citra ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) oleh NASA juga dilkukan untuk mengetahui perubahan penyebaran gumuk dari tahun 2000 hingga 2020. Analisis ini dapat memperkirakan jumlah gumuk yang ditambang beserta lokasinya sehingga dapat diketahui keberadaan gumuk di Kabupaten Jember saat ini.
“Penelitian tak terhenti pada April 2021 saja. Survei secara geofisika (geolistrik tahanan jenis) dilakukan pada 23 – 29 Agustus 2021. Berdasarkan survei tersebut, didapatkan pola sebaran material sirtu yang tersisa di permukaan,” kata lulusan Paris School of Mines, Prancis, itu.
Pengolahan Bahan Galian yang Bermanfaat tetapi Berwawasan Lingkungan
Heriawan mengatakan, hal-hal yang didapatkan melalui penelitian ini diharapkan menjadi pertimbangan untuk pemerintah daerah terkait penyusunan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan, potensi alam yang dimiliki ‘Kota Seribu Gumuk’ tidak hanya sirtu, tetapi juga bijih besi, batu kapur, mangan, dan emas.
Kajian prosedur pengolahan bahan galian perlu dilakukan agar penambangan tetap memperhatikan kelestarian alam. Pengolahan bahan galian yang tidak tepat dapat menjadi bumerang bagi masyarakat setempat. Wilayah-wilayah lainnya yang telah berhasil memanfaatkan lokasi bekas tambang dapat menjadi referensi. Namun, dalam hal ini diperlukan pengawasan dan pengarahan pemerintah daerah setempat.
Artikel lengkap mengenai penelitian ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB pada 21 Desember 2021 melalui tautan https://research.lppm.itb.ac.id/information/memetakan_potensi_alam_kota_seribu_gumuk
Reporter: Hanan Fadhilah (Teknik Sipil Angkatan 2019)