Oleh : Andi Suhud T*
PASCA terpuruk akibat pandemi COVID-19, ekonomi kreatif di dunia terus bergeliat dan berupaya untuk kembali bangkit. Di Indonesia sektor ini bahkan digadang menjadi garda terdepan untuk ambil bagian dalam momentum kebangkitan ekonomi nasional.
Di awal tahun ini, Presiden Joko Widodo menyampaikan pada acara Mandiri Investment Forum 2022, bahwa tahun 2022 akan menjadi momentum pemulihan ekonomi Indonesia. Artinya tahun ini adalah fase penting untuk membenahi segala kekalutan pasca pandemi.
Kota Serang sebagai sebuah daerah otonom hasil pemekaran dari kabupaten Serang kini menginjak usia pancadasa (lima belas ; sansekerta). Tanggal 10 Agustus disepakati sebagai hari keramat Kota Serang, bermula dari UU Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten, yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2007. Kelahirannya juga tak lepas dari sejarah terbentuknya provinsi Banten yang bermula dari UU Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten, yang menetapkan Serang sebagai ibu kota bagi provinsi belia ini.
Namun, kota Serang sebagai ibukota provinsi, masih jauh dari kata ideal layaknya ibukota provinsi lain. Padahal bilangan lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mengejar ketertinggalannya, tapi upaya-upaya percepatan pembangunan sangat tidak terasa. Alih-alih membuat konsep kota kreatif, pemerintah kota Serang malah membuka diri sebagai tempat pembuangan sampah dari Tangerang Selatan dengan dalih PAD. Padahal persoalan di TPSA sendiri masih menyisakan banyak masalah, salah satunya karena masih menggunakan sistem open dumping, belum sistem sanitary landfill sesuai UU No. 18 / 2008, dimana pemda harus meninggalkan sistem open dumping sejak 2013 karena dinilai merusak lingkungan.
Sebagai pelaku ekonomi kreatif, sekaligus warga kota Serang, kita acapkali merasa iri melihat kota lain yang sibuk melakukan langkah-langkah inovatif dan kreatif, terlebih saat UNESCO Creative Cities Network (UCCN) atau Jejaring Kota Kreatif UNESCO menetapkan Pekalongan sebagai Kota Kriya dan Seni Rakyat yang dinobatkan pada tahun 2014, Bandung sebagai Kota Desain yang dinobatkan pada tahun 2015, Ambon yang dinobatkan sebagai Kota Musik tahun 2019, serta Jakarta sebagai Kota Sastra yang dinobatkan pada tahun 2021. Jejaring Kota Kreatif adalah mitra istimewa UNESCO yang tidak hanya sebagai platform untuk merefleksikan kreativitas pendorong pembangunan berkelanjutan, tetapi juga sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya berbagai tindakan dan inovasi.
Bahkan tahun lalu Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno menetapkan 21 lokasi menjadi Kabupaten/Kota (KaTa) Kreatif Indonesia 2021 sebagai upaya untuk mengembangkan potensi ekonomi kreatif di Indonesia. Kota/Kabupaten Kreatif 2021 tersebut adalah Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Majalengka, Kota Malang, Kabupaten Rembang, Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Kota Palembang, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Ambon, Kota Banda Aceh, Kabupaten Banjarnegara, Kota Salatiga, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Wonosobo, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Karanganyar, dan Kota Pekalongan.
Pada Konferensi Kota Kreatif tanggal 27 April 2015 di Kota Bandung, Indonesia Creative City Network (ICCN) menyusun acuan 10 Prinsip Kota Kreatif, antara lain kota yang welas asih, kota yang inklusif, kota yang melindungi hak asasi manusia, kota yang memuliakan kreativitas masyarakatnya, kota yang tumbuh bersama lingkungan yang lestari, kota yang memelihara kearifan sejarah sekaligus membangun semangat pembaharuan, kota yang dikelola secara transparan, adil dan jujur, kota yang memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, kota yang memanfaatkan energi terbarukan dan terakhir kota yang mampu menyediakan fasilitas umum yang layak untuk masyarakat.
Forum Ekonomi Kreatif (Fekraf) Banten sebagai sebuah perkumpulan independen pelaku ekonomi kreatif (organik) di Banten, pernah mengusulkan dibuatnya perda tentang ekraf di kota Serang pada tahun 2020 sebagai perlindungan dan pengakuan potensi ekonomi kreatif. Meski katanya rancangan perda sedang dibahas saat itu, namun hingga kini dua tahun berlalu tak jelas kabar beritanya.
Di tahun yang sama, Fekraf Banten atas arahan ketua DPRD kota Serang, Budi Rustandi, membuat usulan ke pemerintah kota Serang melalui Dinas Pelerjaan Umum Kota Serang agar membangun sebuah venue sekelas nasional. Gayung bersambut akhir tahun 2020, Feasibility Study (FS) Serang Convention Center (nama venue dimaksud) selesai dibuat. Sesuai prosedur, di tahun 2021 Detail Engineering Design (DED) kabarnya mulai dibahas. Alih-alih sudah mulai dibangun, hingga kini tak terdengar lagi kabarnya.
Bila merujuk pernyataan presiden, acuan ICCN dan data SKEK di atas, di hari jadi ke-15 ini kota Serang seharusnya bisa mulai berbenah diri menggali potensi ekraf yang selama ini dikesampingkan, tidak hanya sebatas jargon tanpa bisa memaknainya, apalagi menjadikan ekraf sebagai sumber PAD andalan.
Pelibatan ekosistem ekraf untuk menyusun konsep dan gagasan kota kreatif harus segera dilakukan, rangkul pelaku usaha, akademisi, komunitas hingga media untuk duduk bersama, tidak mesti di ruang ber-AC, karena gagasan cemerlang seringkali lahir justru dari kafe dan kedai kopi sederhana.
Selamat Hari Jadi Kota Serang ke-15
*Peracik kopi yang mencintai Kota Serang
document.getElementById( “ak_js_1” ).setAttribute( “value”, ( new Date() ).getTime() );
style=”margin-top:5px; padding-top:0; font-size:x-small; text-align:center”