Kotabaru: Antara "Mistik" Saranjana dan "Role Model" Pariwisata
Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.
Kotabaru gunungnya bamega
Bamega, umbak manampur di sala karang
Umbak manampur di sala karang
Batamu lawanlah adinda
Adinda, iman di dada rasa malayang
Iman di dada rasa malayang
Pisang silat tanamlah babaris
Babaris, tabang pang bamban ku halang-akan
Tabang pang bamban ku halang-akan
Bahalat gunungnya babaris
Babaris, hatiku dandam ku salang-akan
Hatiku dandam kusalang-akan
SEBAGIAN lirik lagu “Paris Barantai” kerap kita dengar namun banyak di antara kita tidak paham di mana letak Kotabaru yang memiliki Gunung Bamega. Hampir semua sahabat saya selalu menanyakan Gunung Bamega ketika saya tengah bertandang ke Kotabaru.
Kepopuleran Kotabaru dan Gunung Bamega semakin hits usai video “Wonderland Indonesia” yang disutradarai Alffy Rev mencuri perhatian khalayak sejak setahun lalu. Video yang menampilkan keindahan alam dan kekayaan ragam budaya Nusantara diapresiasi oleh 44 juta penonton di kanal Youtube.
Lagu “Paris Barantai” menjadi musik latar pembuka video yang rancak dilihatnya itu.
Baca juga: Usai Longsor, Tambang Emas di Kotabaru Akan Ditutup
Kotabaru adalah kabupaten yang berada paling selatan di Kalimantan. Teritorial Kotabaru cukup unik, karena wilayahnya ada yang “menyatu” dengan Pulau Kalimantan sementara ibu kota kabupaten berada di Kotabaru yang terletak di Pulau Laut yang berada di seberang Pulau Kalimantan.
Dengan luas wilayahnya mencakup 9.442,46 kilometer persegi, karunia alamnya begitu luar biasa. Bayangkan, Kabupaten Kotabaru memiliki “anak” berupa 110 pulau kecil. Bahkan di antaranya yang belum memiliki nama masih ada 31 pulau lagi.
Salah satu kecamatan di Kotabaru yakni Pulau Sembilan, malah letaknya lebih dekat dengan Pulau Madura ketimbang ke ibu kota Kabupaten Kotabaru. Dari Kotabaru berjarak 190 kilometer, perjalanan lewat laut menuju Pulau Sembilan sekitar 8 sampai 10 jam dengan kapal perintis Sabuk Nusantara.
Harus diakui, terkadang ada cara Tuhan yang begitu “menggemaskan” ketika menciptakan tempat yang nantinya dihuni makhluk ciptaannya. Bisa jadi, Kotabaru adalah copy paste dari sepenggal surgawi yang begitu elok dan memesona.
Tidak hanya karunia alam yang membentang begitu indah tetapi juga kandungan rezekinya yang begitu melimpah. Data Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kalimantan Selatan, 2021 menyebutkan, Kabupaten Kotabaru memiliki potensi kandungan emas sebesar 25.289 ton.
Untuk biji besi, Kotabaru memiliki deposit 510.633.000 ton. Sementara untuk batu bara, Kotabaru memberi konstribusi besar bagi Kalimantan Selatan sebagai penghasil besar “emas hitam” tersebut (Kompas.com, 20/01/2021).
Baca juga: Kotabaru Harapkan Limpahan Wisman dari Bali
Perikanan dan potensi kelautan yang dihasilkan dari Kabupaten Kotabaru juga bukan “kaleng-kaleng” mengingat Kotabaru adalah penyumbang terbesar perikanan tangkap di Kalimantan Selatan. Jenis tangkapannya seperti cumi-cumi, kepiting, udang windu, kakap, kerapu, manyung dan lain-lain.
Budidaya laut terbesar di Kalimantan Selatan juga dimiliki Kotabaru yakni dengan pemanfaatan karamba jaring apung, rumput laut, dan tiram mutiara. Dari karamba jaring apung, dibudidayakan ikan kerapu dan teripang.
Dengan memiliki kontur wilayah berupa daratan dan lautan, tentu saja Kotabaru adalah magnet pariwisata “terkeren” karena begitu melimpahnya spot-spot destinasi untuk diving, snoorkeling hingga paralayang. Dengan 23 tanjung yang dimiliki Kotabaru, tidak pelak lagi Kotabaru adalah gabungan dari keindahan pantai di Bali, Raja Ampat, hingga Maldives.
Kotabaru begitu sarat dengan epos kejayaan kerajaan lokal yang bercorak Islam. Dulunya di Kabupaten Kotabaru terdapat beberapa kerajaan-kerajaan kecil seperti kerajaan Kusan dan Pagatan, Cengal Manunggul dan Bangkalan, Batulicin, Sebamban, Pasir, Cantung, dan Sempanahan serta kerajaan besar seperti Kusan, dan Pagatan, serta Pulau Laut.
Diperkirakan, kerajaan-kerajaan tersebut didirikan sekitar tahun 1786. Kerajaan Kusan dan Pagatan didirikan sekitar tahun 1786 oleh Pangeran Amir, seorang pangeran yang melarikan diri dari kerajaan Kayu Tangi akibat adanya perebutan kekuasaan dalam kerajaan tersebut.
Setelah Pangeran Amir yang bergelar Raja Kusan I wafat, Pangeran Musa adik dari Sultan Adam Kayu Tangi didapuk menjadi Raja Kusan II. Sekitar tahun 1820, Kapitan La hanggawa diakui oleh Sultan Sulaiman yang juga keponakan Pangeran Amir dari Kayu Tangi sebagai Raja Pagatan.
Setelah Raja Kusan II mangkat, ia digantikan anaknya Pangeran Napis dan bergelar Raja Kusan III. Pada tahun 1840, Pangeran Napis meninggal dan digantikan puteranya yang bernama Pangeran Jaya Sumitra bergelar Raja Kusan IV. Jaya Sumitra memindahkan pusat kerajaan ke Salino di Pulau Laut yang terletak berseberangan dengan muara Pagatan, dan menyerahkan kerajaan Kusan kepada Arung Abdul Karim yang kelak menjadi Raja Kusan dan Pagatan.
Tahun 1881 Pangeran Jaya Sumitra meninggal dunia dan diganti oleh putra sulungnya yang bernama Pangeran Husin Kusuma, bergelar Raja Pulau Laut IV. Pangeran Husin Kusuma wafat saat menunaikan ibadah haji pada tahun 1900. Posisinya sebagai raja digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Aminullah dengan gelar Raja Pulau Laut V yang merupakan raja Pulau Laut terakhir (Kotabarukab.go.id).
Tidak hanya sarat dengan kisah kerajaan Nusantara yang meninggalkan artefak-artefak sejarah yang masih, Kotabaru juga “diselimuti” kisah misteri yang hingga kini dipercaya “antara ada dan tiada”.
Beberapa bulan lalu, dua penyanyi papan atas Ary Lasso dan Tantri Kotak menggelar pentas musik di Kotabaru. Kedua penyanyi ini begitu antusias karena banyaknya penonton yang memadati Kawasan Siring Laut.
Tak lama usai pentas usai, penonton berkurang drastis. Secara logika, mereka meyakini sangat tidak mungkin tiba-tiba kerumunan massa berkurang banyak mengingat lagu terakhir baru saja dinyanyikan dan aliran keluar penonton pun terbatas ke tiga arah keluar Siring Laut (Kalimantanlive.com, 22/04/2022).
Penonton yang “raib menghilang” itu di mata warga Kotabaru sebagai penduduk “Kerajaan Saranjana”.
Bukan itu saja, di tahun 1980-an ada sejumlah pesanan alat berat dari Jakarta yang berdatangan ke Kotabaru. Pemesannya tidak tanggung-tanggung: Kerajaan Saranjana.
Di peta wilayah Kabupaten Kotabaru tidak ada nama wilayah di daerah Kotabaru bernama Saranjana.
Iring-iringan kendaraan berat tersebut bergerak dari Kotabaru menuju ujung Pulau Laut dan hilang tanpa bekas (Sonora.id, 8 Agustus 2022).
Kisah-kisah warga yang “lenyap” di Kotabaru selalu dikaitkan dengan Kerajaan Saranjana.
Bupati Kotabaru, Sayed Jafar Aalaydrus, yang dipercaya masyarakat menjabat kepala daerah selama dua periode, begitu yakin bahwa potensi pariwisata yang dimiliki daerahnya bisa mendatangkan begitu banyak manfaat jika dikelola dengan benar.
Sejak didapuk sebagai bupati tahun 2016, Sayed Jafar mulai mengembangkan “sorga-sorga” pariwsata yang begitu berlimpah di Kotabaru. Dengan dana yang terbatas, bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daera (APBD) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka kawasan yang berada di seberang kantor bupati dibenahi menjadi kawasan wisata unggulan.
Tidak saja dibangun patung ikan ikonik Kotabaru, juga penataan jalur pedestrian, spot kuliner serta panggung pementasan budaya. Wisata berbasis pantai seperti Gendambaan juga ditata dengan apik, dengan dilengkapi areal olahraga motocros serta permainan air.
Bukit Mamake juga dikemas dengan memanfaatkan jembatan pandang yang bisa melihat keindahan matahari terbit dan terbenam. Bukit Mamake juga menjadi spot olahraga paralayang yang unik.
Kawasan Hutan Meranti yang menjadi lokasi keberadaan salah satu jenis kayu hutan “terbaik” dunia yakni pohon meranti dan kruing. Pohon meranti yang ada di Kotabaru menjadi satu-satunya jenis pohon yang masih ada dan tumbuh di Kotabaru.
Berada di ketinggian 400 meter di atas permukaan laut, Hutan Meranti yang dilengkapi jembatan pandang merupakan titik terbaik untuk melihat Kotabaru dari atas. Aneka hewan seperti rusa, burung, monyet, juga dipelihara di kebun binatan mini Meranti.
Tidak jauh dari Kawasan Hutan Meranti, air terjun Tumpang Dua juga memberi keindahan tersendiri. Belum lagi Teluk Tamiang yang menawarkan sejuta pesona keindahan pantai dan bawah lautnya.
Bukit Lekke Tedong yang berada di depan pantai, seolah-olah menjadi kanvas alam yang begitu sempurna kecantikkannya. Siring Laut, Gendambaan, Bukit Mamake, Hutan Meranti, Tumpang Dua adalah sebagaian spot wisata yang berada di sekitaran Kotabaru.
Masih ada puluhan lagi tempat-tempat plesiran di Kabupaten Kotabaru yang tersembunyi. Bukit Pasir yang tiba-tiba muncul dan menghilang di kawasan pantai Pulau Laut juga menjadi atraksi wisata yang sulit dilupakan.
Baca juga: Kotabaru Layak Ditawarkan kepada Wisatawan
Keberadaan Bandara Gusti Syamsir Alam dengan koneksi penerbangan pesawat baling-baling jenis ATR dari dan menuju Makassar di Sulawesi Selatan serta Banjarmasin di Kalimantan Selatan menjadikan Kotabaru mudah terhubung dengan transportasi udara.
Rencananya perpanjangan run way bandara akan segera dikerjakan di awal 2023 sehingga Bandara Gusti Syamsir Alam nantinya bisa didarati pesawat berbadan lebar.
Jika menggunakan jalur darat, Kotabaru bisa dijangkau dengan menggunakan penyeberangan kapal ferry dari Batulicin, Tanah Bumbu. Sementara dari Banjarmasin ke Batulicin, perjalanan darat bisa ditempuh dengan enam jam perjalanan dengan kecepatan normal.
Bupati Kotabaru Sayed Jafar diakui oleh berbagai kepala daerah di Kalimantan sebagai bupati yang paling visioner dalam pengembangan pariwisata. Tidak heran jika Kotabaru acap kali mendapat kunjungan dari berbagai kepala daerah guna melakukan studi banding tentang pariwisata.
Saat Presiden Joko Widodo mencanangkan pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan dan finalisasinya di Penajem Passer Utara, Sayed bergerak cepat untuk membenahi potensi pariwisata di Kotabaru. Dirinya sadar, pariwisata tidak akan ada “habisnya” sementara rezeki tambang akan ada “masanya” untuk habis.
Pengembangan pariwisata di Kotabaru sejatinya adalah langkah antisipasi Sayed Jafar akan kebutuhan psikis dan fisik dari setiap orang untuk melepaskan penat kehidupan. Selama dua tahun pandemi, keyakinan Sayed Jafar untuk pengembangan pariwisata tidak tergoyahkan.
Masa pandemi tidak boleh mematikan kehidupan tetapi harus disiasati dengan memberi celah bagi warga untuk terus eksis dalam kehidupan. Tidak salah jika selarik kalimat dalam bahasa Banjar itu begitu menggambarkan tekad dan semangat Kotabaru dalam menatap kehidupan pasca pandemi.
Cerminan semangat pemerintah bersama masyarakat untuk bangkit pasca pandemi. Semangat dalam membangun kota hingga desa serta semangat dalam berbenah menuju daerah penyangga IKN – “Masyarakat wigas, Kotabaru babungas. Mahadap Nusantara di Garbang Watas.”
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Kompas.com menggunakan cookie browser untuk meningkatkan performa, kenyamanan dan menganalisa website.