PADANG – Petani bawang daun di Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat akan segera mematenkan bawang daun hasil pertanian mereka. Pasalnya bawang daun yang diklaim berkualitas super ini, tidak hanya dipasarkan di Sumatera Barat. Tetapi juga sampai ke Batam, Jakarta, Riau, Bangka, Belitung dan daerah lainnya.
Para petani di Kecamatan Sungai Pua mengembangkan lebih dari 50 hektar lahan di jorong limo kampuang, dengan jenis tanaman komoditi bawang daun. Tak tanggung-tanggung, lebih dari 500 kilogram hingga 2 ton bawang daun setiap harinya dikirim ke berbagai pasar. Baik pasar lokal seperti padang luar dan aur kuning di bukittinggi, maupun daerah lain.
Tingginya permintaan pasar luar daerah, tidak lepas dari kualitas bawang daun yang masuk kategori kualitas super. Salah seorang petani bawang daun sungai pua Hery Rajo Indo mengatakan penjagaan dan pengontrolan kualitas dimulai sejak awal masa tanam hingga panen. Sebelum dikirim, bawang daun segar usai dipanen dibersihkan dan langsung dimasukkan ke dalam kotak kardus dan siap untuk dibawa ke bandara.
Menurutnya saat ini para petani mengaku akan segera mematenkan bawang daun hasil pertanian di daerah ini, dengan harapan setelah dipatenkan kemasan bawang daun dapat diberi label sehingga kualitas komoditi ini dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu petani juga harus menjaga masa panen, sehingga panen dan pengiriman daun bawang dapat berlangsung rutin setiap hari.
“Daun bawang yang sekarang saya kirim ini kan perlu label, disitu terlihat berasal dari mana. Kita pernah minta ke penyuluh pertanian untuk mematenkan daun bawang sungai pua ini, karena akan ada pertanggungjawaban dari segi kualitas dan lainnya. Di semua daerah ada bawang daun, tapi bawang daun sungai pua ini punya spesifikasi kelebihan tersendiri, kualitas super, hingga pengiriman ke Batam dan daerah lain kualitas ini masih bisa kita jaga,” ujar Hery Rajo.
Sementara kebutuhan bawang daun dalam kondisi segar, menuntut petani menggunakan cargo pesawat untuk pengiriman setiap hari. Untuk itu, perlakuan pasca panen seperti packing produk mendapat perhatian lebih untuk menjaga kualitas bagi konsumen di luar daerah. Di sisi lain dia mengutarakan kondisi petani dan panen yang terkordinir seperti saat ini, bertolak belakang dengan keadaan pada 8 tahun lalu.
Hery menceritakan sebelum 2009, petani menjadi korban tengkulak ketika hasil panen dengan biaya produksi yang dikeluarkan petani tidak seimbang, sehingga kesejahteraan jauh dari petani. “Dulunya para petani disini sering ditipu, dimana hasil tani sering tidak dibayar oleh pedagang pengumpul. Petani berada pada posisi lemah dan dirugikan,” ungkap dia.
Kondisi yang merugikan petani ini memicu para petani untuk mencoba menggunting jalur distribusi hasil tani. Secara perlahan, kelompok tani membangun sistem penjualan serta menjalin jaringan dengan pihak luar. Ada puluhan petani yang terlibat langsung dalam penguatan kapasitas, dan posisi tawar yang secara individu tersebar di pelbagai jorong-jorong di nagari sungai pua.
“Keterlibatan petani secara penuh membantu dalam hal meningkatkan kualitas tanaman yang diinginkan konsumen, serta mata rantai distribusi yang sudah diperpendek membuat harga yang dilepas petani dapat di atas harga rata-rata penjualan di pasar lokal,” tandasnya.
Baca Juga: Kids Life’s Adventure Park Suguhkan Edukasi Literasi Digital Lewat Keseruan Tanpa Batas
Follow Berita Okezone di Google News
(wdi)
Berita Terkait
Bagikan Artikel Ini
Berita Lainnya
© 2007 – 2023 Okezone.com,
All Rights Reserved