Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar dolar Australia melemah melawan rupiah pada perdagangan Rabu (24/3/2021) hingga ke bawah Rp 11.000/US$. Padahal, Kamis pekan lalu dolar Australia menyentuh level terkuat dalam nyaris 7 tahun terakhir.
Dolar Australia sebenarnya jeblok parah pada Selasa kemarin. Data dari Refinitiv menunjukkan Mata Uang Negeri Kanguru ini merosot hingga 1,64%, sementara pada hari ini turun 0,33% ke Rp 10.932,08/AU$.
Pada Kamis (18/3/2021) pekan lalu, dolar Australia menyentuh level Rp 11.300/AU$, tertinggi sejak 30 Juni 2014. Artinya, dalam 5 hari perdagangan, dolar Australia sudah merosot lebih dari 3%.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Harga komoditas yang sedang anjlok belakangan ini menjadi penyebab buruknya kinerja dolar Australia. Harga bijih besi, komoditas ekspor utama Australia anjlok dalam 2 hari beruntun.
Di awal pekan, harga bijih besi merosot 4,38%, sementara Selasa kemarin anjlok lagi 4,54%.
Dolar Australia merupakan salah satu mata uang yang pergerakannya memiliki korelasi positif yang kuat dengan harga komoditas. Sebab pendapatan negara Australia sangat besar dari ekspor komoditas.
Bijih besi berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor Australia, sehingga harganya yang melesat tentunya akan meningkatkan pendapatan ekspor.
Selain itu, sektor pertambangan juga berkontribusi 10,4% terhadap produk domestik bruto (PDB) Australia, menjadi yang paling besar dibandingkan sektor lainnya.
Oleh karena itu, harga komoditas memiliki korelasi positif yang kuat dengan dolar Australia.
Penurunan harga komoditas terjadi akibat memburuknya prospek pemulihan ekonomi global akibat kembali terjadi lonjakan kasus penyakit virus corona secara global.
Per 23 Maret 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di seluruh negara adalah 123.216.178 orang. Bertambah 223.334 orang dari hari sebelumnya.
Dalam 14 hari terakhir (10-23 Maret 2021), rata-rata penambahan pasien baru adalah 450.655 orang per hari. Jauh lebih tinggi dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yaitu 394.113 orang setiap harinya.
Memburuknya prospek pemulihan ekonomi global tentunya membuat pemulihan ekonomi Australia yang sudah cukup baik terancam melambat kembali.
TIM RISET CNBC INDONESIA
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT