Jakarta, CNBC Indonesia – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Abraham Samad menyingkapkan banyaknya masalah pada industri pertambangan mineral dan batu bara (minerba) di Indonesia. Hal ini diketahuinya sejak menjabat sebagai pimpinan di KPK.
Abraham menyebutkan bobroknya tata kelola tambang minerba di Indonesia menyebabkan keuntungan yang seharusnya didapatkan negara ini menjadi tidak maksimal.
Dia menuturkan, saat itu pihaknya telah membentuk satu tim khusus untuk menginvestigasi dan mengawasi sektor tambang minerba di Indonesia. Hal ini kemudian yang membongkar kacaunya sistem tata kelola pertambangan minerba di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tim yang kita turunkan itu ada namanya Korsup yaitu Koordinasi Supervisi untuk pencegahan. Ketika teman-teman KPK turun ke lapangan melakukan monitoring dan investigasi secara jauh, maka ditemukan beberapa hal yang menurut hemat kita pada saat itu ada masalah di sektor pertambangan minerba,” jelasnya pada diskusi bertajuk ‘Gurita Energi Kotor dari Lubang Tambang’, dikutip Jumat (18/11/2022).
Dia menyebutkan, tata kelola yang buruk ini membuat terbuka lebarnya potensi kecurangan dan penyimpangan pada sektor tambang minerba di Indonesia. Dia juga menuturkan bahwa kecurangan yang bahkan mungkin bisa timbul adalah fraud atau hal yang melawan hukum dan tingginya potensi korupsi.
“Yang menarik sebenarnya ketika kirimkan tim di lapangan itu kita temukan berbagai macam masalah di tata kelola pertambangan, itu salah satunya bahwa ada beberapa poin ada 10 permasalahan yang terbuka,” ujarnya.
Abraham melanjutkan, permasalahan yang teridentifikasi datang dari penyimpangan sistem perizinan pertambangan minerba. Adapun selanjutnya permasalahan pada perjanjian karya pengusahaan tambang.
“Poin pertama permasalahan di sistem perizinan usaha pertambangan minerba. Kedua, ada permasalahan di Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara atau disingkat PKP2B. Jadi, itu yang kita temukan,” ungkapnya.
Selain itu, dia menyebutkan, sistem penjualan hasil tambang di dalam negeri juga belum maksimal. Menurutnya, yang dilakukan selama ini adalah Indonesia hanya menggali tambang, namun langsung diekspor. Padahal, jika tambang melalui pemurnian terlebih dahulu, maka nilai tambah akan didapatkan oleh Indonesia.
“Kita melihat bahwa selama ini di sektor pertambangan batu bara di lapangan ketika mereka melakukan kegiatan pertambangan, jadi mereka langsung ekspor tanpa dilakukan pemurnian. Seharusnya pemurnian dulu supaya ada nilai tambah. Kalau langsung diangkat dan ekspor ke luar, itu ada banyak macam, mineral bijih besi dan lainnya,” paparnya.
Senada dengan Abraham, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan bahkan menjabarkan total kerugian negara berpotensi mencapai Rp 200 triliun dari pertambangan ilegal yang terjadi di Indonesia.
“Ada 2.700 tambang ilegal di Indonesia, bayangkan, dan ini data dari Kementerian ESDM. 2.600 tambang mineral dan 100 tambang batu bara. Memang banyak sekali tambang ilegal ini merupakan tambang uang kecil, tambang rakyat, atau apapun lah namanya,” paparnya dalam diskusi yang sama.
Selain itu, Anthony menyebutkan kerugian ekonomi bisa mencapai 3% hingga 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini terhitung sekitar Rp 500 triliun hingga Rp 800 triliun. Hal ini tentunya selain merugikan negara, namun juga merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat.
Untuk diketahui, atas maraknya aksi penambangan ilegal, Kementerian ESDM sebelumnya berencana membuat unit hukum baru khusus dalam menangani penegakan hukum dalam kegiatan pertambangan yang terbukti melakukan penyimpangan.
Saat ini, pengawasan atas pengelolaan sumber daya energi dan sumber daya mineral dalam bentuk pengamanan dan penegakan hukum di Kementerian ESDM dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
“Berkaitan penegakan hukum dan memperkuat PPNS dalam melaksanakan kegiatan penegakan hukum (Gakum) di sektor ESDM ditambah lagi dengan rekomendasi dari Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, bahwa keberadaan unit penegakan hukum di sektor ESDM adalah suatu keniscayaan,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Rida Mulyana, Selasa (8/11/2022).
Menurut Rida pembentukan struktur baru yang menangani penegakan hukum sektor energi dan sumber daya mineral ini dipandang perlu semata-mata untuk kepentingan negara.
“Antara lain untuk penerimaan negara bukan pajak yang lebih baik,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT