Menengok Tambang Emas Bawah Tanah Antam di Pongkor
JAKARTA, KOMPAS.com – Emas merupakan komoditas yang populer di kalangan masyarakat, sebab bernilai tinggi dan menjadi instrumen invetasi yang tak terpengaruh inflasi. Salah satu produk emas yang di kenal di pasar Indonesia adalah logam mulia Antam.
Namun ternyata untuk menghasilkan sebuah emas membutuhkan proses yang panjang, mulai dari penambangan, pengolahan biji tambang menjadi batangan logam, hingga akhirnya menghasilkan emas murni.
Kompas.com pun berkesempatan untuk melihat langsung kegiatan di tambang emas yang dikelola oleh Unit Bisnis Penambangan Emas (UBPE) Pongkor PT Antam Tbk, anak usaha dari Mining Industry Indonesia (MIND ID), BUMN Holding Industri Pertambangan.
Lokasi tambang emas Pongkor berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang berjarak sekitar 90 kilometer dari Jakarta dengan waktu tempuh selama sekitar 3 jam perjalanan darat.
Tambang emas yang sudah dieksploitasi sejak 1974 itu beroperasi dengan sistem penambangan tertutup atau di bawah tanah dengan ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sistem penambangan tertutup dilakukan agar tidak merusak kawasan taman nasional.
Maka tak aneh, jika tambang emas yang berada di kaki Gunung Pongkor ini nampak sejuk dan asri, jauh dari kesan gersang seperti yang terjadi di lokasi pertambangan pada umumnya. Bahkan, hewan seperti monyet pun masih bisa dijumpai di sekitar tambang emas Pongkor.
Baca juga: Mengenal Tambang Emas yang Sempat Ditolak Wakil Bupati Sangihe Sebelum Meninggal
Untuk bisa masuk ke lubang tambang, harus lebih dulu dilengkapi dengan perlengkapan keamanan diri. Mulai dari sepatu bot, rompi atau baju safety, helm, hingga senter. Masuk ke lubang tambang melalui pintu dari portal beton bertuliskan ‘Museum Tambang Pongkor’, sebab rencananya tambang ini akan dijadikan museum ketika berhenti beroperasi.
Meski berada di bawah tanah, namun tambang emas Pongkor terasa cukup sejuk karena dilengkapi sistem ventilasi yag baik. Pada sisi-sisi dinding umumnya ditopang dengan besi dan baja, serta kondisi tanah cukup becek karena air dari sisa pengeboran maupun dari sumber dalam tanah.
“Jadi prosesnya, kami bor dulu di lubangin, lalu diisi bahan peledak dan diledakkan, setelahnya kami ambil (bijih tambang) loading ke mining truck, kemudian diolah. Nah dinding-dinding ini kami sangga supaya jangan rapuh,” ujar Departemen Head Metalurgi UBPE Pongkor Zafar Nur Hakim.
Pada UBPE Pongkor tahapan produksi mencakup perencanaan, penambangan, dan pengelolaan ore atau biji tambang menjadi dore bullion atau batangan logam yang belum murni, bercampur antara emas dengan perak. Sementara proses pemurnian (refinery) dilakukan oleh Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian (UBPP) Logam Mulia di Pulo Gadung, Jakarta.
“Jadi di sini tidak hanya tambang, tapi juga pengolahan. Namun tidak sampai emas murni, hanya sampai dore bullion atau perpaduan antara emas dan perak,” kata dia.
Pabrik pengolahan yang ada di UBPE Pongkor sudah beroperasi sejak tahun 1994. Proses pengolahannya yaitu bermula dari ore yang diambil dari lokasi tambang dialihkan menggunakan conveyor ke area crushing.
Baca juga: Bos Freeport Buka Suara soal Antam Garap Tambang Emas Bekas Kelolaannya
Area itu membuat batuan tambang yang beukuran besar diolah menjadi berukuran kerikil. Hingga kemudian diproses di ball mill yang berisi bola-bola baja dan air agar ore kerikil semakin diperkecil ukurannya menjadi halus seperti lumpur.
Selanjutnya ore yang sudah halus itu akan dimasukkan ke area electrowinning untuk membuatnya mengendap menjadi padatan kembali dan dikeringkan. Lalu padatan tersebut akan dilebur dalam proses semelter yang hasil akhirnya menjadi dore bullion.
“Hasil dore bullion itu akan dikirimkan ke unit Antam yang ada di Pulo Gadung, Jakarta untuk dimurnikan, dipisahkan antara perak dan emas. Itulah proses pengolahannya,” jelas Zafar.
Sementara untuk limbah hasil proses tambang, kata dia, diolah kembali melalui proses detoksifikasi agar bebas dari bahan kimia sianida yang digunakan dalam proses pengolahan. Adapun limbah hasil tambang ini disebut material tailing.
Sebagian dari material tailing akan digunakan untuk kembali menutup lubang tambang yang sudah selesai beroperasi. Selebihnya akan ditampung di dalam tailings dam yang berkapasitas sekitar 2 juta-3 juta meter kubik.
“Karena berbentuk lumpur, kami lakukan inovasi dari tailing untuk diolah dicampung dengan semen sehingga menjadi bahan bangunan. Ini sudah berstandar SNI. Itu sudah kami bagikan ke masyarakat untuk membangun fasilitas seperti sekolah, jalan, atau trotoar,” ungkap Zafar.
Terkait limbar cair hasil pengolahan, lanjut dia, UBPE Pongkor memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) agar yang dialirkan ke sungai sudah benar-benar bebas dari kandungan sianida maupun benda padat lainnya. Serta memastikan PH air yang dibuang sesuai dengan ketentuan pemerintah.
“Jadi diujung IPAL ini kami itu per dua jam sekali ambil sampel airnya untuk di cek, nah ketika ada masalah, itu bisa langsung kami tutup. Fungsi IPAL ini ketika air sudah dinyatakan aman, baru kami berani buang ke sungai,” pungkasnya.
Baca juga: Menengok Tambang Emas Archi di Manado, Salah Satu yang Terbesar di Asia Tenggara
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.