Harga mobil listrik baru bisa turun, dengan harga komponen utama baterei bagi penggunaan mobil tersebut juga akan menurun, menurut analisa lembaga keuangan Credit Suisse.
Komponen utama dalam mobil listrik adalah lithium yang digunakan dalam baterei untuk menyimpan energi, dan lithium ini juga digunakan untuk menyimpan energi di panel tata surya dan baterei besar.
Harga pasar untuk bahan utama biji besi lithium adalah sekitar US$6 ribu (sekitar Rp83 juta) per ton, dengan usaha untuk berpindah ke energi terbarukan semakin banyak dilakukan di seluruh dunia namun pasokan biji besi masih terbatas.
"Harga sudah membumbung tinggi," kata kepala divisi penelitian sumber energi Credit Suisse Saul Kavonic kepada ABC News.
"Langkanya lithium saat ini sebenarnya adalah hal yang buruk.
"Kenaikan harga lithium yang terjadi selama 12 bulan terakhir membuat harga baterei meningkat sekitar 30 persen."
Namun sekarang semakin banyak pertambangan lithium yang dibuat termasuk di Australia.
"Kita melihat banyaknya pertambangan baru yang mulai berproduksi yang mendapat dorongan karena harga yang tinggi," kata Karovic.
Dan dampak keseluruhan dari munculnya berbagai tambang baru untuk memproduksi lithium nantinya akan membuat harga produk mereka menurun karena ketersediaan yang banyak.
Credit Suisse termasuk di antara beberapa lembaga yang memperkirakan bahwa harga lithium akan turun karena pasokan di pasar dunia meningkat.
Ini disebabkan karena produksi baterai tidak akan meningkat tajam seperti yang diperkirakan karena pasar utama seperti China masih mengalami masalah pertumbuhan ekonomi.
Di akhir tahun Credit Suisse sekarang memperkirakan harga lithium bisa turun sebanyak 50 persen ke harga Rp35 juta per ton.
"Kita malah mungkin akan melihat pasar mencapai keseimbangan antara produksi dan pembelian atau bahkan surplus selama 18 bulan ke depan," kata Karovic.
"Situasi seperti ini beberapa bulan lalu kami perkirakan tidak akan mungkin terjadi."
Credit Suisse bukan satu-satunya pengamat pasar yang memperkirakan turunnya harga lithium.
Minggu lalu, harga saham perusahaan yang memproduksi lithium di bursa saham Austalia ASX turun setelah beberapa perusahaan besar seperti Bell Potter dan Goldman Sachs membuat perkiraan mengenai bakal turunnya harga lithium.
Menurut laporan media, Goldman Sachs memperkirakan 'turun tajamnya' harga lithium dalam waktu dekat.
Kelompok perbankan di Australia Macquarie Group mengatakan bahwa harga lithium masih akan tinggi karena permintaan untuk membeli mobil listrik tetap banyak.
Namun para analisnya mengatakan bahwa harga lithium di China sekarang sudah mencapai harga tertinggi.
Turunnya harga lithium dan saham berbagai perusahaan tambang memberikan dampak besar bagi perekonomian Australia karena turunnya pajak dari sektor pertambangan.
Menurut perkiraan pemerintah federal Australia di bulan Maret lalu, Australia adalah pengekspor lithium tertinggi di dunia dan produksinya diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat dalam empat tahun ke depan.
Core Lithium adalah salah satu pertambangan baru yang sekarang sedang dibangun.
Perusahaan yang sudah go-publik di bursa saham Australia ASX tersebut memutuskan untuk membuka tambang baru di dekat Darwin ketika harga lithium mulai naik.
Menurut Direktur Keuangan Core Lithium Simon Iacopetta perkiraan bahwa harga lithium akan turun seperti dikatakan Credit Suisse dan Goldman Sachs terlalu berlebihan.
"Kami memperkirakan adanya turunnya pasokan atau adanya produk baru yang masuk ke pasar di tengah meningkatnya harga dalam waktu dekat," kata Iacopetta.
Namun Iacopetta mengatakan kepada ABC bahwa proyeksi mereka berdasarkan perkiraan jangka panjang adalah harga bisa turun ke tingkat Rp10 juta per ton untuk biji besi spodumene concentrate yang mereka jual ke pasar.
"Jadi harga yang kami jual masih tetap tinggi dan memberikan tingkat keuntungan memadai," katanya.
Core Lithium sudah mengikat perjanjian dengan dua pembeli di China.
Mereka juga merupakan salah satu dari beberapa pertambangan di Australia yang menandatangani perjanjian awal dengan perusahaan pembuat baterai mobil listrik terbesar di dunia Tesla.
Saul Kavonic dari Credit Suisse mengatakan tidak ada pertambangan yang bisa menggantungkan diri pada boom harga lithium sekarang ini dan mereka harus berhati-hati dengan perkembangan harga di masa depan.
"Bagi pertambangan yang belum berproduksi, jelas ada risiko yang harus mereka pertimbangkan di masa depan," katanya,
"Pertambangan lithium Australia sekarang sedang jaya-jayanya. Keuntungan mereka jauh melebihi apa yang mereka perkirakan 12 bulan lalu.
"Namun keuntungan itu tidak bisa selamanya. Pasti akan turun sejalan dengan waktu. Kita bisa berdebat mengenai kapan persisnya namun yang jelas akan turun.
"Juga harus diingat bahwa pertambangan lithium Australia sangat produktif, pertambangan yang biaya produksinya rendah akan bisa bertahan."
Turunnya harga merupakan hal yang bagus, kata Saul Kavonic.
"Turunnya harga lithium akan membuat harga baterai juga menurun, dan kemudian membuat ongkos produksi mobil listrik juga menurun dan ini akan membantu meningkatnya produksi mobil listrik secara global," kata Kavonic.
"Dan ini pastinya akan menjadi hal yang positif dari usaha mengurangi emisi karbon dan target emisi nol di tahun 2050 di mana banyak negara sudah menandatangani target tersebut."
Kelompok lobi bagi mobil listrik di Australia sepakat dengan hal tersebut.
"Kami berharap turunnya harga bahan tambang seperti lithium akan membuat harga mobil listrik akan turun," kata Direktur Eksekutif Dewan Kendaraan Listrik Behyad Jafari.
"Harga mobil listrik yang mahal sekarang ini dibandingkan harga mobil yang menggunakan bensin atau solar sepenuhnya tergantung pada harga baterai.
"Seperti yang sudah kita lihat menurunnya harga baterai lithium, maka harga mobil listrik juga jadi menurun. Namun itu sempat terhenti karena saat ini ada masalah pasokan bahan tambang tersebut saat ini.
"Namun dengan kapasitas pertambangan untuk memproduksi bahan mineral ini meningkat, maka kita lihat nantinya harga mobil akan turun lagi."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News