Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mendorong parlemen untuk merevisi peta jalan hilirisasi bahan mentah bauksit yang tertuang pada Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020.
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto mengatakan, dorongan itu disampaikan lantaran industri dalam negeri belum siap untuk mengolah potensi limpahan bahan mentah saat keputusan moratorium ekspor diambil pada Juni 2023 mendatang.
“Kita secara politik akan dorong DPR agar undang-undang atau peraturan pemerintah bisa hilirisasi itu memerlukan waktu yang cukup panjang khusus bauksit karena Capex-nya itu US$1,2 miliar,” kata Ronald saat dihubungi, Rabu (21/12/2022).
Menurut Ronald, target pemerintah untuk dapat mendirikan smelter bijih bauksit sebanyak 6 hingga 7 fasilitas pengolahan pada pertengahan tahun depan relatif sulit dilakukan. Selain kebutuhan dana yang terbilang tinggi, pinjaman untuk pembangunan smelter bijih bauksit relatif sulit diambil sejumlah perusahaan.
Apalagi dengan beban bunga yang tinggi dibarengi dengan harga bahan baku yang ikut terkerek belakangan membuat profit margin industri itu terkoreksi cukup tajam.
“Kalau Juni 2023 belum berhasil mau tidak mau kan harus diperpanjang, sekarang kalau diperpanjang roadmapnya seperti apa, zoning pendirian smelter, pembiayaan bagaimana,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan kapasitas pemurnian pengolahan bijih bauksit di dalam negeri relatif cukup untuk mengantisipasi limpahan bahan mentah itu yang diprediksi meningkat seiring dengan keputusan moratorium ekspor pada Juni 2023 mendatang.
Airlangga mengatakan pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter terpasang untuk bijih bauksit saat ini sudah sebanyak 4 unit dengan kapasitas olahan alumina mencapai 4,3 juta ton setiap tahunnya.
“Selain itu pemurnian bauksit dalam tahap pembangunan itu kapasitas inputnya adalah 27,41 juta ton dan kapasitas produksinya 4,98 juta ton atau mendekati 5 juta ton,” kata Airlangga saat keterangan pers moratorium ekspor bijih bauksit yang ditayangkan lewat Kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Sementara itu, cadangan bijih bauksit Indonesia ditaksir sebesar 3,2 miliar ton yang dikalkulasi dapat memenuhi kapasitas produksi sebesar 41,5 juta ton setiap tahunnya.
Asumsinya dengan cadangan terkira itu, stok bijih bauksit domestik bakal habis dalam kurun waktu 77 tahun hingga 2098 jika tidak ada penambahan cadangan dan tingkat produksi sama sebesar 41,5 juta ton per tahun.
“Jadi dari jumlah smelter yang disiapkan 8 tersebut masih bisa 12 smelter lain,” kata dia.
Berdasarkan data milik Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) per Juni 2022, Indonesia baru memiliki tiga smelter dengan keluaran smelter grade alumina (SGA) yang dimiliki PT Well Harvest Winning Alumina Refinery dan PT Bintan Alumina.
Kedua smelter dengan kapasitas input bijih bauksit mencapai 12.539.200 ton itu dapat memproduksi olahan bauksit mencapai 4 juta ton setiap tahunnya.
Sementara itu, smelter dengan keluaran chemical grade alumina (CGA) dimiliki oleh PT Indonesia Chemical Alumina dengan kapasitas input bijih bauksit mencapai 750.000 ton. Smelter CGA itu menghasilkan olahan bauksit sebesar 300.000 ton.
Selain itu, terdapat satu smelter pengolahan lanjutan bauksit menjadi aluminium, ingot dan billet yang dioperasikan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum Operating) dengan kapasitas output sebesar 345.000 ton. Rencanannya Inalum Operating tengah bakal meningkatkan output produksi turunan alumina sebesar 1 juta ton mendatang.
Adapun, pemerintah mencatat terdapat 8 komitmen smelter yang tengah dibangun selepas keputusan moratorium ekspor bijih ekspor diambil akhir tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.