Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diminta mengantisipasi potensi turunnya pasokan bahan baku industri baja nirkarat (stainless steel) seiring dengan rencana pemberlakuan moratorium untuk investasi baru pada pembangunan pabrik pirometalurgi Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF).
Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan, efek negatif bisa muncul dari kebijakan moratorium RKEF yang menjadi lini hilir pengolahan bijih nikel kadar tinggi atau saprolite.
“Perlu berhati-hati bisa jadi terkait dengan keterbatasan feronikel sebagai bahan baku dari stainless steel bisa berkurang, datanya bisa jadi ada gangguan di situ untuk menghasilkan feronikel,” kata Andry saat dihubungi, Minggu (20/11/2022).
Andry meminta pemerintah untuk menyiapkan sejumlah langkah alternatif saat moratorium itu dilakukan yang diprediksi akan ikut mengurangi pasokan bahan baku untuk pembuatan stainless steel mendatang.
Selain moratorium investasi, dia mengatakan, pemerintah dapat menekan konsumsi saprolite lewat intervensi harga. Hal itu, menurut dia, dapat lebih efektif untuk mengendalikan permintaan dan pasokan saprolite di industri hulu nikel domestik.
“Kalau dibeli untuk diolah menjadi stainless steel harganya lebih mahal ketimbang untuk baterai listrik, mekanisme harga bisa ditempuh,” kata dia.
Adapun, sumber Bisnis yang mengetahui pembahasan moratorium itu mengatakan pelaku usaha stainless steel meminta pemerintah untuk menimbang ulang dampak penghentian investasi baru pada pabrik RKEF pada kapasitas produksi industri hulu baja domestik.
Menurut pelaku usaha, moratorium itu bakal mengurangi kapasitas produksi stainless steel domestik yang belakangan bakal mengoreksi torehan ekspor nasional. Dengan demikian, potensi penerimaan negara dari pasar ekspor stainless steel bakal berkurang drastis setelahnya.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) tengah menyusun kebijakan pemberhentian atau moratorium investasi baru pada pembangunan pabrik pirometalurgi Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) yang menjadi lini hilir pengolahan bijih nikel kadar tinggi atau saprolite untuk kemudian menghasilkan stainless steel.
Kebijakan moratorium itu juga akan diikuti dengan penyesuaian corrective factor (CF) untuk harga patokan mineral (HPM) bijih nikel kadar tinggi. Harapannya, terjadi peralihan konsumsi bahan baku untuk pabrik pengolahan nikel pada limonit.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Irwandy Arif mengatakan manuver itu diambil untuk meningkatkan investasi baru pada pabrik hidrometalurgi yang mengolah lebih lanjut bijih nikel kadar rendah atau limonit menjadi baterai kendaraan listrik hingga panel surya.
“Pak Menko Luhut sudah berbicara dengan Menteri ESDM dan Menperin supaya arah stainless steel yang memakan nikel kadar tinggi itu supaya dibatasi saja,” kata Irwandy saat diskusi daring, Jumat (18/11/2022).
Irwandy mengatakan kementeriannya bersama Kementerian Perindustrian tengah membahas intensifikasi hilirisasi dari bijih nikel kadar rendah tersebut seiring dengan rencana pemberhentian investasi baru pada pabrik berbasis teknologi RKEF penghasil stainless steel mendatang.
Di sisi lain, dia mengatakan, rencana moratorium itu masih terus dimatangkan selepas rapat awal yang telah dimulai sejak awal 2021.
“Awal tahun lalu sudah ada rapat internal ya, Rapim secara khusus perindustrian dan pertambangan, tapi harus didorong lagi supaya lebih maju,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.