Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sudah bulat untuk menutup keran ekspor bauksit mulai Juni 2023 ini. Aksi atau kebijakan Jokowi ini dinilai akan meruntuhkan perusahaan pertambangan bauksit di Indonesia.
Alasannya, mengacu pada data Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) ternyata pelarangan ekspor bauksit ini belum didukung dengan fasilitas pemurnian yang ada di dalam negeri.
Hanya terdapat total 3 fasilitas pemurnian (smelter) bauksit yang ada di Indonesia dengan total kapasitas input hanya kisaran 12 juta ton bijih bauksit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelaksana Ketua Harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Ronald Sulistyanto membeberkan bahwa pengusaha harus menelan pil pahit bila pelarangan ekspor dilakukan namun tidak didukung dengan fasilitas smelter di Indonesia.
Ronald menyebutkan terdapat 30 perusahaan tambang bauksit yang sudah terdaftar dan memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Dia menyebutkan puluhan perusahaan itu bisa terancam tutup bila pemerintah tidak segera mengatasi kekurangan fasilitas smelter bauksit.
“Mau tidak mau tutup. Siapa yang mau memproduksi bauksit tapi bauksitnya nggak bisa dijual? Yang kedua kalau dia tetap produksi untuk apa perebutkan kue (kapasitas input bijih bauksit) yang 12 juta tadi ton diperebutkan oleh 30 perusahaan,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (30/12/2022).
Dia juga menambahkan bahwa jika memang puluhan perusahaan tersebut harus tutup, maka akan ada dampak yang merugikan banyak pihak. Seperti pekerja yang kehilangan mata pencarian untuk keluarganya, kemudian kontraktor dari setiap perusahaan yang juga turut terdampak.
“Kalau dia (perusahaan) mempekerjakan rata-rata pegawainya sekitar 200-250 orang itu berapa yang akan berhenti. Dan dia kan embel-embel dari 250 tadi punya keluarga, katakanlah istri satu, anak satu, ya tinggal dikali lagi. Itu baru sisi pegawai, yang kedua, sisi kontraktor,” ujarnya.
Oleh karena itu dia menyarankan agar pemerintah segera membenahi road map atau peta jalan untuk hilirisasi bauksit. Menurutnya, road map bauksit tidak bisa disamakan dengan komoditas lain seperti nikel.
“Usul saya bagaimana cara untuk memperbaiki roadmap, jadi peta hilirisasi bauksit itu harus diperbaiki karena seolah-olah sekarang peta itu sekarang seperti nikel, beda. Nikel itu capex paling banter US$ 400 juta, tapi kalo bauksit itu US$ 1,2 miliar,” jelasnya.
Sebagai informasi, pemerintah Indonesia menargetkan akan ada sekitar 12 smelter bauksit yang beroperasi hingga 2024.
Namun, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy Arif menyatakan bahwa hingga saat ini Indonesia baru mengoperasikan empat smelter bauksit. Sementara, delapan smelter bauksit sedang dalam proses konstruksi untuk mendukung hilirisasi bauksit di dalam negeri.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT