Energi
Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air [PLTA] di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] kembali menggema. Setelah rencana PLTA di Tampur, Kabupaten Gayo Lues, gagal, kini pembangunan pembangkit listrik direncanakan dilakukan di Samarkilang, Kecamatan Syiah Utama, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh.
Pengurusan izin untuk pembangkit listrik berkapasitas 82 Megawatt itu dilakukan oleh PT. Bener Meriah Electric Power. Saat ini sudah pada tahap pengajuan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan [amdal] ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh.
Baca: Pembangunan PLTA di Aceh, Kajian Potensi Gempa dan Analisis Lingkungan Prioritas Utama
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh, Muhammad Nur mengatakan, hasil kajian Walhi Aceh menunjukkan lokasi rencana pembangunan PLTA Samarkilang berada di hutan lindung KEL. Wilayah ini merupakan habitat satwa dilindungi seperti harimau sumatera, beruang madu, gajah, dan juga orangutan.
Kawasan Samarkilang memiliki kawasan hutan lindung, hutan produksi, taman buru, dan kawasan perlindungan sempadan sungai. Samarkilang sangat berperan tidak hanya sebagai penyangga kehidupan manusia, tapi juga merupakan habitat satwa kunci yang terancam punah di Sumatera.
“Kehadiran proyek energi akan berpengaruh negatif terhadap keberlangsungan hidup satwa dilindungi dan terancam punah. Apalagi, dalam dokumen amdal tidak ditemukan pengelolaan khusus untuk melindungi satwa-satwa tersebut, hanya dituliskan jika terjadi konflik hanya akan dilakukan penggiringan,” ujarnya, Rabu [03/1/2021].
Dia mengatakan, hal tersebut merupakan masalah serius dan menjadi pintu masuk pemusnahan satwa yang merupakan kekayaan alam di Aceh. “Rencana pembangunan PLTA Samarkilang tidak memiliki nilai keadilan ekologis, karena hanya mengedepankan kepentingan ekonomi atau investasi dan mengabaikan persoalan lingkungan hidup,” ungkapnya.
Baca: Pengadilan Tolak Banding Pemerintah Aceh, Terkait Izin Pakai Hutan Leuser untuk PLTA Tampur
Masalah lain adalah lokasi pembangunan PLTA Samarkilang tidak terakomodir dalam Qanun Aceh Nomor: 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh Tahun 2013 – 2033. Pembangunan ini berada di dua kabupaten, harus berpedoman pada tata ruang provinsi.
“Selain itu, Samarkilang berada dalam Peta Indikatif Penundaan Izin Baru [PIPIB], sesuai Kepmen LHK No.4945/MenLHK-PKTL/IPSDH/PLA/1/8/2020. Meskipun terdapat instruksi presiden yang membenarkan pembangunan atas dasar jenis kegiatan vital dan strategis, namun dalam konteks kebutuhan daerah pembangunan PLTA tersebut belum dibutuhkan,” terangnya.
Muhammad Nur juga menyebutkan, PLTA Samarkilang juga di luar agenda pemenuhan kebutuhan listrik nasional, tidak termasuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik [RUPTL] PT. PLN Tahun 2019 – 2028 berdasarkan Kepmen ESDM No.39K/20/MEM/2019.
“Seharusnya pemerintah kabupaten dan provinsi fokus pada peningkatan produktivitas pertanian dan perkebunan yang manfaatnya dapat dirasakan langsung masyarakat.”
Sebagai anggota Komisi Amdal, Walhi Aceh menolak rencana pembangunan PLTA Samarkilang. “Jika pemerintah mengeluarkan izin, Walhi Aceh akan mengambil langkah hukum dengan menggugat ke pengadilan,” jelasnya.
Baca: Cerita Masyarakat Lesten, Tidak Rela Desanya Ditenggelamkan Proyek PLTA Tampur
Evaluasi
Sekda Aceh yang juga Ketua TKPRA, Taqwallah, dalam surat Nomor: 671.21/509 yang ditujukan kepada Direktur Utama PT. Bener Meriah Electric Power tertanggal 12 Januari 2021 menyebutkan, Tim Koordinasi Penataan Ruang Aceh [TKPRA] telah melakukan evaluasi kesesuaian pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang Wilayah [RTRW] Aceh.
Terdapat beberapa poin dalam surat perihal “Keterangan Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh Tahun 2013-2033” yang ditandatangani Sekda Aceh itu. Antara lain, permohonan rekomendasi kesesuaian tara ruang untuk kegiatan pembangunan PLTA Samarkilang di Kabupaten Bener Meriah dan transmisi ke GI Takengon, Kabupaten Aceh Tengah.
“Rencana pembangunan PLTA Samarkilang di Kabupaten Bener Meriah tidak terakomodir dalam revisi Qanun Aceh Nomor: 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh tahun 2013-2033. Pembangunan jaringan transmisi PLTA Samarkilang ke GI Takengon diluar kewenangan PT. Bener Meriah Electric Power,” jelasnya.
Taqwallah juga menuliskan, terdapat perbedaan antara kapasitas pembangkit PLTA berdasarkan keputuran Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] Republik Indonesia Nomor: 39 K/20/MEM/2019 tentang pengesahan RUPTL PT. Perusahaan Listrik Negara [PLN] tahun 2019-2028 untuk PLTA Samarkilang sebesar 76,8 Megawatt.
“Sementara usulan pemohon [PT. Bener Meriah Electric Power] sebesar 82 Megawatt.”
Taqwallah juga mengatakan, rencana pembangunan PLTA Samarkilang di Kabupaten Bener Meriah sudah mendapatkan rekomendasi dari tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Bener Meriah. “Rencanan pembangunannya akan diakomodir dalam revisi RTRW Aceh.”
Kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Aceh, Abdul Hanan yang dihubungi pada Senin [08/2/2021] belum memberikan keterangan terkait rencana pembangunan PLTA Samarkilang.
“WA saja, saya sedang ada acara,” terangnya yang tidak lagi menanggapi saat diminta keterangan lanjutan, hingga berita ini diturunkan.
Baca: Tidak Rela, Sungai Alas-Singkil Dibendung
Tidak nyaman
Zainal, warga Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara, mengaku tidak nyaman dengan rencana pembangunan PLTA Samarkilang. Ini dikarenakan tempat tinggalnya dekat Sungai Jambo Aye yang bermuara ke Selat Malaka.
“Pemerintah jangan mengeluarkan izin pembangunan, kehidupan kami harus diperhatikan,” harapnya.
Syahril, pegiat lingkungan di Bener Meriah mengatakan, pembangunan PLTA di Samarkilang akan berdampak pada meningkatnya konflik satwa liar dengan masyarakat di Bener Meriah dan Aceh Utara. Terutama, pertikaian dengan gajah sumatera.
“Gajah mulai terdesak hingga ke Samarkilang karena habitatnya di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Utara rusak. Jika hutan di Samarkilang rusak juga konflik tidak bisa dihindari.”
Kabupaten Bener Meriah merupakan daerah penghasil kopi terbaik di dunia bersama Kabupaten Aceh Tengah dan Gayo Lues. Selain kopi, jenis-jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi juga tumbuh di sini.
“Seharusnya, pemerintah lebih memilih mengembangkan pertanian dan perkebunan. Kawasan hutan harus dijaga agar suhu stabil sehingga kualitas kopi dan tanaman lainnya tidak terganggu,” tutur Syahril.
Baca juga: Pembangunan PLTA Jambo Aye di Hutan Leuser Masih Bermasalah
Sebagai informasi, dalam dokumen amdal pembangunan PLTA Samarkilang digambarkan, pelaksanaan konstruksi tubuh bendungan direncanakan dengan sistem Roller Compacted Concrete.
Dimensi tubuh bendungan tersebut yaitu, tinggi bendungan maksimum 80 meter, panjang mercu bendungan 238 meter, lebar mercu bendungan 6,90 meter, dan ketebalan bagian dasar bendungan 78 meter.
PLTA Samarkilang nantinya berada di Daerah Aliran Sungai [DAS] Jambo Aye, sungai yang mencakup Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Aceh Utara. Sungai Jambo Aye memiliki luas daerah tangkapan hujan mencapai 469.600 hektar.
Pembangunan PLTA Samarkilang mulai mengemuka setelah kunjungan Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan pada 2018 lalu.
Dalam kunjungan tersebut, terjadi lima kesepakatan bisnis di sektor kelistrikan, salah satunya pengembangan PLTA Samar Kilang antara PT. Bener Meriah Electric Power dengan Korea Midland Power, Lotte E&C yang nilainya mencapai 300 juta US Dollar atau sekitar Rp4,2 triliun [kurs Rp14.000].
Berdasarkan data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal [BKPM] Republik Indonesia, selain PLTA Samarkilang di Kabupaten Bener Meriah, dalam kunjungan itu terjadi juga kesepakatan dalam bidang kelistrikan seperti rencana pembangunan PLTA Teunom 2 dan 3 di Kabupaten Aceh Jaya serta PLTA Peusangan 4 di Kabupaten Bireuen.
Facebook
Twitter
Instagram
RSS / XML
© 2023 Copyright Mongabay.co.id