Penolakan Jenazah Pasien Covid-19, Mengapa Bisa Terjadi?
KOMPAS.com – Penolakan terhadap pemakaman jenazah pasien positif Covid-19 terjadi di sejumlah daerah.
Terakhir, jenazah seorang perawat RSUP dr Kariadi Semarang yang meninggal dunia karena terinfeksi virus corona ditolak oleh warga untuk dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sewakul di RT 06, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Peristiwa ini semakin menambah keprihatinan di tengah perjuangan semua orang melawan virus corona.
Ada stigma yang berkembang terhadap penderita Covid-19 atau bahkan mereka yang berada di garis depan menangani pasien virus corona.
Alasannya, khawatir menjadi sumber penyebaran virus corona.
Baca juga: Jenazah Perawat RSUP dr Kariadi Semarang Ditolak Warga, Perawat Kenakan Pita Hitam
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun mengungkapkan keprihatinannya dan mengajak masyarakat berpikir jernih dan menggunakan rasa kemanusiaannya.
“Para perawat, dokter dan tenaga medis tidak pernah menolak pasien, kenapa kita tega menolak jenazah mereka?” kata Ganjar, seperti diberitakan Kompas.com, 11 April 2020.
“Saya ingin kembali mengajak Bapak Ibu untuk ngrogoh roso kamanungsan (membangkitkan rasa kemanusiaan) yang kita miliki,” kata dia.
Kementerian Kesehatan sudah menerapkan prosedur pengurusan jenazah sehingga dipastikan aman dan tidak akan menyebarkan virus.
Tindakan penolakan jenazah pasien Covid-19 ini menimbulkan pertanyaan, apa yang terjadi dengan masyarakat kita?
Baca juga: INFOGRAFIK: Protokol Pengurusan Jenazah Pasien Covid-19
Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada Prof. Koentjoro menilai, penolakan masyarakat karena adanya ketidakpahaman sehingga bertindak berlebihan hingga melebihi batas.
“Itu ada dua kemungkinan. Satu, keyakinan yang salah. Jadi mereka itu bahasa Jawanya sok keminter. Mungkin itu disebabkan hubungannya dengan rasa ketakutan yang berlebih, padahal semuanya itu tidak perlu,” kata Koentjoro saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/4/2020).
Keberadaan para tenaga medis seharusnya dihormati dan diberikan apresiasi setinggi-tingginya, karena dalam kondisi seperti ini, mereka menjadi garda terdepan yang berhadapan dengan pasien virus corona.
“Kalau dalam agama, mereka mati syahid, mereka pejuang, tapi kok malah nasibnya seperti itu,” ujar Koentjoro.
Ia mengatakan, ketakutan berlebihan seharusnya tak perlu terjadi karena semua tindakan yang diambil pasti sudah berdasarkan perhitungan yang matang.
“Saya kira tidak akan mungkin negara menyengsarakan rakyatnya, itu konsep yang tidak akan mungkin terjadi. Jadi kalau misal mereka dikubur di situ, semuanya kan itu sudah pasti dihitung,” ujar dia.
“Semuanya sudah dihitung, semuanya sudah benar, tapi kok kenapa mereka masih seperti itu. Itu yang menurut saya, kita jangan sampai berlebihan,” lanjut Koentjoro.
Baca juga: Warga Sewakul Khawatir Tak Dapat Pelayanan Kesehatan Setelah Insiden Penolakan Pemakaman Perawat
Koentjoro mengajak masyarakat untuk merenung dan memposisikan diri sebagai tenaga medis atau mereka yang menderita Covid-19.
“Tidak perlu berlebihan, mereka itu pahlawan. Marilah kita merenung, seandainya itu adalah diri kita, atau anak kita, atau keluarga kita,” ujar Koentjoro.
Sementara itu, saat dihubungi terpisag, Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Sunyoto Usman menilai, penolakan warga salah satunya karena tidak tersampaikannya informasi secara jelas soal virus corona hingga ke akar rumput.
Menurut dia, informasi yang beredar mengenai Covid-19 menimbulkan rasa takut yang berlebihan di tengah masyarakat.
“Ini kan memang media luar biasa memberitakan Covid itu, sehingga di satu sisi kalangan tertentu (terasa) mencekam,” kata Usman saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/4/2020).
Ketika terjadi kebingungan dan kepanikan, tidak semua mendapatkan informasi yang benar.
“Mereka (masyarakat bawah) kan bertanya, mencari kejelasan, ketegasan. Nah mencarinya pada orang-orang yang panik itu. Karena itu, yang memberikan penjelasan ke bawah ini kan memang harus santun, harus clear,” sebut dia.
Baca juga: 3 Terduga Provokator Penolakan Pemakaman Jenazah Perawat Positif Covid-19 Ditangkap
Penjelasan yang jelas dan disampaikan dengan tenang, menurut Usman, akan efektif untuk mencerahkan masyarakat terkait penyakit ini.
“Saya kira kalau yang memberi penjelasan ke bawah lebih jelas, masyarakat mau menerima. Orang Indonesia ini sangat toleran kok,” ujar Usman.
Menurut dia, penyampaian informasi secara berlebihan juga menyebabkan virus corona ini menjadi hal yang sangat menakutkan bagi masyarakat.
“Saya ini beberapa kali diundang teleconference, yang bicara dosen, kadang-kadang anggota DPR, itu semuanya tegang kalau berpendapat. Semuanya itu seolah-olah (sedang) berhadapan dengan hantu yang luar biasa,” kisah Usman.
“Jadi rasionalisasi itu kadang-kadang terabaikan. Harusnya kalau mereka pakar, mereka pengamat, mereka anggota DPR misalnya, itu kan harus ada argumentasi-argumentasi,” lanjut dia.
Usman mengatakan informasi ini tidak cukup hanya disampaikan melalui media, tetapi juga harus secara langsung dan dilakukan secara santun serta jelas.
“Banyak orang yang masih sembrono dengan dampak virus Covid-19. Meskipun ada kebijakan physical distancing, banyak yang melakukan perjalanan tanpa pakai masker. Mereka masih leluasa atau santai di tempat keramaian, misalnya pasar dan mall,” ujar dia.
Baca juga: Soal Penolakan Jenazah Perawat Positif Corona di Semarang, Pengakuan Ketua RT hingga Sorotan Ganjar
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.