JAKARTA – Konsep ritel modern yang tidak hanya menjadi tempat belanja, melainkan juga tempat nongkrong anak muda yang diusung 7-Eleven (Sevel) pada awal kemunculan di Indonesia membuat gerai mereka terus bertambah. Sevel sendiri masuk ke Indonesia pada tahun 2008 dan dikelola oleh PT Modern Sevel Indonesia, anak dari PT Modern International Tbk.
Sevel merupakan hasil transformasi bisnis dari Modern Grup, setelah bisnis fotonya mengalami kelesuan. Di tengah kelesuan bisnis, Grup Modern akhirnya memutuskan untuk membeli lisensi waralaba 7-Eleven alias Sevel. Langkah itu terbukti sukses menyelamatkan bisnis Grup Modern. Hanya berada di kota-kota besar Indonesia, Sevel semakin menunjukkan eksistensinya.
Tercatat setidaknya dari hanya 50-gerai Sevel pada 2011, jumlahnya bertambah berlipat pada 2012. Namun berdasarkan data keterbukaan informasi, bisnis waralaba yang sempat berkembang besar di Indonesia itu mengalami kerugian dalam beberapa tahun terakhir karena persaingan yang tinggi. Hingga akhirnya bisnis waralaba 7-Eleven alias sevel diakuisisi oleh PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI).
Adanya aturan larangan minimarket menjual minuman berakhohol diyakini menjadi salah satu penyebab mulai menyusutnya jumlah gerai sevel. Mulai 16 April 2015, minimarket dilarang menjual minumal beralkohol. Larangan itu tertuang dalam Peraturan menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minumal Beralkohol.
Sejak pelarangan itu, gerai-gerai Sevel dan sejenisnya tak bisa lagi menjual minumal beralkohol. Selain aturan tersebut, semakin ketatnya persaingan juga terimbas terhadap pertumbuhan bisnis Sevel, ketika supermarket sejenis juga menawarkan konsep serupa dengan menyediakan tempat bersantai di tokonya. Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy Mande dalam analisanya menyebutkan pada dasarnya perkembangan bisnis waralaba di Indonesia sedang melambat.
“Sekarang ini, ritel sedang tidak dalam pertumbuhan signifikan. Jadi relokasi menjadi solusi. Dan ini lebih kepada perilaku masyarakat juga yang lebih selektif dalam membeli sesuatu, mereka enggak mau stok-stok banyak barang,” terangnya di Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Sementara itu dia menerangkan masalah utama yang harus dihadapi 7-Eleven bukan karena pendapatan yang menurun. Menurut dia permasalahannya terletak pada habisnya masa sewa dari toko-toko tersebut dan pemilik lahan mengambil keputusan untuk menaikkan harga sewa lahan untuk waralaba favorit anak muda tersebut.
“Jadi sevel masalah utamanya karena sudah habis waktu sewa dari toko-toko yang sudah berdiri yang sudah 5 tahunan. Kan masa sewa mereka 5 tahun ya. Kemudian si pemilik lahan ingin harga sewanya dinaikkan, info yang saya dapat dari manajemen sevel seperti itu,” paparnya.
Lebih lanjut dia menerangkan lokasi Sevel yang ditutup, sedangkan dalam tahap relokasi. “Jadi kalau ada beberapa gerai yang tutup itu, ya itu karena relokasi. Mereka memilih ke tempat yang lebih strategis karena juga harga sewa naik,” imbuhnya. (Disfiyant Glienmourinsie/Sindonews)
Follow Berita Okezone di Google News
(wdi)
Berita Terkait
Bagikan Artikel Ini
Berita Lainnya
© 2007 – 2023 Okezone.com,
All Rights Reserved