Konten Premium
Bisnis.com, JAKARTA – Harga bijih besi terus merangkak naik meski terdapat kekhawatiran atas pembatasan lingkungan di China.
Tangshan, kota produsen baja teratas China, bulan lalu mengatakan akan menghukum perusahaan yang tidak mengambil langkah-langkah yang dijabarkan pada rencana darurat anti-polusi atau membuang polutan secara ilegal. Bertepatan dengan setelah berminggu-minggu China Utara dikerubungi kabut asap tebal.
Mengutip laman Mining.com pada Senin (19/4/2021), menurut Fastmarkets MB, denda 62 persen Fe yang diimpor ke China Utara (CFR Qingdao) berpindah tangan menjadi US$178,43 per ton pada Jumat (16/4/2021). Harga tersebut merupakan level tertinggi sejak 2011.
Harga bijih besi di indeks Brazil bermutu tinggi (65 persen Fe fines) juga naik ke rekor tertinggi US$211,10 per ton.
“Margin baja di China sangat menarik saat ini, bahkan dengan pembatasan di Tangshan, produsen lain memiliki insentif untuk mencoba meningkatkan tingkat operasi,” kata kepala strategi komoditas ING Warren Patterson dikutip Mining.com pada Jumat (16/4/2021).
Patterson menambahkan margin yang lebih kuat, bersamaan dengan fokus yang lebih besar pada pengurangan emisi, juga terbukti mendukung permintaan bijih besi kualitas tinggi. Hal ini tercermin dari kualitas premium yang belakangan ini semakin melebar ungkapnya.
“Meskipun ada pembicaraan tentang inspeksi nasional, kami yakin [permintaan] wilayah lain akan meningkat, terutama mengingat lonjakan margin baja,” jelas Lyndon Fagan, analis JPMorgan.
Berdasarkan IndexBox, konsumsi baja global diperkirakan meningkat pada tahun 2021 sebesar 4,1 persen dalam year on year (yoy).
Kenaikan harga bijih besi ini juga didorong oleh turunnya pasokan dari penambang besar. Goldman Sachs memperkirakan pasar akan memasuki surplus pada paruh kedua tahun ini karena ekspor Brazil yang lebih tinggi.
Analis bank menulis dalam sebuah catatan, menambahkan mereka melihat harga turun kembali ke US$110 per ton pada kuartal keempat 2021 dan berada di bawah US$100 pada 2022 mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Bergabung dan dapatkan analisis informasi ekonomi dan bisnis melalui email Anda.