Media Ekonomi dan Bisnis
SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengungkapkan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari subsektor mineral dan batubara (minerba) hingga pertengahan November 2018 ini berjalan sangat baik, sudah mencapai angka Rp 41,02 triliun, bahkan melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar Rp 32,1 triliun.
“Kira-kira sampai akhir tahun, dari minerba diproyeksikan PNBP kurang lebih sebesar Rp 43 triliun, dari target Rp 32,1 triliun. Kalau untuk tahun depan proyeksinya (masih) Rp 32,1 triliun, tapi nanti kita lihat perkembangannya”, papar Bambang saat menjadi Keynote Speaker pada acara ESDM Goes to Campus di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Bambang menambahkan, komposisi penerimaan minerba 2018 berasal dari royalti, penjualan hasil tambang serta iuran tetap. Besarannya untuk royalti mencapai sekitar Rp 24,5 triliun, penjualan hasil tambang sekitar Rp 16 triliun serta iuran tetap sekitar Rp 0,5 triliun. “Intinya penerimaan negara pasti lebih baik. Pendapatan terbesar di minerba itu batubara. Batubara selain royalti ada pendapatan hasil tambang besarnya 13,5% dari komposisi penerimaan minerba”, lanjut Bambang.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan faktor-faktor yang dapat meningkatkan penerimaan negara tersebut diantaranya harga komoditi yang fluktuatif, produksi minerba yang semakin bagus, juga peran aktif perusahaan-perusahaan dalam melakukan kegiatan yang semakin baik.
“Faktor pertama adalah harga komoditi fluktuatif dan kebetulan seasonnya bagus, kedua produksi batubara mineral juga makin bagus, artinya tercapai, ketiga perusahaan-perusahaan dalam melakukan kegiatan makin baik, dengan standar SOP akan lebih baik dan menghasilkan sesuatu yang positif, kegiatannya lancar berarti produksi tercapai, harga bagus berarti kan tinggal mengalikan saja kan proyeksinya bagaimana”, jelas Bambang.
Apabila ditelisik ke tahun-tahun sebelumnya, komposisi PNBP minerba dari tahun ke tahun terus menunjukan peningkatan. Di akhir tahun 2017 berada pada angka Rp 40,6 triliun, Sedangkan untuk tahun 2016 hanya mencapai Rp 27,2 triliun dan tahun 2015 sebesar Rp 29,6 triliun.
“Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM terus berusaha sekuat tenaga mengawal kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba) di Indonesia agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sehingga seluruh rakyat Indonesia mendapatkan energi berkeadilan”, tandas Bambang.
HBA Desember USD 92,1/Ton
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara merilis Harga Batubara Acuan (HBA) Desember 2018 pada harga USD 92,51 per ton. Ketetapan ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 2025/K/30/MEM/2018 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batubara Acuan Bulan Desember Tahun 2018.
Harga Batubara Acuan ini digunakan sebagai patokan dalam penjualan langsung (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel). HBA bulan ini melanjutkan tren penurunan sejak empat bulan terakhir, yaitu Agustus (107,83/ton), September (104,81/ton), Oktober (100,89/ton) dan November (97,90/ton). Angka HBA ini juga turun bila dibandingkan dengan HBA bulan yang sama pada tahun 2017 (year on year) yaitu USD 94,04/ton, atau turun USD 1,53 per ton dibanding tahun lalu.
“HBA bulan (Desember) ini merupakan terendah sepanjang tahun 2018 dimana bulan Agustus 2018 lalu sempat menyentuh hingga angka USD 107,83 per ton atau tertinggi selama enam tahun terakhir,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi di Jakarta, Jumat (7/12).
Penurunan HBA bulan ini masih dipengaruhi rendahnya konsumsi batubara di China yang berdampak semakin ketatnya kebijakan impor batubara negara tirai bambu tersebut. Nilai HBA sendiri diperoleh rata-rata empat indeks harga batubara yang umum digunakan dalam perdagangan batubara dunia, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya. Penentuan ini disetarakan pada nilai kalori batubara 6.322 kcal per kilogram Gross As Received (GAR), kandungan air (total moisture) 8 persen, kandungan sulfur 0,8 persen as received (ar), dan kandungan ash 15 persen ar.
Sementara itu, mayoritas harga acuan untuk 20 mineral logam (Harga Mineral Acuan/HMA) juga mengalami penurunan di bulan Desember 2018. Misalnya, untuk harga Nikel turun menjadi USD 11.695/dry metric tonnes (dmt) dari bulan sebelumnya, yaitu 12.578,64/dmt.
HMA adalah salah satu variabel dalam menentukan Harga Patokan Mineral (HPM) logam berdasarkan formula yang diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 2946 K/30/MEM/2017 tentang Formula Untuk Penetapan Harga Patokan Mineral Logam. Variabel penentuan HPM logam lainnya adalah nilai/kadar mineral logam, konstanta, corrective factor, treatment cost, refining charges, dan payable metal.
Besaran HMA ditetapkan oleh Menteri ESDM setiap bulan dan mengacu pada publikasi harga mineral logam pada index dunia, antara lain oleh London Metal Exchange, London Bullion Market Association, Asian Metal dan Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX).
Sumber: Kementerian ESDM
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Sejak Kalimantan Timur (Kaltim) di umumkan sebagai Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Masyarakat Adat di Kaltim semakin terhimpit ruang hidupnya dalam segala sektor penghidupan sehari-hari. “Masyarakat Adat mengalami…