TRIBUNKALTENG,COM, PALANGKARAYA– Perekonomian Kalteng diprakirakan akan melambat pada tahun 2023 . Alasanya, akan terjadinya penurunan produktivitas TBS, CPO, bauksit, dan kondisi cuaca ekstrem.
Hal itu diungkapkan, Kepala Perwakilan BI Kalteng Yura Djalins, saat melaksanakan temu wartawan, Rabu (18/1/2023) untuk mendiseminasikan perkembangan ekonomi terkini 2022 dan outlook tahun 2023.
Dia menjelaskan, tahun 2022, tensi geopolitik Rusia dan Ukraina serta kebijakan moneter agresif mendorong ketidakpastian pasar keuangan global.
Produktivitas tandan buah segar (TBS) akan mengalami penurunan sebagai dampak pemupukan yang lebih selektif akibat harga pupuk yang melonjak tinggi pada tahun 2022.
Baca juga: Kegiatan Forum Komunikasi Media BI Kalteng 2022, Jurnalis Diberi Tambahan Ilmu Dari Tempo Institute
Baca juga: Pasar Murah Bahan Pangan Kotim, Kerjasama Pemkab & BI Kalteng Diserbu Kalangan Emak-emak
Baca juga: Begini Penjelasan Kepala BI Kalteng Mengenai Uang Emisi 2022 Belum Banyak Beredar di ATM
“Larangan ekspor bijih besi atau bauksit yang akan diberlakukan sejak Juni 2023 juga dapat memicu penurunan potensi produksi tambang bauksit tersebut,” ungkapnya.
Ekspor hasil tambang dan produksi CPO selama ini masih menjadi andalan Kalteng untuk di pasarkan keluar negeri, terutama Cina, jepang dan India.
Pada triwulan II tahun 2023, diprakirakan terjadi el nino yang berpotensi mengakibatkan kekeringan pada area pertanian dan perkebunan.
“Salah satu potensi sumber pertumbuhan ekonomi baru Kalteng adalah melalui hilirisasi,” terangnya lagi.
Dia mengungkapkan, sejauh ini, perekonomian Kalimantan Tengah masih bergantung pada brown economy seperti industri kelapa sawit dan batu bara.
Lebih lanjut, komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, percepatan hilirisasi batu bara dapat menjadi solusi utama mewujudkan dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Kalimantan yang berkelanjutan di tengah turunnya permintaan batu bara.
Yura Djalins mengungkapkan, jumlah penduduk Kalteng yang saat ini hanya mencapai 2,7 juta jiwa menjadi kendala dalam pengembangan ekonomi.
Ini juga menjadi alasan hingga hilirasi hasil kebun sawit dan tambang masih belum dilakukan optimal di Kalteng sebagai salah satu daerah penghasil CPO dan tambang.
Perusahaan dalam menanamkan investasi untuk hilirisasi tambang maupun pabrik sawit di Kalteng membutuhkan dana besar, tentunya sebelum berinvestasi berhitung dulu waktu untuk balik modalnya.
“Investor pasti akan memperhitungkannya secara ekonomi. Termasuk alasan hilirisasi hasil kebun sawit dibangun di Gresik bukan di Kalteng, itu juga telah diperhitungkan secara ekonomi,” jelasnya. (*)