TRIBUNNEWS.COM – “Sebagai perempuan desa, kami merasa diuwongke dan merasa lebih berani untuk berpendapat, berkreasi, serta berorganisasi. Tampil di panggung menjadi pengalaman yang tak terlupakan, saking pede-nya kami saat tampil tidak ada yang percaya kami ini petani asli,” ujar Wulandari anggota dari Kelompok Tani Srikandi.
Kata-kata Wulandari tersebut tak cuma merujuk pada tingkat kesejahteraan sebagai petani yang meningkat, tapi harkatnya sebagai perempuan naik secara sosial.
Kualitas intelektual Wulandari sebagai anggota masyarakat pedesaan juga meningkat.
Wulandari hanya satu dari banyak contoh perempuan petani yang sukses tak hanya dari sisi kesejahteraan tapi juga secara kualitas hidup.
Pun, usaha menjadikan perempuan sebagai simpul pendorong kemajuan masyarakat bukanlah usaha satu malam.
Pada contoh kasus Wulandari, usaha itu dimulai dari kegiatan bertajuk “Program Pemberdayaan Perempuan Saraswati” pada 2006 silam.
Program ini merupakan lanjutan dari program pemberdayaan petani kedelai hitam yang diusung Yayasan Unilever Indonesia (YUI).
Secara sederhana, program ini bertujuan untuk menciptakan varietas kedelai hitam berkualitas tinggi asli Indonesia, dimana semua hasil panen akan dibeli langsung oleh Unilever di atas harga pasar sehingga memberikan perbaikan taraf hidup keluarga petani secara menyeluruh.
Program ini terbentuk atas dasar kesadaran Unilever, operasi bisnisnya memiliki dampak yang signifikan bagi kehidupan para petani yang terlibat di dalam rantai produksi, satunya di antaranya adalah produksi ‘Kecap Bango’.
“Sejalan dengan satu di antara pilar Unilever Sustainable Living Plan (USLP) untuk meningkatkan penghidupan masyarakat, Yayasan Unilever Indonesia yang selama 15 tahun menjadi perpanjangan tangan dari Unilever Indonesia melaksanakan program pengembangan komunitas petani kedelai hitam. Kami menyebutnya istimewa karena program ini bukan saja mengembangkan petani kedelai hitam melainkan turut menggandeng dan memberdayakan ribuan perempuan, terdiri dari buruh tani, istri petani dan kelompok sortasi kedelai hitam yang terlibat dalam kegiatan pemilahan kedelai hitam fase pasca-panen,” kata General Manager Yayasan Unilever Indonesia, Sinta Kaniawati.
Sinta menerangkan, inisiatif program ini bermula ketika Yayasan Unilever Indonesia menjalankan program pengembangan petani kedelai hitam di tahun 2001 untuk menghasilkan kedelai hitam bermutu tinggi kultiver Malika melalui kemitraan dengan tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada.
Program pembinaan petani kedelai hitam meliputi penyediaan benih unggul, bantuan akses keuangan, teknik penanaman dengan prinsip pertanian berkelanjutan, pendampingan teknis di lapangan, serta jaminan pasar yang pasti bagi hasil panen mereka.
Lewat sistem ini, pola ijon yang dijalankan para tengkulak, terkikis secara gradual. Peningkatan kesejahteraan petani, jadi hasil yang dicapai atas program ini.
Guru Besar Fakultas Pertanian dari Universitas Gadjah Mada, Profesor Dr Ir Mary Astuti menyebut, kesuksesan Malika tidak hanya membawa dampak positif bagi kehidupan para petani, tapi membuka kesempatan bagi para ibu untuk berkembang dan tidak terbatas pada urusan domestik.