Sosial
Sore itu, rintik hujan membasahi Nagari Kajai, Pasaman Barat, Sumatera Barat. Perempuan bersama seorang anak kecil berteduh di tenda plastik berwarna biru, di dekatnya dua anak kecil lagi sedang bermain di sekitar reruntuhan pasca gempabumi.
Pininta Astuti dengan tiga anaknya baru pulang dari penampungan sementara di Padang Pila. Dia memilih kembali ke rumah ketimbang bertahan di penampungan. Alasannya, lokasi penampungan dekat jalan raya hingga membahayakan anaknya.
“Susah di tempat penampungan, anak saya lari-lari terus ke jalan, takut ditabrak mobil,” katanya awal Maret lalu.
Sang suami sejak gempabumi di rumah membersihkan sisa-sisa reruntuhan yang sekira masih bisa terpakai. Berbekal terpal dan bantuan sembako dari pemerintah nagari, Pininta membawa ketiga anaknya pulang. Di halaman rumah, mereka dirikan tenda darurat bantuan pemerintah.
Tidak ada bantal dan selimut, hanya pakaian yang melekat di tubuh. Dia khawatir kalau malam dan udara dingin menusuk tubuh kecil anak-anaknya. Belum ada bantuan selimut dan pakaian.
Baca juga: Kala Gempabumi Hantam Sumatera Barat, Berikut Foto-fotonya
Serupa dialami Yufrizal. Gempa pertama, dia masih bertahan di rumah. Saat susulan, lebih kuat, rumah mulai goyang dia berlari ke luar rumah dan sempat terluka kena batu bata rumah. Tak ada harta benda bisa mereka selamatkan. Rumah pun rata dengan tanah. Yufrizal dan keluarga kini berteduh di tenda darurat bantuan pemerintah.
Tiga hari pasca gempa warga yang alami rumah rusak sedang dan ringan enggan masuk rumah. Mereka memilih berteduh di halaman rumah dengan tenda atau terpal seadanya. Gempa susulan masih sering terjadi.
“Sampai saat ini masih sering gempa, tadi malam gempa sampai dua kali. Tungkai saya sampai menggigil,” katanya.
Pasca gempa ini, warga kesulitan air bersih dan aliran listrik padam. “Untuk minum kami dapatkan bantuan air kemasan dari pemerintah.”
Oki Nofrizal, Sekretaris Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, mengatakan, prioritas utama pemerintah nagari adalah kebutuhan makan dan tempat tinggal.
Analisis BMKG menunjukkan, gempa pada 25 Februari lalu memiliki parameter magnitudo M6,1. Sebelum gempa utama 6.1 SR, empat menit sebelumnya didahului satu kali gempa magnitudo 5,2 SR.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 6 Maret lalu, lebih 6.000-an rumah terdampak gempa di Sumatera Barat. Baru sekitar 1.700 rumah terverifikasi alami kerusakan dampak gempa. Rinciannya, 653 rumah rusak berat, 375 rusak sedang dan rusak ringan 737 rumah.
Sekitar 4.831 rumah di Pasaman Barat, masih proses verifikasi tingkat kerusakan.
Pos komando (posko) gempa Sumbar mencatat fasilitas umum terdampak, yaitu, 41 fasilitas pendidikan, 20 fasilitas kesehatan, 49 tempat ibadah dan 20 kantor pemerintah. Untuk kerusakan infrastruktur ada 26, jembatan rusak empat dan lahan pertanian 80 hektar.
BNPB mencatat, 18 orang meninggal dunia, luka berat 46, luka ringan 336, empat hilang dan mengungsi 19.221 orang.
Pemerintah Pasaman Barat dan Pasaman menetapkan status tanggap darurat sampai hingga 10 Maret 2022. BNPB terus melakukan pendampingan dan pemantauan pelaksanaan tanggap darurat di wilayah terdampak.
Sebelumnya, BNPB juga melakukan kajian pemenuhan kebutuhan dasar secara terus dan berpola, misal, pemberian bantuan logistik sekaligus untuk pemenuhan kebutuhan seminggu. Selain itu, pemenuhan kebutuhan kelompok rentan, terutama anak, perempuan dan lanjut usia, dengan bantuan kebutuhan khusus.
“Kami juga mempersiapkan program-program untuk pendampingan psikososial,” tambah Yus Rizal, Direktur Fasilitas Penanganan Korban dan Pengungsi BNPB3.
***
Beberapa jam setelah gempabumi bermagnitudo 6.1 mengguncang Kabupaten Pasaman, beredar video lumpur bergerak yang diasosiasikan seperti likuifaksi pascagempabumi Palu 2018.
Berdasarkan kaji cepat dan pemetaan melalui udara oleh tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Limapuluh Kota, dokumentasi visual dari pesawat nirawak atau drone jelas memperlihatkan titik-titik longsoran di hulu Talamau. Longsoran masuk ke sungai dan terbawa aliran ke hilir dan menghantam beberapa rumah penduduk.
“Fenomena di Pasaman dipastikan bukanlah likuifaksi, tetapi banjir lumpur akibat longsor di hulu.”
Wisnu Arya Gemilang, ahli Geologi Lingkungan menyebut, gempa Pasaman ini tipe II. Yakni, jenis gempa diawali gempa pembuka (foreshocks), kemudian terjadi gempa utama (mainshock), diikuti serangkaian gempa susulan (aftershocks).
Gempa itu, katanya, merupakan jenis gempa kerak dangkal atau shallow crustal earthquake dampak aktivitas sesar aktif: sesar vesar Sumatera pada segmen angkola bagian selatan. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa, baik gempa pembuka maupun gempa utama memiliki mekanisme pergerakan geser menganan (strike-slip dextral).
Dia bilang, upaya manusia mencoba mengetahui dan mengerti yang telah, sedang dan akan terjadi.
Pulau Sumatera, katanya, menyimpan potensi tektonik yang dikenal sebagai patahan Sumatera. Patahan ini memotong Pulau Sumatera dari ujung utara barat Aceh, hingga ke selatan di Lampung. Ini bukan sebagai ramalan atau amaran gempa. Dengan memiliki pengetahuan, diharapkan sedikit mengurangi kepanikan dan meminimalisir korban jiwa. “Kita menjadi lebih tahu dan lebih siap tentang apa yang harus dikerjakan,” katanya.
Patahan Sumatera ini sangat tersegmentasi, dan terdiri dari 20 segmen geometris, yang didefinisikan utama, berkisar sekitar 60-200 km.
Panjang segmen ini dipengaruhi dimensi sumber gempa dan membagi jadi patahan-patahan lebih pendek yang secara historis menyebabkan gempa dengan kekuatan antara 6,5-7.7 SR.
Berdasarkan peta historis gempa Sumatera, katanya, gempa Februari lalu merupakan daerah sekitar titik segmen yang pernah terjadi dengan kekuatan 6.8SR pada 1926.
“Bahaya gempa tidak pernah muncul sendirian. Kita tahu gempa menyebabkan retakan-retakan yang mungkin terjadi longsor akibat dipicu hujan.”
Gempa, katanya, juga dapat diikuti bencana lain seperti likuifaksi (pencairan tanah), maupun tsunami. “Tentunya, peta bahaya gempa tak sekadar bahaya goyangan gempa.”
Facebook
Twitter
Instagram
RSS / XML
© 2023 Copyright Mongabay.co.id